Aku dan Hidupku (Bapak……Aku Meminta Hatimu Kembali)

2014-04-21 / lea / Aku dan Hidupku (Bapak……Aku Meminta Hatimu Kembali) / Indonesia 印尼 / tidak ada

Mungkin ini takkan berarti bagi kalian dan mungkin sebenarnya ini tak patut untukku ceritakan. Hanya saja sudah beberapa buku agenda telah terpenuhi dengan coret-coretan tanganku yang mungkin adalah sebagian luka yang akan sulit untuk dipulihkan kembali. Bukan aku ingin mengumbar aib atau semacamnya. Bukan pula aku tak percaya pada Allah yang akan memberi jalan terindah di belakangnya. Tapi dengan rasa sayang dan cintaku pada keluargaku, kuingin mereka tahu apa yang ada dalam hatiku selama ini.
Aku adalah seorang buruh migran di Negara Taiwan ini. Aku terbiasa dipanggil Lea. Umurku akan beranjak 24 tahun nanti pada Bulan Juni. Sampai saat ini aku akan memasuki tahun ke-2 ku di negri ini. Aku dua bersaudara, jadi dalam keluargaku berjumlah 4 orang. Dulu kami adalah keluarga yang terhitung keluarga yang ala kadarnya. Setelah ibu dan bapakku pulang dari Jakarta, mereka menjadi seorang buruh tani. Mungkin karena dirasa oleh kedua orangtuaku bahwa perekonomian kehidupan kami mulai menurun, akhirnya ibuku terpaksa menjadi buruh TKW ke Arab Saudi sedangkan kakakku yang terhitung cukup nakal itupun juga pergi merantau ke Sumatera. Pada kepergian pertama ibuku, bisa dibilang kehidupan kami Alhamdulillah membaik. Hal yang selalu teringat dalam benakku adalah ketika bapakku dengan tulusnya merawatku dan menjagaku dikala ibu tiada di sisinya. Padahal saat itu aku masih dalam Sekolah Dasar (SD). Beliau menjaga kesetiaannya dengan memanjangkan rambutnya hingga ibu kembali di tengah-tengah kami. Beliau berujar takkan memotong rambutnya hingga ibu yang menyuruhnya memotong. Alhamdulillah di masa ini keluargaku bisa merasakan kebahagiaan walaupun kakakku yang jarang pulang.
Ketika aku akan beranjak menuju Sekolah Menengah Pertama (SMP), ibuku pun memiliki keinginan untuk pergi kembali ke Arab Saudi dan ini dengan alasan bahwa aku akan membutuhkan biaya yang banyak untuk melanjutkan pendidikanku. Sebenarnya bapak tak menyetujuinya. Bapak bersabar mungkin memberikan pengertian bagi ibuku untuk tidak lagi meninggalkan keluarganya lagi. Karena di masa ini keluargaku paling tidak masih mempunyai modal dan juga memiliki hewan ternak yang dapat kami gunakan untuk keperluan nanti. Kekerasan hati ibuku pun ternyata tak bisa dikalahkan oleh ucapan bapak. Dengan berat hati bapak akhirnya menyetuji ibuku untuk kembali bekerja sebagai buruh TKW di Arab.
Dimulai dari sinilah keharmonisan keluargaku diuji. Selama ibu bekerja jadi TKW, bapak di rumah juga mencari pekerjaan dan alhasil bapak bekerja sebagai sponsor TKW dengan perantara temannya. Kita pasti tahu godaan seorang laki-laki apabila menjadi seorang sponsor terutama mensponsor TKW. Ketika ibuku sudah akan beranjak 1 tahun 2 bulan, sikap bapak mulai berubah. Bapak sering membawa seorang wanita yang ternyata adalah calon TKWnya. Dia sering sekali menginap di rumah dengan alasan bahwa selama masa proses keberangkatan dia ingin membantu bapak untuk mencari TKW. Namun, serapat apapun kita menyimpan bangkai pasti lama-kelamaan bangkaipun tercium juga. Akhirnya aku mengetahui hubungan yang tak semestinya ada. Berulang kali aku menyadarkan bapak dengan tutur kata, tapi ucapan pedas dan ringan tangannyalah yang aku dapat. Aku berusaha untuk sabar, apalagi ketika ibu menelepon. Tanpa mengerti apa yang akan dirasakan ibu, bapakku pun memberikan kabar yang bisa membuat ibuku terpukul. Ingin rasa hati ku berontak melawannya. Ingin juga rasanya meluapkan segala amarah atas kelakuannya. Tapi kusadari, aku seorang diri. Aku masih kecil dan masih membutuhkan bapak yang dapat merawatku. Kakakku entah di mana. Dia seolah tak memperdulikan keluarga ini lagi. Sebelum menyelesaikan kontraknya ibu pulang dengan membawa tulang dan kulitnya serta hati yang entah tak dapat kudeskripsikan. Tanpa tahu malu ataupun bersalah mereka mengakui hal itu dihadapan ibu. Betapa hancurnya saat itu ibuku, betapa merananya Beliau. Dikala ibu membantingtulangnya demi kami yang di rumah tapi berita duka menghancurkan Beliau. Aku yang tak tahu harus bagaimana hanya dapat menatap penuh duka kepada ibu. Kupeluk ibuku, kudalami perasaannya. Namun tetap saja yang kurasa tak sebanding dengan yang Beliau rasa. Dan itu berlangsung tidak cukup 1 tahun atau 2 tahun. Di saat itupun bapak sudah mulai jarang pulang. Hanya aku dan ibu yang menaungi rumah yang dulu penuh dengan kebahagiaan. Teringat dikala bapak pulang, hanya beribu janji terucap dan pertengkaran yang terlihat. Hingga akhirnya ibu memutuskan untuk pergi melarikan segala duka yang terpendam dalam dadanya. Beliau kembali ke Arab dan tanpa sepengetahuanku mereka ternyata sudah resmi berpisah. Kini aku sendiri, terpuruk dalam gelapnya kehidupanku ini. Aku seolah tak punya rumah tuk bersinggah walaupun ada dan terlihat jelas di depan mata. Aku kehilangan tujuanku, aku kehilangan keluargaku. Hari-hari hanya sepi yang menemani walau kadang bapak datang mengunjungi dengan membawa sejumlah angka yang harus kupenuhi. Aku telah pasrah, telah menyerah dalam kejamnya hidup ini. Tapi, ternyata Allah masih sayang padaku. Dia masih memberiku sahabat, saudara, serta nenek yang tak pernah kuanggap lebih. Mereka memotivasiku, memberiku kekuatan, memberiku kasih sayang yang telah terkikis oleh sang waktu itu. Mereka mengajariku banyak hal. Menuntunku agar aku lebih mendekatkan diriku lagi pada Sang Khaliq. Aku pun tak menyia-nyiakan saran mereka. Kuubah tujuan hidupku, kuubah segala yang telah memberiku kegelapan tanpa ujung itu. Kutingkatkan ibadahku, ku bersujud dan aku memohon petunjuk dalam urusanku. Hari-hariku pun kini jadi lebih sedikit berarti. Walau kadang masih kelam yang kurasa ini. Selama setahun ibu pun tanpa ada kabar untukku dan bapak juga semakin jarang mengunjungiku. Hingga suatu hari, bapak mengunjungiku dikala aku sedang di dalam rumah. Beliau memintaku untuk menghubungi ibu dan menyuruhnya pulang. Hatiku serasa melambung, merasa ringan. Sedikit celah harapan ku akan terwujud. Tapi memang tak semudah yang ku harapkan. Aku tak memiliki nomer telepon ataupun alamat yang dapat menghubungkanku dengan ibuku. Aku mulai resah, bagaimana aku bisa menghubungi ibuku? Kuniatkan hatiku bertanya saudara-saudara dari ibu. Namun mereka semua tidak ada yang tahu. Harapanku pun mulau pupus. Apakah harapanku hanya tinggal harapan saja? Aku tau luka hati takkan semudah itu sembuh seperti luka diluar badan. Dengan kepasrahanku, aku memohon pada Allah. “Ya Allah jika memang jalan terbaik bagi kami adalah seperti ini, kuiklaskan hatiku. Namun, jika memang takdirku, takdir keluargaku memiliki jalan lain. Aku memohon pada-Mu berikan jalan terindah yang kan menyatukan hati kami lagi”. Selang beberapa hari berlalu salah satu keluarga ibuku menghubungiku. Alhamdulillah, sujud syukurku pada-Mu Ya Rabb akhirnya kudapati nomer telepon ibuku. Aku mencoba menghubunginya hingga panggilan ketiga akhirnya aku bisa mendengar suara yang sangat kurindukan selama ini. Namun, saat ku meminta Beliau pulang terdengar suara sendu yang kutahu apa maksudnya. Aku mengerti, aku tak mau memaksa ibu. Kali ini biarlah ibu menenangkan hatinya dahulu. Setelah itu aku tak berputus asa untuk tetap meminta ibu pulang. Dan ibu mau pulang asal bapak kali ini benar-benar menepati janjinya dan Beliau pulang juga demi aku. Tak bisa kuungkapkan betapa bahagianya hatiku saat itu.
Setelah itu tidak sampai 2 bulan ibu akhirnya sampai di Indonesia dan kembali ketengah-tengah kami lagi. Awalnya kami kembali harmonis lagi dan kedua orangtuaku pun melakukan ijab Kabul sekali lagi. Dan saat itu pun aku berjanji aku akan menjaga keutuhan keluargaku. Tidak akan kuberi kesempatan bagi siapapun yang ingin menghancurkannya lagi. Namun, takdir ternyata berkata lain. Bapak tetap berhubungan dengan dia. Dia yang telah meruntuhkan dan menghancurkan keutuhan keluarga ini. Pertengkaran tak terelakkan jua. Hingga aku lulus SMA keadaan keluargaku tetaplah sama. Tetapi, aku takkan membiarkan ibu untuk kembali pergi dari sisi kami. Akhirnya kami pasrah dengan keadaan ini. Kami serahkan kepada Allah. Lelah hati bila terus-menerus memperhatikan tingkah mereka.
Tahun pun berganti tahun, aku merasa cukup bosan karena merasa pekerjaan yang aku jalani saat itu tak cukup membantu kebutuhanku hingga aku putuskan untuk menjadi buruh TKW dengan negara tujuan Taiwan. Dalam proses aku dibantu oleh bapakku sendiri. Hingga selama 5 bulan aku dikarantina di PT dan terbang ke Taiwan. Selama di sini aku sering mendapat kabar yang kurang enak. Aku hanya bisa memberikan motivasi kepada ibu, meminta kesabarannya. Karena aku tahu Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan kita. Hingga saat ini Alhamdulillah Allah menjamah doa-doa aku dan ibuku. Bapak kembali ke sisi ibuku. Ibu tidak pernah lagi mendengar atau melihat dia yang sering bersama bapak. Aku panjatkan puji syukurku pada-MU Ya Allah….. karena tiada yang tidak mungkin bagi-MU. Kau Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kami, hamba-hamba-MU.
Pesanku untuk Bapak. Bapak, bukankah bapak selalu bilang padaku bahwa engkau sangat menyayangi gadis kecilmu ini dan keluarga kecilmu ini? Bisakah kami mendapatkan hatimu seutuhnya untuk kami lagi dan kembali menjadi keluarga yang seperti dulu lagi walau hidup dengan kesederhanaan? Kuharap kau takkan kecewakan kami lagi. Aku tahu itu adalah hal tersulit bagimu untuk saat ini.
Ibu, kau wanita yang tangguh bagiku. Takkan ada yang bisa menandingimu dalam hidupku. Terima kasih atas kasih dan sayang serta pengorbananmu selama ini. Maaf aku belum bisa membalas segala jasamu dan pengorbananmu. Tetapi, aku akan berjuang demi keluarga kecil kita. Demi mewujudkan harapan yang tertunda.
Kakak, dimanapun kau berada….taukah kau betapa orangtuamu merindukanmu, Ingin berjumpa denganmu, ingin memelukmu? Mereka tak mau hasil keringatmu, mereka tak ingin kau membawa sekarung hadiah untuk mereka. Tetapi, mereka membutuhkan perhatianmu, membutuhkan dirimu hadir ditengah-tengah kami lagi. Bisakah kau pulang? Pulang sekedar menjenguk kedua orangtuamu itu. Jangan buat dirimu menyesal dikemudian hari karena kau terlambat menyadarinya. Kak, kami semua merindukanmu.
Terima kasih bagiku untuk semua yang telah menyemangati hari-hariku. Terutama sahabat-sahabatku yang selalu ada dikala senang maupun susah. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Yang Maha Kuasa. Aku takkan melupakan kalian, I miss you all so much.