BELAJAR HIDUP DARI SEMUT DAN BATU

2015/3/28 / THALITA VIANA / BELAJAR HIDUP DARI SEMUT DAN BATU / Indonesia 印尼 / agensi

"""不要害怕!"" (jangan takut!) itu adalah kalimat pertama yang ku dengar dari mulut kakek yang ku rawat.Senyum manis itu mengembang di wajah nya dan ia pun menyadarkan tangan nya di bahu ku.
""Tuhan semoga senyuman itu adalah firasat baik Dari-Mu"" ucap ku dalam hati sambil terus menyuapi yeye dengan mie rebus dan telor setengah matang.

Malam itu sekitar pukul 9 malam aku mendorong yeye ke kamar kami.Yups aku tidur di ranjang kecil samping jendela, dan yeye tidur di ranjang dekat pintu kamar.
Dengan sekuat tenaga aku menggendong yeye ke tempat tidur dan setelah mengganti popok, akupun tak lupa menyelimuti kakek karena angin malam sering kali menerobos masuk melalui celah kaca jendela yang retak.Namun dari jendela ini pula aku bisa melihat warna warni lampu taman dan toko yang berkelip indah di bawah berjejer di iringi suara musik dan aktivitas jalan raya yang seolah tak pernah tidur.
Tok..!!! Tok...!!! Tok!!!
Samar samar ku dengar suara di dalam kamar dan semakin lama suara itu makin mengusik tidur ku.Seketika aku bangun dan ku melihat sosok berkepala botak,bertubuh kurus sedang berjalan ke arah pintu.
Aku pun bangkit dan berusaha mencegah nya karena aku tahu di usia nya yang ke 93 tahun tubuh yeye sangat rapuh bahkan sudah tidak bisa lagi berdiri dengan tegapnya.

Malang tak dapat di tolak!
Dengan sigap pukulan tongkat itu mengenai wajah ku.
Karena takut akhirnya ku putuskan untuk mengikuti yeye dari belakang.
Perlahan namun pasti,tubuh renta y berjalan ke arah pintu utama dan berusaha membuka.
Klotak..!!! Klotak...!!! Klotak...!!!
Setelah cukup lama berusaha namun pintu tak juga terbuka,yeye pun duduk di bangku kecil dekat akuarium.
Dari kejauhan ku lihat yeye membuka semua yang melekat di badan nya.
Mulai dari baju sampai celana ia lepas dan ia sembunyikan ke pojok akuarium.Aku pun coba melawan rasa takut dan sakit ku demi untuk menghampiri yeye,aku tidak mau yeye masuk angin dan sakit untuk itu ku mulai mencoba mendekati nya.
Tak selamanya niat baik berakhir baik!
Lagi! Kakek memukul ku dan mendorong tubuh mungil ku hingga tersungkur bahkan ia meneriaki aku ""Maling"" dan ingin membunuhnya.

Entah karena tangisan ku atau suara teriakan yeye,tiba tiba nenek muncul dan memarahi kami.Aku yang ketika itu belum mengerti apa yang ia bicarakan hanya bisa menangis ketika ia berbicara sambil menunjuk ke arah ku dengan mata yang melotot.Lalu kemudian nenek membantu ku mencekoki yeye obat tidur.

Sama dengan mayoritas lanjut usia lain yang menderita pikun,dunia seolah terbalik siang hari adalah malam dan malam hari adalah siang.
Setiap pagi ketika aku harus melaksanakan tugas ku sebagai asisten rumah tangga, yeye tertidur pulas dan ketika malam menjelang yeye sibuk dengan segala aktivitas malamnya.Bahkan ketika semua orang berkumpul di taman yeye selalu marah jika aku mengajak nya keluar tapi ketika hujan turun yeye dengan penuh semangat berdiri dan melangkah keluar.

Bagai buah simalakama!
Dua bulan lamanya ku jalani bakti tugas ku penuh dengan air mata.Jangankan teman,menghubungi keluarga pun tak boleh! Hanya air mata doa yang bisa menguatkan ku terikat kontrak yang penuh tuntutan tugas dan tanpa batas mulai dari bersih bersih rumah,menjaga yeye,masak untuk kami bertiga dan anak beserta cucu nenek yang tiap malam datang ke rumah,lalu tiap sore hari menyiram/merapikan tanaman dan menanam aneka bunga di taman bawah apartemen tempat tinggal kami.

Banyak hal yang aku alami.
Aku pernah ingin nangis darah!
Ketika 1 minggu awal aku sakit demam, nenek dengan lantang memarahi ku ""Kamu datang kesini di bayar untuk menjaga keluarga kami! Bukan malah menyusahkan kami!"" itu sepenggal kalimat yang sampai saat ini aku ingat! Aku bahkan ingat pengobatan pertama kali sebesar 100 nt di hitung hutang oleh nenek.Padahal andai mereka sadar bahwa aku sakit karena kurangnya waktu istirahat serta tidur dan beberapa kali terpaksa tidur di lantai ketika memantau kesibukan yeye di malam hari mungkin mereka bisa sedikit menghargai aku.

Hari hari berlalu bulan demi bulan ku lewati.Ketika mereka telah menganggap ku sebagai bagian dari keluarga mereka.Dan bahkan mempercayakan semua nya kepada ku, Tuhan mengambil yeye dari sisi kami setelah beberapa kali di vonis dokter bahwa masa hidup kakek tidak akan lama lagi dan benar waktu itu kini telah tiba.
Tangisan dan duka menyelimuti kami.
Mungkin bagi sebagian orang ini adalah kegagalan!
Tapi buat ku menghantarkan yeye sampai pembaringan terakhir merupakan bakti tugas ku telah selesai.
Aku bangga karena tangan ku yang merawat yeye selama sisa hidup nya.
Dan aku belajar menjadi semut yang sesungguhnya.
Meskipun kecil namun tak pernah menyerah,selalu rajin,bertanggung jawab,dan tak pernah lelah.

Aku pun belajar dari batu!
Sebongkah batu akan bernilai apalagi berproses.
Dipangkas,dipotong,dipahat,diampelas untuk menjadi patung batu yang berharga.
Demikian pula dengan kita yang tangguh di tempa dan di bentuk agar lebih indah.
JANGAN PERNAH MENGATAKAN ""SATA TIDAK BISA""!
DAN JANGAN PERNAH MENOLAK RASA SAKIT!
JANGAN MENYERAH KARENA MISKIN!
Karena kita masih punya OTAK!
Kita punya TANGAN DAN KAKI UTUH!
Dan kita HARUS PUNYA TEKAD serta KERJA KERAS untuk memperbaiki hidup!
Hidup adalah pilihan!
MAU BANGKIT atau MENYERAH itu yang akan menentukan arah hidup kita mendatang.
Jangan pernah gegabah mengambil keputusan dan jangan pernah menganggap bahwa kita paling menderita!
Karena kesempatan = kepercayaan = keberhasilan.