NIKMATNYA CINTA TAIPEI

2015-3-3 / Yuhalini / NIKMATNYA CINTA TAIPEI / Indonesia 印尼 / tidak ada /


Judul; NIKMATNYA CINTA TAIPEI
Oleh; Nok Yuli

“Mbamu kerjanya apa sih? jadi kamu enak banget bisa beli ini itu tinggal ngomong dan di belikan?” Tanya teman sebangkunya. “Mbaku itu kerja di luar negeri,” jawabnya datar. “Oh pantes, banyak duit. Orang pacarannya sama bos-bos yang berduit” sindirnya, “Eh kalau ngomong jangan asal dong, mbaku tidak sejelek yang kamu kira” emosinya terpancing. Merenung disudut bangku sekolah. Dimana ia sedang menuntut ilmu.

“Apakah salah jika aku bekerja di luarnegeri dan menghidupi adik-adikku dengan hasil jeri payah? Haramkah? Sampai seusia dini menilai buruk tentang sosok devisa Negara, siapakah yang mengajari mereka?”Membantinku. kadang kehidupan yang amat menyakitkan harus aku telan, karna omongan yang tak masuk akal, siapakah yang salah padahal mayaoritas warga Negara Indonesia itu bekerja di luar negeri baik kaum hawa dan adamnya. Lantas mengapa mereka berfikir negative dan memandang sebelah mata gambaran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) jika bisa mengirimkan uang banyak ke kampung halamannya.

Adiku bernama, Lini duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas dua. Dia sangat peka terhadap hal yang berbau negative, ia anak keemat (4) dari lima (5) bersaudara, kakak kami sudah menikah, tersisah kami bertiga. Tak heran jika membuat teman sekelasnya merasa iri, karena ia memiliki kakak perempuan yang bekerja di luar negeri dengan penghasilan yang lumayan, aku sendiri usia kepala dua, duapuluh lima tahun, terpaut usia kurang lebih delapan belas tahun dengan adikku, sebab orang tua kami awalnya hanya cukup memiliki anak tiga saja, aku, adik dan kakakku, tapi entah alasan apa lahirlah Lini dan Aden di tengah keluarga kecil, jadi rumah ini berasa hidup saat hadirnya, kami memanjakanya.

Setelah aku tamat sekolah menengah, aku tertarik pergi keluar negeri dengan tujuan Taiwan, entah rasa penasaran akan sosok film meteor garden era tahun duaribuan (2000) atau aku hanya ingin berkunjung layaknya turis, lewat calo-calo sponsor desaku, Indramayu. Aku mendaftar diri sebagai Calon Tenaga Kerja (CTK) tujuan Taiwan setelah proses demi proses, aku dinyatakan fit medical terpaksa aku harus memangkas mahkotaku, dimana semua calon terlihat sama tanpa ada perbedaan baik dari kalangan orang kaya maupun kelas bawah sekalipun, di sini semua sama, termasuk makan yang mengantri, mandi yang berebut, tidurpun hanya beberapa jam karna harus pagi-pagi bangun untuk mandi dan shalat jika tidak akan menunggu waktu lama. Aku berkenalan dengan sosok teman dari ibukota Jakarta dia bernama Alin, sebaya dengan usiaku.

setelah burung besi membawa kami terbang ke angkasa kabut hitam pertanda akan turun hujan tak henti-hentinya aku berdoa kepada Allah untuk di berikan keselamatan sampai tujuan.

***
Sepuluh bulan sudah, aku kelihangan kontak dengan sahabatku, di sela-sela jam liburku. Aku bermain facebookan dan dari sana aku bisa bergabung dengan wawasan cukup luas, akhirnya aku mendapat ide untuk berjualan online, kalau hanya bergantung dengan gajiku satu bulan, sekisar lima belas ribu taipi (NT$.15.000) tidak cukup bagi keluargaku, aku hanya bermodal uang gaji satu bulanku untuk membeli pesananan mereka yang sedikit aku punya pelanggan.

“Aku pesan jilbab sepuluh, warna kombinasi, celana jins, jaket kulit, dan kaos, dikirim ke alamat ini, kapan barang nyampe?” pelanggan ketika memesan. Langsung aku total keseluruhan, begitu seterunya. “OK, besok aku kirim barangnya silahkan bayar di pakpos,” Alhamdulillah. Usahaku berjalan lancar meskipun baru beberapa bulan jualan namun aku sudah mendapat untung cukup dari gajiku perbulan. Sebab aku engga mau kalau adiku terus di gunjingkan kalau aku disini kerja engga bener, aku disini kerja sebagai buruh, yang halal.

“Kapan pulang mba?” Tanya Lini, “Sabar sayang mba pasti pulang kan mba kerja jauh untuk siapa?” tanyaku. “Ia untuk kami” jawabnya sedih, tapi aku engga mau kalau temen-temenku selalu berpandangan negative tentang pekerja luarnegri, “Kalau lini pingin tau, Mba disini kerja jualan baju dan produk indo juga karena laba dan usaha yang menguntungkan jadi mba punya penghasilan lebih, gaji tiap bulan cukup masuk tabungan rekening mba di Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk bekal nanti, Nah hasil jualan ini buat kamu kebutuhan sekolah dan ibu dirumah,” jawabku menjelaskan.

“Lini faham sekarang? Jadi lini ga usah malu atau minder sama temen kelasnya, karna mbamu ini bukan jual diri (Maaf Lonte) sama om-om dan orang Taiwan. Lini yang sabar, tugasnya lini hanya belajar, melihat lini berprestasi mba semakin termotivasi untuk berkerja disini dan mencari hasil tambahan agar adik mba perempuan satu-satunya bisa kuliah dan bekerja pada sesuai kemampuan jangan seperti mba sekarang, meskipun kerja halal namun tidak luput dari cibiran pandangan negative, lini semangat ya dek.” Harapanku.

***
Jika engkau tau susahnya jadi orang dewasa kamu akan mengerti, kamulah harapan mba dek tanpamu mba tidak pernah berani disini. Kamu jangan kecewain mba iya, rajin-rajinlah belajar dan menjadi anak yang berbakti pada keluarga, agama, nusa dan bangsa. Mba yakin dengan kemampuanmu. Semoga berhasil.

Kugoresan kata dengan tinta airmata, tak terfikir olehku masa muda telah meninggalkanku menjadi pribadi yang kuat, Tegar. Semua bentuk ujian yang harus kuterima walau rasa sakit hati kecewa karena cinta, tidak dengan hari ini hati yang tertutup rapi perlahan mulai membuka walau harapan itu masih lemah, setidaknya aku bisa merasakan seperti jatuh cinta.

Pertanyaan hatiku sengaja aku urutankan dalam bingkai langit langit kamarku, dari senyumnya, tatap matanya, tutur bahasanya, sikap diamnya namun masih bisa membuatku untuk bersuara dan memulai perbincangan. ah inikah rasa.

Rasa cinta yang dulu mati tertimbun luka nyaris membuatku trauma mendalam, diakah sosok malaikat yang akan menjadi pelangi dalam hidupku memberiku satu harapan bahwa cinta itu tidak selamanya membawa getir penghianatan. dan diakah yang menjadi pangeran membangunkanku dari mimpi buruk. Jabatan pertama menginstall icon kehidupanku membuka versi baru. walaupun kau tak pernah tau dan menyadarinya aku mulai jatuh hati saat melihatmu, entahlah. Sebab Engkau jauh dari kriteriaku. namun begitu menarik untuk aku galih sosokmu.

***
Namaku Adel, kelahiran Oktober 1989. Aku anak kedua dari lima bersaudara, abang dan adikku sudah memiliki keluarga yang harus mereka perhatikan. terkecuali kedua adikku, yang perempuan duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) serta yang paling akhir laki-laki masih dalam balutan manja ibu. dan aku kini masih terus berkelana sebagai sumber kehidupan mereka. di satu sisi secara diam-diam aku bersikap pasrah siapa kelak menjadi imamku, Jodoh. Sedangkan orangtuaku sebagai buruh tani.
Ketika bangku pendidikan harus berakhir tanpa keinginanku. seolah meruntuhkan impian impian mulukku sebagai Bidan. Pupus. dari segi ekonomi aku bukan anak orang kaya dan mimpiku setinggi langit. sinyal kemantapan bahwa aku bisa menjadi kebanggaan keluargaku.Optimis.

dewa dewa asmara sedang merakit dua sayap di dirinya memanahkan cinta untuk aku. Signal magnet mendekat membuatku yakin bahwa apa yang aku rasakan dirasakan dia juga. Cinta tak kemana, cinta tak perlu meminta cinta yang senantiasa aku agung agungkan atas nama Allah, dialah lelaki yang berasal dari ujung kota pulau jawa yang telah membius hatiku dengan dosis penawar cinta satu hubungan. berbadan tinggi sekisar seratus tujuh puluh centimeter pekerja migran sepertiku yang aktif dalam wadah organisasi yang berbeda. Perkenalan singkat berlanjut ke komunikasi via udara, Facebook.

***
Seiring komunikasi berjalan, katakata indah selalu menjadi topik utama dalam komunikasi. ""Pacaran itu identik dengan berduaan"" ujarnya ketika obrolan pada ruang publik, Statiun kota. ""Tergantung bagaimana si A dan B menyikapi sesi hubungan, kalau hanya ingin membuat status. Ya maunya berduan"" nyengirku dalam perbincangan singkatan itu. Yang terus menerawang dalama pelupuk mata.
entah siapa yang memulai panah asmara membujurkan panah asmaranya dan menyatukan sesuatu yang dulu ruang hatiku sepi kini kembali ceria dan memiliki tujuan. Cinta kita seumur jagung sama halnya masa perkenalan kita. dalam keyakinan kita masingmasing melangkah dengan bissmillah.

""Jam berapa pulang?"" tanyanya. ""Jam 6:30 aku harus beranjak dari sini karena aku harus menunggu bis cukup lama membawaku membelah jalan malam ini"" jawabku sambil tersenyum. ""Ok, masih ada waktu satu jam kedepan, nanti aku antar sampai terminal."" tawaranya dengan mimik wajah tersenyum dan membuatku tersipu malu. Tak heran jika temantemannya sudah menangkap gerak gerik kami berdua dan sedikit menyindir ""Ciyeee...ciyeeee"" ujar mba nila sahabatnya.

Obrolan dan perkenalan singkat ini membuatku begitu terkenang, dalam diamku aku berkata lirih ""Ya Allah terima kasih engkau telah memberiku dan mempertemukanku dengan orangorang baik seperti mereka.""

Senyum dan kegaduhan Malam senin ini, harus berahir ketika denting waktu berdentang kecil menunjukan pukul jam 6:25 yang artinya aku harus bangkit dan berpamitan kepada mereka. Mengapa waktu begitu cepat setelah aku nyaman berada disini terutama kepada sosok pria yang memiliki nama Aril, yang menghujani air asmara. ""Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh."" pamitku dan dihantar olehnya Oh indahnya liburan kali ini. Lamunanku.

Tersadar, jalinan asmara kita hambir memasuki bulan kedua, dimana kisah-kasih kita berjalan secara normal, saling mengerti dan menerima, memberikan toleransi dan kebebasan dalam melakukan aktivitasku. Sebaliknya akupun membalas inbok dia dalam komunikasi tidak harus di jam istirahatnya selalu denganku, hanya terikat kepercayaan dan karunia pencipta langit dan bumi yang telah menyatukan dua insan berbeda dalam ketidak sengajaan untuk merajut menjadi sepasang kisah asmara karna-Nya,

“I Love you” tuturnya.
“I Love you too, jawabku dengan penuh rasa syukur, dan bahagia.

Ketika bunga-bunga kebahagian yang telah merajut hampir sempurna, perlahan kelopak-kelopak bunga cinta gugur aku tak mengerti namun ini nyata, aku terkena hama virus ke retekan bahtera asmara, “Allah ada apa dengan semua.” Tanyaku dalam hati. Berharap ada jalan menuju perbaikan.

***

Tahun baru cina, aku bersama keluarga majikan pulang ke kampung halaman, dari rumah ibunya tuan yang terletak di Peito, Taipei. Pagi sekisar jam 11:00 Lebih berapa sekiyan menit kami beranjak meninggalkan Taoyuan, Guiesan. Dengan koper yang berisi pakaian, selama disana nanti. Setauku selepas makan malam tidak menginap  tapi akan pulang menuju Pingtung, Orangtua Nyonya. Hanya kami berempat Nyonya, aku dan kedua balita asuhan. Sedangkan Tuan beranjak pulang ke Taoyuan, seorangan karena dia adalah seorang Dokter. Meskipun lebaran cina, dia harus kerja menjaga pasien-pasien yang berada di rumah sakit. Chang gung Linkou.

“Kongxi fa cai sin nien kuai le senti cien kang.” Ku ucapkan ketika memasuki pelataran rumah keluarganya Tuan, untuk menghormati agama mereka.
“Sie-sie ni” jawab mereka satu persatu.
“Ipoh, si yao pang mang ma?” aku mencoba menawarkan diri apakah mereka memerlukan bantuanku, saat mereka sedang menyiapkan masakan untuk makan siang.
“Pu yong lah, mang nit e ciu haole, ci kan meimei han titi” Tidak perlu, kerjakan tugasmu lebih baik kamu jaga mereka, akupun mengiyakan saja tanpa harus berkomentar banyak.

Tepat pukul jam 12:00 Siang hari, ku piker aka nada acara makan besar-besaran seperti layaknya acara imlekan, namun disini aku tidak menemukannya, mereka hanya memasak beberapa menu saja. Ada cien pai luopo, sui jiao , dan bakwan pai luopo thang. Dan untuk aku sendiri karena aku tidak memakan daging babi mereka membuatkanku goring ikan salmon dan tumis lobak putih, bersama nasi putih. Aku masih bersyukur dengan menu seperti ini.

***
Acara makan-makan berlalu dengan cepat, sepakat membawa kedua balitaku di ujung taman untuk bermain, ayunan, selorokan dan berjalan kaki menyusuri kota Peitow, Taipe. Sambil menunggu sore tiba dan pulang menyiapkan makan malam yang memenuhi meja makan, untuk merayakan imlekan, sungguh meriah. Seperti aku bersama keluargaku di Indonesia merayakan hari raya Idul fitri.

“Siao li (Nama panggilanku), junpei sou tongxi o women yao hui jia” perintah majikanku.
“She Thai-thai tongxi wo junpei haole, sengsia tamen siao pengyio te wanci” baik Nyonya, semua sudah saya siapkan tinggal beberpa mainan mereka saja.

Aku kembali membantu mereka mencuci piring, dan lain sebagainya di dapur, ketika mereka mengajak pergi akupun dipaksa berhenti oleh ibunya tuan.

“Siao li, fang ce. Tamen yao co.” letakan, mereka akan pergi.
“She nainai, sie-sie ni sin nien kuaile, cai cien” aku pamit dan buru-buru keluar dari dapur, mengangkat beberapa barang yang akan di bawa.

Pukul 8:30 Malam hari di dalam mobil mereka mengatakan bahwa akan langsung menuju Taipei main station setibanya di station, harus bergerak cepat jika tidak akan ketinggalan kereta cepat yang akan berangkat pukul 9:30 Jurusan Kaousiung. Hanya membutuhkan perjalanan beberapa menit dari peitow ke Taipei Main Station. Jam sudah menunjukan pukul 9:20 sudah sangat mepet, waktu itu keadaan aula lantai satu sudah sangat sepi mungkin karena tahun baru cina, took-toko yang berjejer sudah menutup tokonya.

“Siao li kuai tien, women laipuji” perintah Nyonya agar berjalan cepat, dia bersama anaknya yang cowok untuk membeli tiket kereta.
“Aku bersama meimei dan membawa koper, menggendong ransel, serta menuntun meimei di tambah meimei sangat rewel, sekuat tenaga aku mencoba meraih tubuhnya, meimei ting wo suo, lai ayi pao pao. Paitho tinghua. Women hui laipuji.” Entah waktu itu aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaanku yang sangat repot. Ini adalah latihanku bila kelak aku menjadi ibu.

Aku bergegas dengan cepat menuruni tangga jalan, menyusul nyonya yang sedang membeli tiket kereta ekspress, tersisah tinggal lima menit lagi, cepat cepat kami berempat berlari tentunya aku masih dengan keadaan yang sama mengendong meimei dan membawa koper. Sungguh sangat lelah seharian itu. Ketika baru saja duduk selang beberapa menit aku dan nyonya saling memandang, capek kami mengucapkan bersamaan. Kami berempat tersenyum, aku yakin bagi bocah kecil ini tak mengerti akan arti senyum lelah orang dewasa.

Didalam kereta sesekali aku tertidur dan terbangun lagi, sengaja aku tidak mau tidur, sebab aku takan bisa tidur lagi nantinya jika jam sekarang sudah tidur. Perjalan memakan satu jam setengah, tepat pukul 22:30 Kereta tiba di kaosiung dan di jemput oleh ayahnya nyonya, lagi-lagi kami tidak langsung pulang, namun menuju kerumah neneknya nyonya, disanalah tempat acara imlekan berlangsung, ada acara goring nien kao, makan suijiao yang di dalamnya terdapat satu koin jika salah satu di antara mereka menemukan logam tersebut akan di beri amplop merah oleh nenek, “Konon sepanjang tahun 2015 tahun Kambing akan membawa keberuntungan.” Pungkas mereka.

***

Kekasihku, sebelum tidur kukirim pesan singkat untuknya lewat situs line, dan facebook, aku mengirimkan pesan bahwa aku tiba dengan selamat penuh rasa lelah. Aku yakin dia sudah tidur.

Selama di Pingtung aku sangat sibuk, menjelang hari raya ulang tahun kekasih, aku mendapat inbok darinya bahwa dia meminta mengahiri hubungan, dengan rasa sikap dewasa tanpa aku harus menyakan alasannya mengapa kita harus putus, karena bagiku itu tidak penting lagi di pertanyakan walau rasa itu sangat sakit untuk aku terima, hubunganku bukan pisah karena aku selingkuh atau dia mendua, atau dia punya wanita lain yang lebih baik.

Aku sengaja tidak membalas kata-kata dengan banyak, aku katakana “Ya sudah, tidak apa-apa” aku langsung mematikan hapeku dan mencoba memejamkan mata. Namun karena aku memang yang memiliki susah tidur setiap malam jadi ketika Mp3 lagi aku putar tiba-tiba terhenti ada panggilan masuk di messenger kulihat namanya, Aril.

“Adel lagi ngapain?” Tanya.
“MP3” jawabku
“Lagi menangis iya?” tanyanya.
“Untuk apa menangis, apa yang harus aku tangisi?” bohongku menutupi rasa kecewaku.
“Maaf mas, Adel tidak membenci mas kan?” pintanya.
“Mas, Adel bukan anak kecil selepas putusan adel membenci mantan, asalkan mas tidak membuat adel marah dengan menjelakan alin kepada yang lain, adel engga akan gimana-gimana, kita tetep bersahabat.” Penjelasanku.

Malam itu hampir pukul 04:00 Dini hari, aku dan mas aril berbincang lewat via messenger saling mengungkap kegelisahan dan entah siapa yang mematikan telpon itu karena aku sudah tidak sadar, aku lelap dalam tidur. Tanpa ada kata penutup salam.

Ya Allah inikah cinta yang aku rasakan, kenapa begitu cepat jika dari awal engkau tidak mencintaiku kenapa harus ada gombalan yang membuat aku terpanah akan buaian kata-kata itu, kenapa aku terlalu menanggapi keseriusannya. Jika akhirnya aku sendiri yang akan menanggung sakit ini. Walau kerap aku ungkapkan aku tak mengapa, aku bisa tegar. Aku bisa. Yah aku bisa.
Aku hanya mengada-ngada dalam fikiranku, mungkin karena hari minggu nanti dia juga akan menemui cewe lain yang sempat inbok aku di facebook dan mengaku sebagai pacarnya masku. Jika aku Tanya ke masku bilangnya bukan dan bukan, ah inikah Nikmatnya cinta Taipei, yang bisa mengatakan cinta, sayang, cantik kepada kami kaum buruh rumah tangga, aku malu dengan diriku terlalu lemah dan percaya, aku tidak menyalahkan mas aku tidak menguhujat wanita itu. Dan aku tidak pernah marah kepada keduanya. Aku hanya marah kepada diriku sendiri. Aku terlalu memakai perasaan. Alhamdulillah semua berahir ketika rasa sayang itu masih belum jauh. Dan aku rasa ini dia bukan terbaikku untukku.

Lagi-lagi, aku teringat kata-katanya, ketika mas memberikan nomor telpon mbanya yang ada di Indonesia, dan nama facebook adik cowoknya. Dia mengatakan;

“Adel, mas serius sama adel tidak main-main, silahkan hubungi mbaku dan komunikasi sama adekku juga, jika pingin mengetahui mas itu bagaimana.” Perintahnya.
“Iya mas, lain kali adel telpone iya jika sudah ada pulsa” jawabku penuh tanda Tanya.
“Aku tuh deket sama Mbaku itu” Tanya saja ke dia tentang mas.
“Kalau mba Tanya aku siapa? Adel harus jawab apa?” kutanyakan kepada mas.
“Iya adel jawab ajah, pacar dan calon istriku” Jawabnya meyakinkanku.

Aku tidak bisa melukiskan bagaimana ketika mas memberiku sinyal kepada keluarganya tentang aku. Aku bersyukur jika memang aku bisa di terima, aku mencoba menghubungi nomor itu ada rasa deg-deg an ketika di angkat dan terdengar ucapan salam dari suara di balik hape jadulku. Obrolan yang hangat membuatku merasa nyaman bahwa mbanya termasuk orang yang mudah bergaul.
Sebaliknya dengan adik cowoknya di facebookpun sering inbokan bercerita tentang kekasihnya atau sekedar basa basi bercerita dan memberi nasehat satu sama lain. Aku sudah menemukan kedamaian bersama keluarga mas, tapi aku sadar kini mereka hanya semu untukku, mereka takan pernah menjadi bagian keluargaku karena sekarang aku dan mas sudah berpisah.

***

Minggu, 01 Maret 2015

Liburanku tiba, memang sudah di rencanakan jauh hari ketika aku masih berstatus pacaran sama mas, bahwa di hari minggu ini aku dan dia akan berwisata di kota shincu Siao ren kuo, berhubung kita sudah tidak ada lagi komitment aku memilih membatalkan tanpa sepengetahuan mas, kepada mba nila sahabatnya. Dengan alasan karena di organisasiku akan di adakan rapat mengenai liburan bulan depan di kota yilan, aku sebagai pengurus organisasi Ipit dan panita pelaksana.

Pertemuanku dengan maspun memang sudah di rencanakan, dan sebagian dari organisasi aku dan dia, mengira kami jalan berdua di acara sendiri, aku hanya tersenyum ketika mereka berfikir demikian, setelah rombongan wisata tujuan siao ren kuo di kota shincu berangkat, kami berdua memutuskan untuk ke aula dan berbincang sambil menunggu sahabatku datang untuk jalan, sebaliknya dia pun menunggu seseorang.

***
Kenikmatan cinta yang berdiri di kota Taipei begitu amat sempurna, setiap insan sangat mudah menukar dan berpaling hati ke hati lain, inikah kebebasan dimana letak perasaan, aku tak berhak marah dan mencegah ketika wanita cantik jelita berada di hadapan kita, “Yah aku kenal dia” jawab hatiku.

Mereka pergi meninggalkan aula jejak jejak langkah seiring waktu menunjukan angka jam 10:20 Am, perih ketika melihat seseorang yang pernah di hati harus beranjak dengan wanita lain. Tegarkan hatiku, butakan pandanganku. Meski kau kini bukan kekasihku. Nikmatnya cinta Taipei.

The End.

Taoyuan, 03 Maret 2015 (22:22)