NT$0.14

2015/4/13 / ENI OKTAVIANI / NT$0.14 / Indonesia 印尼 / tidak

NT$.14

 Ada banyak cara Tuhan memberikan nikmatNya. Nikmat jasmani, rohani, rezeki dan masih banyak lagi uang mungkin tanpa kita sadari. Ada banyak pula cara Tuhan membuka mata kita, seperti mempertemukan kita dengan seseorang yang kelak akan mengubah pandangan hidup kita. Seperti pagi itu, disebuah toko indonesia langgananku.
"" Hmmm, beli yang mana ya?"" gumamku lirih sambil memegang dua buah buku terjemahan karya Mustafa Mastoor dan satu kagi karya Mitch Alboom.
"" Suka baca ya, Dik?"" tanya seorang wanita yang kukira usianya sekitar 30 tahunan.
"" Iya Mbak, tapi bukan suka banget. Hanya saja aku suka mengokeksi buku."" jawabku lembut dengan senyum khas ku
"" Sudah lamakah kerja di Taiwan? Namanya siapa, Dik?"" tanyanya lanjut.
"" Alhamdulillah, sudah hampir setahun Mbak, ini kontrak kedua. aku Harunia, panggil saja Nia."" jawabku
"" Aku Nur Hidayah, panggil saja Dayah.""
 Sejak perkenalan minggu pagi kemarin, aku dan mbak Dayah menjadi akrab. Dan dari perkenalan itu pula, aku tahu  ternyata ia telah bekerja 6 bulan di kontrak kerja yang kedua di taiwan dan  tinggal di apartement seberang apartement bossku.
Pagi ini kami berjanji untuk pergi ke pasar bersama, kita telah mendapat ijin dari Boss masing-masing tentunya. Tapi, ada yang berbeda dengan pagi ini. Saat aku sedang memilih pakaian yang diobral dipasar, mbak Dayah memandangiku heran, Entah apa yang dipikirkannya aku tak peduli, aku terlalu sibuk memilih selera pakaianku daripada sekedar untuk menerka pikirannya. Sampai ketika tiba waktu untuk membayar dikasir, mbak Dayah kembali memandangiku, kali ini ia tersenyum dan mengeluarkan Nt$.10 dari dompetnya.
"" Sudahkan kamu siapkan Nt$.14mu?"" tanya mbak Dayah sambil menunjukkan uang 10 nt yang kemudian dimasukan kedalam kotak kaca kecil di depan kasir. Kemudian ia melangkah keluar toko, tanpa membeli sepotong pakaianpun disana.
kubayar harga yang tertera dikomputer kasir, 1.190 nt. Kuterima kembalian sebesar 10 nt, karena aku membayar dengan uang 1200 nt. Kupandangi struk belanja, disana tertera harga-harga tiga potong baju yang ku beli, serta uang kembalian 10 nt. Aku terdiam, bingung dengan pertanyaan serta tindakan mbak Dayah yang baru saja. Dia mengakatan Nt$.14, tapi yang dimasukan hanya sekeping Nt$.10. Akhirnya, kumasukkan uang kembalian 10 nt itu kedalam kotak kaca kecil itu juga, kemudian aku keluar toko menghampiri mbak Dayah  yang sedang menungguku didepan toko.
""kita mau kemana lagi mbak? Aku dikasih ijin sama Boss sampai jam 11 siang, ini masih jam 10."" tanyaku pada mbak Dayah sambil menali plastik yang berisi pakaian baruku. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan kata-kata mbak Dayah,
"" Hidup itu bukan pilihan. Akan tetapi,selagi kita merasakan hidup kita harus memilih.""
""maksudnya mbak?"" tanyaku bingung.
""kita beli makanan yuk, aku pagi belum sarapan."" jawabnya seolah mengalihkan perhatian.

 Kami berdua melangkah menuju sebuah toko sarapan di seberang jalan. Mbak Dayah membeli sekotak sandwich sayuran sedangkan aku memesan chicken burger, kami memutuskan untuk menghabiskan waktu sampai jam 11 siang, di toko sarapan itu.
""Maksud kata mbak Dayah tadi apa? Aku bingung."" tanyaku penuh ingin tahu kepada mbak Dayah.
""gajimu sebulan berapa?"" tanyanya dambil menatapku dalam.
Aku heran, bukankah kita sesama pekerja migran disini, kenaoa dia menanyakan gaji?  mungkinkan dia sedang kesulitan uang, lalu hendak berhutang padaku?
Pikiranku terus melayang menerka-nerka maksud mbak Dayah menanyakan gajiku. Aku yang memang enggan mengeluarkan sepeser uangpun untuk orang lain, dan lebih memilih menghabiskan uang untuk keperluanku sendiri, Meski kadang yang kubeli adalah sesuatu yang tidak penting. Aku  mulai merasa risih dengan pertanyaannya. Aku berusaha untuk tidak memberinya harapan berhutang padaku.
"" Hidup itu tentang berbagi. Yang sehat, berbagi untuk yang sakit. Yang kaya berbagi untuk yang miskin."" mbak dayah sejenak  berhenti berbicara, pandangannya terarah pada sebuah kotak kaca kecil di meja kasir di toko tempat kami menyantap sarapan.
Dugaanku semakin kuat,karena mbak Dayah mebyebut kata 'berbagi' dalam kata-katanya. Aku semakin malas mendengarkan, karena obrolan seperti ini pasti akan berujung pada kalimat, 'tolong pinjami aku uang dulu'
"" Aku memang tidak bisa membaca huruf mandarin, tapi setidaknya aku mengerti apa maksud dari kotak kaca itu dan gambar yang melekat padanya. Mereka membutuhkan kita, 10nt kita. Coba kita cermati kembali, bukankah 2,5 % harta kita adalah milik fakir miskin? gaji kita Nt$.15.840, sebulan. Berarti, 2,5 % atau Nt$.396 dari jumlah gaji kita, bukanlah milik kita. Milik mereka yang butuh bantuan kita. Dengan mengeluarkan Nt$.14 perhari, kita sudah membayar hak fakir miskin yang dititipkan kepada kita, bukankah seharusnya begitu?""
 pikiranku melayang, membayangkan berapa banyak uang yang kuhamburkan untuk hal-hal yang tidak penting. Berapa banyak uang yang aku belanjakan untuk diriku sendiri. Kini, aku menyadari, hidup adalah tentang berbagi. Yang lurus, meluruskan yang berbelok arah. Memberikan penerang, agar tidak terpelosok kedalam kesalahan yang sama dalam gelapnya dunia. Airmataku menetes, aku menyesal telah berprasangka buruk pada mbak Dayah. Betapa aku kagum telah dipertemukan dengan sosok perempuan jawa itu. Betapa malunya aku pada diriku sendiri.
"" Beruntung, kita masih diberikan waktu untuk sadar."", ucap mbak dayah sambil melangkah kearah kotak kaca kecil,  empat keping koin Nt$.1 dimasukkan kedalam kotak itu, sambil tersenyum kearahku.
"" Ayo, pulang."" ajaknya yang tanoa kusadari telah berada di teras toko
"" Sebentar, mbak. Aku masih punya hutang Nt$. 4."" kataku sambil menuju ke meja kasir.
"" xie xie ni te ai sin (terimakasih atas cinta kasih anda)."" terdengar suara ramah penjaga kasir.
"" Pu khe chi (sama-sama)."" jawabku lembut.
 "" Ada rasa haru dalam hati ini, tangan seakan bergetar. Aku yang selama ini enggan memberi, bisa merasakan nikmatnya berbagi. Terimakasih mbak telah menjadi lenteraku.""
"" Jangan berterimakasih padaku. Terimakasihlan kepada Allah, karena Dia yang menghendaki kita kemarin bertemu."" ucap mbak Dayah.
  Benar kata mbak Dayah, hidup itu pilihan. Tapi, selagi kita merasakan hidup, kita harus memilih. Memilih cara kita untuk menikmati nikmatnya hidup di dunia seorang diri, atau berbagi agar memperoleh ketenangan hati.  Bahagia rasanya setelah berbagi, serasa terlepas dari lilitan hutang. Mulai dari Nt$.14, kita bisa merasakan ketenangan hati, bahagia, dan bahkan bisa membeli tiket ke surga. Sebuah pagi yang membuka cerita hidupju yang baru. Disini, di kota ini, Kaohsiung city.
Sudahkah kita menyisihkan Nt$.14 kita, untuk hari ini?

 kaohsiung city, 29 maret 2015