Bayangan Hembusan Terakhir

2015/5/17 / Yeni Tri Rosita / Bayangan Hembusan Terakhir / Indonesia 印尼 /  Tidak Ada

Bayangan Hembusan Terakhir
Oleh: Yeni Tri Rosita

        Kejadian itu selalu hadir dibayangan Emi. Satu memori pun tak ada yang terlupakan di mimpi dan ingatan. Apakah ini cara tuhan untuk memberi nasehat dan teguran, bahwa kehidupan ini tak ada yang abadi, saat semua yang kita banggakan dan impikan akan musnah begitu saja.
       Di kala kematian ajal menjemput. Emi sadar, tak ada yang terbawa apa yang  dimiliki, kecuali amal perbuatan  kita. Rasa takut itu selalu hadir saat badan ini terasa lelah dan sakit, ada rasa takut saat Emi pejamkan mata. Hanya untuk menghilangkan rasa lelah seharian bekerja, tapi tak bisa membuka mata lagi menikmati keindahaan terbitnya matahari esok.
      Kejadian ini terjadi saat Emi menjaga seorang Ama. Pernah ada yang bilang bahwa pekerjaan yang kita kerjakan saat ini adalah jodohmu, mungkin Ama di pertemukan untuk Emi yang mengurus dan merawatnya. Kejadian ini seperti mustahil dan tak dapat di percaya tapi ini nyata.
        Awal 2009. Emi barangkat ke Taiwan hanya untuk merubah nasib keluarganya. Karena keadaan tuntunan ekonomi yang serba kekurangan, untuk biaya sekolah pun tak ada apa lagi untuk makan sehari-hari.
         Kehidupan Emi seperti berada dititik terendah dalam hidupnya. Emi ingat kisah-kisah masa kecil itu, yang selalu dikucilkan, mendapat sindiran dan pukulan kekerasan dari temen sekolah yang tidak tahu apa sebab masalahnya.
        “Iya….!” mungkin karena Emi dari keluarga yang tidak mampu. Serba kekurangan, rumah saja pindah-pindah kontrakan, untuk membeli beras saja tak ada, apalagi untuk membeli jajan.
        Kala itu makanan santapan favoritnya yaitu nasi di temani dengan bawang goreng plus kecap, atau makan Endomi rebus tiga bungkus rasanya sudah nikmat disantap bersama keluarga.
        Disaat benar-benar tidak ada uang untuk membeli beras. Ibu Emi selalu memasak nasi Aking. Nasi yang  dikeringkan  yang kemudian direbus kembali  seperti nasi, nasi Aking hanya warna dan rasa saja yang berbeda dari nasi biasa. Lauknya tidak ketinggalan, bawang goreng  plus kecap.
        Emi nikmatin masa-masa kecil itu dengan penuh suka duka, walaupun kebahagiaan itu tidak seperti teman sebaya yang lainnya, menikmati masa kecil yang indah.
         “Tapi.…! Kisah kecil dan do’a orang tua Emi sebagai penyemangat jalan hidupnya, hingga  bisa berdiri tegar melewati hidup seperti ini.”
         Dan akhirnya Emi memilih Taiwan. Sebagai Negara tujuan untuk mengadu nasib, karena ingin mengikuti jejak teman yang lain yang sukses bekerja di Taiwan. Semuanya Emi jalani sendiri dalam melengkapi data proses ke Taiwan hingga Emi berada di PT, untuk menjalani proses pembelajaran bahasa dan pembelajaran hal-hal yang ada di Taiwan.
       Singkat cerita pertama kali datang. Emi ditugaskan bekerja menjaga Titi  yang berumur 19 tahun, Sedangkan waktu itu umur Emi masih 22 tahun, Titi mengindap penyakit  Autis. Emi mengerjakan tugas  dengan penuh rasa tanggung jawab dan kesabaran. Karena tingkah laku Titi yang tidak sewajarnya anak dewasa yang lainnya, tapi Cuma bertahan satu bulan lebih.
        Bukan  berarti Emi tidak bisa mengerjakan tugas pekerjaanya dengan baik. Saat itu Emi kabur untuk sementara karena mendapat perlakuan yang kurang baik dan rasa ketakutan, intinya salah job. Tak seharusnya Emi ditempatkan di tempat itu.
         Waktu itu belum ada handpone, telpon rumah Bos hanya bisa menerima panggilan telpon, tidak bisa untuk panggilan keluar. Belum ada  bantuan saluran 1955. Bingung mau mengadu dan membela ke siapa. Sedangkan bahasa belum lancar. Penerjemah setiap hari menelpon karena dia tahu keadaan Emi saat itu. Tapi saat Emi meminta bantuan untuk di jemput. Agency hanya mengulur-ulur waktu untuk menjemputnya, Emi ketakutan dan lari untuk membela diri.
       “Tak sengaja. Mr.Wan orang kantor yang dulu mengantar Emi ke tempat itu datang dan menjemput, tanpa sepengetahuan Bos. Emi dibawa pergi.”
        Ditengah perjalanan Mr.Wan malah mengajak Emi dengan cara kabur, dan mengiming-imingi pekerjaan yang bagus,menjaga anak kecil. Tentu saja Emi tolak, karena bukan keinginan Emi untuk jalan kabur. Tanpa pikir panjang Emi menelpon Agency, memakai handpone Mr.Wan  memberi tahu  kejadian itu, akhirnya Ami dibawa ke Agency. Emi  pasrah apakah masih tetap tinggal di Taiwan atau dipulangkan ke Indonesia.
       Ternyata. Emi masih tetap tinggal di Taiwan dengan proses pindah Bos. Menunggu selama dua minggu, Emi mendapat pekerjaan menjaga  Ama. Dulu Emi tidak tahu apa yang di alami penyakit Ama, karena terbatasnya bahasa yang belum paham, Emi hanya melihat dari sisi luar Ama yang kelihatannya sehat dan selalu gembira.
      Awalnya keluarga Ama tidak suka pada Emi. Maklum pertama kali mengambil pembantu asing, jadi serba di curigakan. Kejadian itu berawal saat Emi baru satu bulan bekerja, ternyata handpone merk “SONY” keluaran baru itu, milik Erlke dari keluarga Ama ada yang hilang. Otomatis semua orang menuduhnya. Emi yang tidak tahu apa-apa hanya bisa berdo’a dan bersabar berharap ada keajaiban Tuhan yang menolong. Emi terus bekerja menuruti apa kata Ama tanpa pandang letih,walau hatinya menangis diselimuti kecurigaan.
      Selang beberapa minggu akhirnya handpone milik Erlke ditemukan dengan bantuan Polisi, dan jelas bukan Emi yang mengambilnya. Ternyata teman anaknya Erlke yang mengambil saat bermain dirumahnya. Setelah di lacak oleh bantuan Polisi.
     “Sore itu… Saat Emi sedang sibuk menyiapkan jus buah untuk ama, tiba-tiba Erlke berbicara mendekati Emi”.
      “Emi….! Handponeku sudah ketemu,”
       Dengan nada riang, sambil menyodorkan handponenya yang hilang itu. Maafkan saya selama ini saya mencurigakan kamu Emi. Sambil mendekati dan mengambil segelas jus buah yang diberikan untuk Ama.
       Emi begitu senang dan tenang mendengarnya. Bayangkan kalau tidak di temukan handpone itu, mungkin Emi akan selalu dicurigakan walaupun tidak mengambilnya. Semenjak kejadian itu berlahan-lahan semuanya bersikap baik, dan Ama lebih sayang banget kepada Emi.
         Emi tinggal berdua dengan Ama serumah. Sedangkan anak-anaknya tinggal di samping rumah Ama. Ama selalu mengajari dengan penuh kesabaran dan kasih sayang kepada Emi, sudah seperti keluarga sendiri dan selalu mengikuti aktivitas Ama, entah itu menari, karaoke,  jalan-jalan dan membuat makanan khas Taiwan.
        Emi selalu aktif dan cepat tanggap, walupun tak ada yang menyuruhnya. Emi selalu mengerjakan tugasnya dengan benar, makanya  Ama semakin hari semakin sayang padanya.
       “Tapi….!” Ama sering melarang Emi bergaul sesama teman perantau lainnya.Untuk menyapa saja tak boleh. Jika bertemu teman sesama indo, Emi hanya bisa melempar senyuman tipis kepadanya. Melarang Emi memegang handpone, sedangkan kebutuhan hidup semuanya terpenuhi.
       Jenuh dan bosan tentu saja selalu menyelimuti pikiran Emi. Karena tak ada satu orang pun untuk saling berbagi cerita. Untuk waktu menjalankan ibadah solatpun Emi kesulitan, karena tidak ada kebebasan untuk menjalankan ibadah solat.
       Emi ingat saat akan menyiapkan kopernya untuk datang ke Taiwan. Emi menyelipkan kain Mukena warna kuning, tapi sesampainya di Taiwan mukena itu tidak ada. Mungkin pihak PT mengambilnya dan melarang untuk di bawa ke negaraTaiwan.
        Walaupun secara diam-diam Emi menjalankan ibadah solat. Dengan pakaian biasa asal menutupi tubuh aurat. Tapi perasaannya takut ketahuan, pikirannya tidak tenang jika dalam keadaan solat Ama memanggilnya. Dan menyebabkan solatnya tidak khusu. Karena Ama melarang Emi untuk beribadah.
         Mungkin Ama tidak tahu  cara ibadah ajaran Agama Islam bagaimana dan kurangnya penjelasan juga saat itu. Karena pihak Agency atau Penerjemah tidak memberi tahu. Saat Emi meminta untuk menjalankan ibadah Puasa saja Ama melarangnya juga. Ama takut inilah itulah, walaupun sudah Emi jelaskan secara detail.
        Sedih rasanya tinggal dan bekerja di negara non Muslim. Tapi memang ini jalannya, Emi hanya bisa diam tak berani bicara dan berbuat apa-apa, di sela-sela tugasnya kisahnya selalu ditulis di buku harian.
        Entahlah semenjak kedekatan Emi dengan Ama. Emi mulai merasakan hal-hal yang aneh. itu berlangsung saat Emi merawat dan menjaganya. Entah itu sehati apa mungkin kebetulan saja. Dan apa yang Emi rasakan tentang Ama pasti besoknya akan terjadi, dalam ucapan  dan kejadian nyata.
       Karena terlalu aktifnya Ama. Penyakit Ama sering kambuh dan ternyata Ama memiliki penyakit Leukemia.
       Bulan berganti bulan Emi dan Ama sering menginap di rumah sakit. Itu juga Emi tahu sebelumnya, bahwa Emi merasakan akan pergi lama tapi tidak tahu pergi kemana, Emi hanya mengamati setiap kejadian.
       Setiap harinya keadaan Ama semakin memburuk.Semenjak tinggal di rumah sakit, badannya semakin kurus dan pucat. Yang Emi perhatikan, Ama sering melamun tidak seceria dulu.
        Setelah beberapa hari Ama diperiksa lebih lanjut. Menggunakan peralatan medis. Ternyata penyakit Leukemia yang dirasakan oleh Ama, sudah menyerang di bagian saraf otaknya. hingga Ama tidak bisa berjalan, yang Ama rasakan seperti kesemutan, seperti tak punya kaki.
        Salut dengan semangat Ama yang terus berjuang melawan penyakitnya. Ama tak letih - letihnya berlatih berjalan, hingga mulai bisa berjalan normal lagi. Emi dan sekeluarga ikut senang dengan perubahan Ama.
         “Tapi….” Di balik perubahannya, ada yang Emi takutkan. Saat Emi membantu memandikan Ama. Dibagian tubuh tangan dan kaki seperti ada bercak warna memerah, luka seperti kena pukulan.Rambut Ama mulai rontok,  itu tidak sedikit. Merinding rasanya. Padahal Emi membersihkan rambut dan badannya dengan pelan-pelan. Emi menangis diam dibelakang punggung Ama karena rasa takut.
         Emi tahu dari sebuah media. bahwa penyakit  Leukemia  menjelang kematian di tandai adanya rambut rontok dengan jumblah banyak seperti  membotak, dan tubuhnya ada luka-luka memerah. Sedangkan Ama malah asyik menggosok dan memainkan sabunnya dibadan sambil menikmati air hangat.
          Menjelang mendekati kepergiannya. Emi bermimpi tentang Ama, begitu jelas bahwa  Ama meminta pertolongan. Ama berada tenggelam didalam air,  seperti sulit untuk bernafas dan menggigil kedinginan, Emi langsung terjun menyelam menarik tangan Ama untuk menyelamatkannya.
         “Oh Tuhan…..”Tanpa tersadari mimpi itu nyata. Saat Emi dan Ama sedang asik menonton TV diruang tamu. Semenjak Ama tidak bisa jalan, Ama dan Emi tidur di ruang tamu. Emi merenovasikan ruang tamu itu menjadi kamar, Emi  ingat saat itu sedang menikmati cemilan Sio ye.
          Jam sebelas malam Ama dan Emi belum tidur. Saat sedang berkemas-kemas di ranjang tempat tidur, tiba-tiba Ama sulit untuk bernapas dan menggigil kedinginan. Emi pikir Ama hanya kedinginan biasa, waktu itu sedang musim semi. Emi kebingungan sedangkan Ama melarang Emi memberi tahu anak cucunya. Emi ketakutan melihat Ama semakin memucat. Emi memberi nasehat kepada Ama, agar anaknya tahu apa yang terjadi. Tapi yang ada malah Ama marah-marah tidak jelas. Emi tak pedulikan emosi Ama. Akhirnya lari menggendor-gedor pintu sebelah rumah.
        “Take….Erlke….buruan ke sini….”
         Suara cemas Emi mengagetkan seisi rumah. Dipanggilah ambulan mengantarkan Ama  beserta anak-anaknya, ke rumah sakit. Sesampai disana langsung begitu cekatanya Suster dan Dokter menyiapkan peralatan.
         Ama yang masih terdiam lemah. Dibantu dengan nafas buatan dan selang infus, disitu anak-anaknya terdiam membisu. Jam berdetik serasa  begitu lambat berputar tak satu orangpun yang terlelap tidur, perasaan membaur jadi satu. Semuanya menjaga menunggu Ama terbangun.
         Saat Emi duduk di samping Ama, dan memegang tangannya. Pukul empat pagi itu Ama terbangun, dengan muka tersenyum. Seperti tidak ada kejadian semalam. Malah Ama marah-marah kepada Emi dan Anaknya bahwa Ama sehat dan tidak terjadi apa-apa.
         Bersamaan dengan terbitnya sang mentari. Akhirnya Ama pulang dengan diiringi rasa kantuk . Sesampainya di rumah. Siang itu menjadi malam untuk menggantikan rasa ngantuk ingin tidur karena kelelahan.
         Setelah kejadian itu. Emi semakin hati-hati.Karena apa yang Emi rasakan dan mimpikan selalu menjadi nyata. Tidak berani meninggalkan Ama disaat Ama sendirian di rumah kecuali ada anak cucu yang menjaganya, baru bisa Emi mengerjakan tugas pekerjaan rumah.
        Untuk tidur saja Emi takut dan tidak tenang. Takut membayangkan saat Emi terlelap tidur di samping Ama, Ama sudah tiada, pergi meninggalkannya.
       Rasa lelah pun datang diselimuti rasa kantuk. Malam itu Emi tertidur lebih awal bersama Ama. Lampu kamar tamu itu Emi matikan hingga tidak ada orang yang  berani membangunkannya.
       Selang beberapa jam terlelap tidur. Emi didatangkan dengan mimpi-mimpi aneh lagi. Mimpi itu tentang Ama. Melihat Ama berjalan sendirian, berpakain sangat cantik berlukiskan bunga, di situ Ama sangat bahagia dan penuh kegembiraan berjalan ditaman yang luas menghijau penuh bunga. Sambil mengarahakan tangannya melambai-lambai kepada Emi dan anak-anaknya. Di mimpi itu emi hanya bilang “Ama hati-hati di sana.”  Tapi Ama malah balas dengan senyuman manis.
        “Tak tersadar mimpi itu membuat Emi terkejut dan terbangun dalam tidurnya.”
        Tubuhnya penuh keringat panas dingin menyatu, nafasnya berirama begitu cepat. Sambil menangis, Emi langsung melihat Ama yang disampingnya, memegang denyut nadi di leher dan memegang dada Ama apakah masih bernapas. Emi menangis memeluk Ama yang masih terlelap tidur. Dan ternyata Ama masih hidup.
         Keesok-kan harinya. Emi hanya memilih terbungkam diam. Di penuhi rasa resah dan gelisah. Takut mimpi itu menjadi nyata.
         Sore itu. Matahari masih tetap gagah menyinari dan diiringi dengan hembusan angin. Sedangkan Ama merasa bosan di rumah, menyuruh Emi mengantarkannya pergi ketaman dengan korsi rodanya, tapi menantu Ama melarangnya untuk keluar, sedangkan Ama memaksa Emi.
        Sesampainya di taman, ada yang aneh. Ama berjalan terbata-bata tidak seperti biasanya, serasa berat untuk melangkah. Emi menyuruh Ama berjalan kaki dengan menuntun kursi roda. Tapi Ama malah menyuruh Emi duduk di kursi roda itu.
         “Terasa lucu dan anehkan.”
         Emi yang begitu sehat malah disuruh duduk dan Ama yang mendorong kursi roda itu. Lantas Emi menolaknya dan tetap pada posisi disamping Ama sambil memegang celana pinggangnya berjaga-jaga agar ama tidak terjatuh.
         Satu jam Emi dan Ama mengelilingi taman itu. Lalu bergegas untuk pulang. Tapi sesampainya di depan rumah Ama tetap mengeluh, serasa cuaca masih begitu cerah, Ama menyuruh pergi  ketaman yang dekat dengan rumah, dan akhirnya Emi pergi ketaman satunya lagi. Sesampainya di taman setiap didepan kuil kecil samping taman, Emi selalu menyuruh Ama berdo’a. Satu putaran Emi mendorong korsi roda itu mengelilingi taman. Matahari mulai terbenam dan akhirnya pulang juga.
        Sesampainya dirumah. Emi menyuruh Ama duduk dan meninggalkan Ama di ruang TV, sedangkan Emi menyiapkan makan malam untuk berdua. Selang beberapa menit, Ama  berteriak kedinginan,  raut wajah yang begitu pucat, bibirnya membiru dan mulutnya terasa pahit, langsung emi berikan teh hangat untk meredakan rasa itu.
          Emi kebingungan di rumah Cuma berdua. Bergegaslah Emi ke rumah anak nya, sambil memanggil ambulan. Tak peduli perut kosong, dapur yang masih berantakan untuk menyiapkan makan malam semuanya ditinggalkan. Kali ini yang di rumah sakit Cuma bertiga bersama Erlke. Saat Emi mengantar Ama kekamar mandi, ada darah yang keluar dibagian tubuh Ama, lalu Emi berlari memberi tahu Erlke dan Dokter, dan akhirnya Ama di rawat inap.
         Baru tiga hari di rumah sakit. penyakit Ama semakin parah. Dokter juga kebingungan saat Ama batuk yang keluar hanya darah kental seperti gumpalan darah yang keluar dari mulut secara terus menerus. Dibagian matanya memerah, keluar darah seperti membeku. Emi tak tahan melihat kondisi Ama yang terdampar lemah di ranjang.
       Siang itu. Ama yang tubuhnya ditempelin dengan kabel-kabel monitor.Ama meminta untuk mengantarnya keluar jalan-jalan, tapi anaknya Ama melarangnya juga. Waktu itu Ama masih bisa di ajak komunikasi dan makan buah kesukaannya buah persik “suimitau”.
         Sehari kemudian Ama benar-benar tidak bisa di ajak komunikasi, hanya layar monitor saja yang bergerak dengan angka dan  garis merah, melihat tensi darah,nafas dan detak jantung untuk memastikan kondisi Ama .
        Setiap malam menjaga Ama dirumah sakit, Emi ditemani Erlke. Pertengahan malam jam dua pagi.Emi bangun melihat kondisi Ama.
       ”Ya Tuhan….” Saat melihat dan memegang kakinya serasa dingin dan pucat membiru, padahal sudah memakai selimut tebal agar Ama tidak kedinginan. Emi langsung membangunkan  Erlke, tidak berani untuk tidur lagi. Emi membacakan ayat-ayat suci Al-quran yang iya ingat dan bisa, sambil duduk disamping dan memegang tangan Ama. Pikirannya memutar kembali memori-memori indah dan kebahagiaan yang dilalui bersama Ama.
      Pagi subuh itu. Suster akan mengambil sample darah Ama. Tapi dari tangan sampe kaki tak setetes pun darah yang keluar dari tubuhnya. Emi tidak tega melihat suntikan besar itu menusuk-nusuk tubuh Ama.
      Emi bergumam. ”Sudahlah kalau tak ada darah, tak usah dipaksakan“.
      Dan akhirnya Suster pergi meninggalkan Ama dengan tangan kosong, hanya meninggalkan bekas titk-titik jarum suntikan ditubuh Ama, Karena tidak ada sample darah yang keluar. Rupanya Suster juga sudah tahu kondisi Ama. sehingga Dokter datang melihat kondisi Ama lalu pergi begitu saja.
          Pagi itu yang berjaga Emi dan Erlcie. Erlke pulang untuk istirahat, Emi tak lepas meninggalkan pandangan Ama dan  memegang tangannya. Memberikan semangat agar bisa bangun kembali sehat seperi dahulu kala.
        Tiba-tiba monitor layar berbunyi tanda merah. “Memberi peringatan.”  Saat melihat nafas, seperti mustahil yang tadinya rendah tiba-tiba naik menjadi seratus itu tandanya normal, sambil menunggu Suster dan Dokter datang, dalam hitungan detik Ama langsung menghembuskan nafas terakhir.
         ”Ya Tuhan….”Saat raga kehilangan nyawa. Emi melihat nafas terhenti yang  dihembuskan Ama. Badannya terasa lemas tak bertulang. Erlcie berteriak kencang dan menangis. Sedangkan Emi diam membisu hanya air mata yang terus mengalir mengiringi kepergian Ama.
          Menunggu hari pemakaman Ama. Malam itu Emi bermimpi lagi tentang Ama.dalam mimpinya Ama berada didalam kamarnya sambil  kehausan. seolah-olah habis pergi perjalanan jauh. Emi langsung memberi Ama segelas air putih dan berkata
           “Ama kemana saja,semua orang menunggu Ama.“ Tapi, Ama kebingungan kenapa dirumah  banyak orang.
         Emi terdiam sejenak. Karena  diruang tamu tubuh Ama sedang berbaring, sedangkan Emi melihat Ama duduk dikamar. Emi peluk Ama sekencang-kencangnya dan mengucap “Emi akan selalu menjaga Ama dengan lebih baik lagi.” Kemudian emi terbangun dan bergegas kekamar Ama, tapi yang dilihat hanya kamar kosong. Dan membayangi apa yang dimimpikan barusan sambil menangis di tempat tidur Ama yang dulu pernah ditempatin.
          “Terimakasih Ama.”
          Atas kasih sayang yang sudah engkau anggap Emi  seperti anak sendiri dan atas ilmu yang Ama berikan. Emi akan selalu ingat dengan Nasehat janji ucapan Ama. Sosok Ama menggantikan orang tua(ibu) Emi.
          Semenjak kerpergian Ama. Emi pindah, Ganti pekerjaan yang  baru. Bayangan hembusan terakhir itu tak akan terlupakan dalam ingatanya. Yang membuat Emi berusaha mendekatkan diri kepada sang pencipta. Agar hatinya tenang. Dan hanya bisa dengan cara berdo’a dan beribadah solat. Karena terbatasnya ruang dan waktu yang sehari-harinya berkerja didalam rumah.
         Emi diijinkan solat saat pindah kerja. Emi memberanikan diri mengutarakan keinginanya, meminta satu kebebasan untuk menjalankan ibadah solat dan puasa. Itu juga dibantu Agency. Memberi tahu kepada Bos, kapan waktu jadwal solat dikerjakan. Agar saat waktu tersebut Bos tahu dan mengerti.
          “Hingga saat ini dengan do’a dan kepercayaan Tuhan dan kebaikanBosnya. Apa yang Emi inginkan tercapai.”
        “Terimakasi Tuhan.”
         “Atas izin dan kekuasaanmu yang telah membolak-balikkan ciptaanmu”. Manusia hanya bisa berencana. Maka dengan cara mendekatkan diri kepadanya. Akan terasa lebih nyaman dan tenang hati ini.
        “Terimakasih Taiwan.”
        Walaupun negara non Muslim, tapi engkau menghargai dan mengerti. Memberi kebebasan untuk beribadah, bekerja, belajar, berpetualangan dan merubah roda kehidupan. Hingga bisa memberi kebahagiaan untuk kedua orang tua Emi.

Taichung, 17 Mei 2015
(Diambil dari kisah nyata)

Foot Note:
Nasi Aking = Nasi sisa atau nasi yang tidak dimakan lalu dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.
Titi              = Adik laki-laki dalam bahasa mandarin
Mukena     = Busana perlengkapan solat untuk perempuan muslim khas Indonesia untuk menutup aurat.
Autis          = Gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial,komunikasi dan prilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip.biasanya autis timbul sebelum usia tiga tahun.
Leukemia   = merupakan penyakit kanker yang terjadi pada sel darah merah putih yang diproduksi dengan tidak terkendali dan bisa menggangu terjadi sel darah normal.
Sio ye         = makanan ringan atau kecil yang dinikmati sebelum menjelang tidur malam.