MENABUR KASIH MENUAI MIMPI

2015/5/21 / PANDHAWI / MENABUR KASIH MENUAI MIMPI / Indonesia 印尼 / EMILY CHANG
Judul: MENABUR KASIH MENUAI MIMPI
Oleh: PANDHAWI

Seorang gadis desa yang lugu penuh tekad pergi ke Taiwan untuk mencari peruntungan. Dia mengeraskan hati meninggalkan semua orang yang dicintainya untuk berniat memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga dan masa depannya. Tidak mudah membayangkan sebelumnya, pekerjaan yang harus dijalaninya adalah menemani dan melayani seorang wanita tua yang sudah kembali ke jiwa anak-anak.

Aneka perasaan harus ditekan oleh si gadis saat harus memenuhi kewajibannya yang  24 jam penuh dalam sehari. Sehari semalam adalah rentang waktu yang hampir tidak menyisakan belas kasihan pada dirinya. Perasaan rindu pada Tuhannya, pada keluarganya bahkan hak-hak pribadi sering  dikorbankan demi pengabdian.

Keikhlasan atas semua pekerjaannya setidaknya berbuah dengan kemampuannya membantu Ibunya belanja, membiayai adik-adiknya sekolah dan menempatkan kepentingan dirinya. Apa yang telah dilakukan pada orang tua majikannya?

Gadis itu sama seperti yang lain. Dirinya menemani orang tua majikannya yang biasa disapa Ama. Menyayangi sosok yang sudah tidak muda lagi, seperti neneknya sendiri.

Bertempat  di Pingding Village, Tongxiao Township. Miaoli Country.  Biasanya gadis itu menikmati sunset  bersama Ama. Duduk di ayunan menikmati obrolan kecil, menyanyi dan tertawa.

“Mei-mei, saya mau ajarin kamu, menghitung pakai bahasa Thaiyi dengarkan.” Ujar Ama yang sudah siap mau mengajari gadis yang bernama Yanti itu.

“ Baik, Ama?” Ujar Yanti singkat pada Ama.

“Cit, neng, sa, si, go, lak, chit, pue, kau, cap, segitu dulu.  Coba kamu ulangi lagi.” Seru Ama pada Yanti.

“Cit,neng, sa,si, go,lak, chit, pue, kau ,cap.” Yanti pun menirukan, tapi lidahnya susah masih  kelihatan logat bahasa Jawanya.

Ama tertawa senang dan selalu mengulanginya lagi seperti biasa sampai Yanti bisa mengingat kalimatnya.

Hari  dilewatinnya tanpa beban. Meskipun Yanti rindu kepada Ibunya untuk mendengar suaranya. Ia sudah sebulan bekerja di rumah ini. Dirinya tidak memegang handphone untuk bisa berkomunikasi.

Selama bisa tertawa bersama Ama dan keramahan keluarga majikannya bisa menjadi obat mujarab menahan rasa kehangatan akan keluargaanya sendiri.

Berbeda ketika berada di rumah Tuan muda. Yanti jarang bisa menghabiskan waktu bersama Ama untuk sekedar duduk di teras. Terlalu sibuk dihabiskan untuk membereskan sesuatu sampai terlihat bersih dan tak berdebu.

Setiap hari bekerja  Tuan muda dan Nyonya jarang memperhatikan Yanti dan juga Ama. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri. Di situ terkadang hatinya sedih.

Tempat tinggal majikannya selalu  bersih itulah yang selalu dilakukannya. Kalaupun masih terlihat kotor dan berantakan Ia harus mengulang untuk membereskannya.

Pagi sebelum pergi mengurusi peternakan yang ada di halaman. Sudah tersedia makanan di meja makan. Mencuci pakaian mereka yang penuh dengan tanah liat dan kotoran yang sangat tak sedap di tumpukan baskom sebesar bak mandi.

Di rumah Tuan tualah dirinya yang lebih sering membuat dapur berantakan. Karena majikannya yang satu ini hidup di rumah sendiri,  jauh dari cucu dan anaknya. Istrinya telah tiada semenjak muda hanya ada cucu dan mantunya yang sering berkunjung melengkapi keramaian.
Seminggu sekali di rumah Tuan tua dan silih berganti lagi ke Tuan  muda, begitulah seterusnya.

Tentang Yanti dan Ama. Tuan tua lebih suruh fokus menjaga Ama dan Tuan muda menyuruh fokus membersihkan rumah dan beres-beres. Sungguh harus seimbang  untuk mengerti hal itu.

Ia belum paham kedua Tuannya itu tak pernah cocok. jika ada bertemu. hanya tatapan sinis yang terlihat dari  sepasang mata mereka. Itulah yang membuat Yanti bisa menemukan teka-teki kenapa Ama mendadak kesehatannya jatuh dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Di bangunan yang megah banyak orang berlalu lalang, berbusana putih dan terlihat beberapa sosok lansia yang mewarnai rumah sakit ini.
Ama dirawat hingga seminggu keadaannya yang lemah tak berdaya dan hanya berdiam diri di atas ranjang membuat hati Yanti seakan ingin menjerit. Tak rela masa ceria bersama hilang begitu saja.

“Mei-mei, wa be theng ki?” Suara pelan Ama di pagi ini.

“Thengisia meng, Isen?Ama ciayou!” Seruku menyemangati Ama.

Tak lama Ama merajang meminta pulang setelah kondisinya cukup membaik. Mungkin saja Ama sudah ingin berada di rumahnya. Hampir satu minggu dirawat inap. Yanti bergegas memanggil suster dan meminta tolong untuk menelpon majikannya.

Tuan dan keluarga besarnya pun datang menjemput Ama dan Yanti. untuk pulang ke rumah. Setelah menyelesaikan semua administrasi. Mobil melaju dan akhirnya sampai.

Yanti bergegas membaringkan Ama di ranjang dan mulai membereskan semua perlengkapan yang dibawa dari rumah sakit.

Entah kenapa tiba-tiba keluarga besar majikannya sering datang?  Bahkan  setiap hari untuk berkunjung melihat kondisi Ama. Anak perempuan yang jauh dari Taipei pun sering datang bersama cucu dan mantunya. Mereka sangat baik terhadap Yanti memberikan ruang khusus di tengah kehangatan mereka.

Kondisi  Ama yang belum pulih.  membuat dirinya  rindu suara nyanyian untuknya. Bahkan untuk mengajak berbicara pun jarang bisa, kehilangan moment itu.

Yanti hanya bisa memendam rasa itu mengadu pada kain yang diberikan ibunya sebelum berangkat ke Taiwan. Kain itu adalah kain sewaktu dirinya masih balita.  Biasanya seorang ibu  mengunakannya untuk menggendong.  Kerinduan terhadap Ibunya bisa terobati dengan kain tersebut.

Bahkan kain itu sangat penuh dengan aroma bekas air mata Yanti. Baginya tak bisa memegang alat komunikasi untuk sekedar mengerti kabar Ibunya. Dirinya masih memandang buku diary dan kain tersebut sebagai benda paling spesial.

“Yanti, duduklah sini jangan melamun?” Sapa Ama pada Yanti.

“Iya, Ama?” Ujar Yanti sambil mendekat duduk dipinggir ranjang Ama.

“Ama, akan pergi jauh sekali. Kamu jaga diri kamu, jangan pernah menyerah. Jalan  masih panjang masih banyak yang perlu kamu raih Yanti?” Seru Ama pelan suaranya tapi masih terdengar jelas ditelinga Yanti.

“Iya, Ama?” Ucap yanti sambil memeluk wanita yang selama ini dijaganya.

“Saya lapar ? Tolong kamu buat bubur untuk saya.”  Perintah Ama.

“Baik Ama?”  Yanti menganguk.

Yanti bergegas menuju dapur dan tak sengaja Tuan tuanya juga baru bangun dan keluar dari kamarnya.

“Pagi, Tuan?” Sapa Yanti kepada majikan tertuanya.

“Pagi, Mei-mei?  Ama bagaimana sudah bangun kah!” Tanya Tuan.

“Sudah, tuan?” baru bangun dan tadi meminta saya memasak bubur.”

“Oh, ya sudah sana kamu masak bubur.”

“Baik, Tuan? Ujar Yanti sambil berjalan  menuju dapur.”

Yanti sibuk mengaduk-aduk panci, berkali-kali tanganya terkena panci dan merah.  Bubur pun matang di taruh dimangkok supaya tidak terlalu panas. Sehingga  bisa menyuapin ama tanpa harus meniup bubur tersebut.

Bergegas ke kamar Ama. tiba-tiba mangkok yang di tangannya jatuh dan pecah. Kali ini tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Baru dua bulan Yanti menjaganya tapi harus kehilangan begitu cepat.

Yanti  menangis  dan semua majikannya kumpul melihat kejadian ini. Semua pemandangan baginya menjadi baru.  Banyak orang berdatangan dan keluarga jauh pun turut hadir. rumah majikannya tumpah, banjir air mata.

Sampai waktu siang menjelang malam tak ada makanan masuk dalam perutnya. Bagi Yanti melihat Ama terbujur kaku sudah tak ada selera untuk makan. Hari begitu cepat pihak Agensi dan penerjemahnya datang menjemput Yanti untuk pindah ke majikan baru.

Ia ingin melihat Ama untuk terakhir kalinya. tapi pihak Agensi sudah datang begitu cepat membawanya ke majikan baru. tidak terlalu jauh beda, masih di wilayah Miaoli Country.

Tianxin Village. Tempat  yanti mendapatkan majikan yang ke dua. Di sinilah dirinya masih sama merawat Ama yang berusia 86 tahun. Tubuhnya lemah tak berdaya di atas ranjang. Majikannya menunjuk arah sebuah kamar kecil yang sudah rapi tersedia. Di mana dirinya tidur satu kamar beda ranjang dengan Ama.

“Ama, tidak bisa bicara. Kondisinya juga lemah?  Kamu jaga dan rawat  ibu saya baik-baik ya.” Ujar Tuan.

“Baik, Tuan?” jawab yanti singkat kepada majikan laki-lakinya.

Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Yanti merawat Ama. Pekerjaanya tidak terlalu sibuk.  Dirinya berusaha sebisa mungkin mengangkat Ama ke kursi roda. Dan membawanya  menikmati udara luar yang segar dan kehangatan Sang mentari.

“Mei-mei, badan kamu kecil? Hebat bisa menggendong Ama.” Puji Nyonya ketika melihat Yanti menaruh Ama di kursi roda.

“Iya, Nyonya? sewaktu masih di perantauan Laoshe saya sering ngajari bagaimana mengangkat Ama.”  Jawab Yanti sambil tersenyum bangga.

“Saya mau ngajak Ama. Untuk berjemur dulu, Nyonya. Apakah boleh?” Tanya Yanti pada majikan perempuannya.

“Boleh, silahkan Mei- mei.” Jawab Nyonya.

Yanti bergegas mendorong kursi roda dan jalan-jalan . Pagi ini udara sangat sejuk. Seperti cuaca hatinya saat ini bahagia melihat  pemandangan lingkungan sekitar yang di penuhi sawah yang masih hijau.

Di pinggir area pemukiman itu dirinya melepaskan lelah menepi sebentar sambil mengajak Ama berbicara. Lihatlah justru orang-orang yang sedang lewat menganggapnya aneh.

“Mei-mei! Ama itu tidak bisa bicara kenapa kamu masih aja dia berbicara?” Ujar tetangga sebelah rumah Tuan yang kebetulan lewat.

“Iya, nggak apa-apa Nyonya? Ini untuk melatih, supaya Ama bisa bicara lagi.”  Ujar Yanti menjelaskan pada Tetangga Tuannya itu.

Menuju arah pulang ke rumah majikannya. Untuk memberes-beres dan memberi Ama minum susu. Belalai itu sering  ditarik kemudian pergi  ke dokter lagi untuk memasangnya.

Yanti tahu benar kalau Ama tidak suka memakai selang. Hingga waktu berjalan sangat cepat. Ia  sudah bisa membeli handphone untuk menelpon Ibunya tercinta. Dirinya sangat rindu dan bahagia mendengar suara Ibunya tercinta.

“Assalam'alaikum, Mak?” gimana kabarnya apakah sehat ? sudah tiap bulan periksa dokter?” Tanya Yanti kepada wanita yang dipanggilnya ibu diseberang sana.

“Walaikum sallam, Nduk? Mak baik, Alhamdulillah. Tiap bulan ke dokter? Uang yang kamu kirim juga masih ada. Kenapa baru ngabarin?  Mak kangen.” Ujar perempuan diseberang sana dengan suara isaknya.

“Maafkan Yanti, Mak! Selama di sini, tidak boleh pegang handphone sama agensi sebelum 6 bulan bekerja di Taiwan. Dan gaji sisa potongan yanti selama ini, dititipkan sama laoshe untuk mengirimnya sama mak lewat no.rekening yang yanti masih simpan. Dan sekarang jatah gaji bulan ini, buat beli handphone untuk telepon sama Mak? Yanti kangen Mak.” Ujar yanti kepada  Ibunya, sambil tak tahan menitihkan air matanya.

“Iya, Nduk? Mak juga kangen.”  Ucap perempuan itu kepada anaknya.

“Ya, sudah Mak ! jangan lupa jaga kesehatan, yanti mau lanjut kerja. Yanti disini baik-baik aja. tak perlu khawatir dengan berita yang sering Mak lihat di TV.” Ujar yanti kepada Ibunya.

Obrolan kerinduan pun selesai. Yanti bahagia sekali bisa mendengar perempuan yang menjadi ayah sekaligus ibu baginya.  Terbayar sudah penantiannya selama ini membuat harinya lebih semangat.

Ama yang dijaga pun kesehatannya membaik . Hingga Tuan dan Nyonya mengucapkan terima kasih kepada yanti.

Peristiwa itu terulang kembali. Di saat Ama bisa memanggilnya dengan sebutan “Mei-mei”  justru pergi  meninggalkan ia untuk selamanya. Gelas yang berisi susu pun pecah.  Baru saja dirinya bahagia kenapa harus menerima kesedihan ini.

Agensi lagi-lagi harus menjemput Yanti untuk menuju rumah majikannya yang baru kali ini berada di kota Taichung. Tempat kali ini berbeda tidak di wilayah yang sejuk tapi kota yang banyak asap kendaraan.

Sama seperti tugas sebelumnya. Kali ini yanti juga merawat Ama yang mempunyai penyakit kencing manis.

“Ama masih bisa berjalan?  Hanya saja, kedua kakinya bengkak harus ada yang menjaganya.” Ujar majikan perempuan ketika bercerita kepada Yanti.

“Baik, Nyonya? Saya akan menjaga Ama dengan baik.” Jawab yanti singkat.

Yanti dan Ama tinggal di rumah sangat kecil. Ruangannya sangat sempit hanya ada dua kamar. Satu untuk Nyonya dan Tuan dan satu lagi untuk Ama. Menjaga Ama yang masih jalan tidak harus mengelurkan tenaga untuk mengangkat cukup menjaga selalu disampingnya supaya tidak jatuh.

Ama suka sekali jalan ke Taman. Iya, pemandangan disini sangat besar dan bagus, Yanti mengamati sekitar juga banyak para perempuan yang seusia Ama berkumpul. Untuk sekedar ngobrol, olahraga dan juga jalan-jalan. Yanti juga akrab sekali dengan para sahabatnya yang baru dikenalnya itu. Lewat obrolan kecil yang membuatnya jadi kenal serta tiap hari berjumpa.

Suasana yang seperi itu hanya berlaku sebentar buat Yanti, karena Ama yang dijaganya sekarang kondisinya harus di rawat di rumah sakit. Penyakit kencing manisnya semakin parah.

Butuh waktu untuk baik. Tapi setelah itu kehidupan berubah lain. Baru 3 bulan Yanti bekerja. Tempat pukul 10.00 Taiwan, Ama menghembuskan napas terakhirnya. Yanti selalu tak mengerti, kenapa kejadian seperti ini akan terjadi lagi?

Pindah di daerah Cungli oleh pihak Agensinya merawat  Akong. Mungkin ini baginya pekerjaan yang tak biasa setelah yang dirawatnya Ama.

Tugasnya tak banyak hanya menjaga Akong yang punya penyakit lupa. Di lantai atas masih ada cucu dan istrinya tinggal. Setiap hari Nyonya dan Tuan datang membawa mobil box berwarna biru.

Di  belakang rumah terdapat  Ayam dan bebek. halamannya sangat luas. Serta banyak rumput dan semak-semak yang menghiasi. Setiap jam 5 pagi yanti harus mencuci baju kakek dan dirinya, di samping rumah.

Setelah selesai mencuci dengan tangan dirinya mulai sibuk membuat sarapan dan membangunkan akong untuk ke kamar mandi gosok gigi dan cuci muka sebelum makan.

Cuaca yang kerap  mendominasi pagi tak melemahkan semangatnya. Ia terus berjalan kaki bersama akong untuk sekedar jogging. Selesai jalan-jalan akong pun tidur di kamar.

Yanti siap bertempur dengan aktifitasnya hari ini. Dengan baju yang panjang telah siap topi caping dan sepatu boot dipakainya untuk membersihkan kandang ayam dan bebek. Serta untuk ngasag di pekarangan rumah majikannya. Dibawanya cangkul dan ember berwarna putih yang tingginya hampir sama dengan dirinya.

Ayam dan Bebek itu lebih dari 20 ekor sangat banyak. Apalagi kandangnya harus setiap hari dibersihkan.  Cara mengerjakan nya, tanah tersebut dicangkul bersama kotoran ayam dan bebek  yang berserakan kemudian dimasukkan kedalam ember sampai penuh.


Aroma kotoran yang sangat menyengat membuat dirinya kadang tak tahan. Majikannya tak pernah membelikan masker buatnya. Jadi tanpa maskerpun bisa membersihkan kandang tersebut.

Ketika langit mulai gelap yanti baru bisa istirahat. Tidur pun tak sangat lelap.  Akong bangun ke kamar mandi. Gadis itu pun sadar Akong keluar dari kamar dan dicarinya Akong kenapa tiba-tiba menghilang?
Tepat pukul 02.00 Taiwan. Di tengah malam yang gelap dan sunyi angin begitu segar. Melewati angin malam  dan kesunyian wilayah dari kota.

Yanti sibuk mencari  akong. Dirinya kenapa bisa tidur nyenyak sehingga Akong menghilang tak tahu pergi kemana? Hampir satu jam, berjalan sangat jauh menyusuri malam panjang untuk bisa menemukan Akong.

Takut kalau tidak ketemu pasti Tuan dan Nyonya akan memarahinya. Sekuat tenaga harus ditemukan.

Terlihat Akong sedang berada di pinggir jalan.Yanti bahagia sekali bisa menemukan Akong dan membawanya pulang ke rumah. Sedangkan pagi begitu langsung menyambutnya.

Dengan rutinitas seperti biasa masak pagi untuk sarapan Akong dan juga dirinya. Sebelum pergi ke lahan mencangkul, bercocok tanam dan membersihkan  kandang ayam dan bebek.

Hingga  bertahan selama 4 bulan. Tapi jalan kadang tak sesuai harapan. Akong yang dijaga pun meninggal lagi. Hingga dirinya pun pindah lagi.

Sudah beberapa kali dirinya gonta-ganti majikan bukan tidak betah tapi karena Ama dan Akong yang di jaga meninggal. Itulah tugasnya selama ini mempunyai kesempatan untuk merawat dan menjaga walaupun lelah selalu pindah dari kota satu ke kota lain. Tapi ini adalah ilmu yang Yanti dapatkan tidak harus dibangku sekolah dirinya menimbah ilmu.

Lewat pengalaman dan tugas yang selama ini dijalanani adalah PR yang telah diselesaikannya. Sering kali kehilangan tapi Tuhan memberikan sebuah kesempatan yang luar biasa buat Yanti. Jadi tak sepantasnya harus menyesalinya. tapi bersyukur bisa diberi kesempatan mempunyai pengalaman yang luar biasa.

Hingga perjalanan berlanjut ke kota Nantou. Yanti sekarang merawat Ama. jadwal rutinnya setiap minggu sekali; dari pagi sampai sore mengantar Ama ke sebuah Rumah Sakit di kota Taichung untuk check up.



Nantou, 21 Mei 2015


Fote Note:
(Diambil dari kisah nyata)

Wa be theng ki=aku mau pulang
Theng isia= tunggu sebentar
Akong= kakek
Ama=nenek
Mei-mei= panggilan anak yang umurnya lebih kecil
Cit=satu
Neng=dua
Sa=tiga
Si=empat
Go=lima
Lak=enam
Chit=tujuh
Pue=delapan
Kau=sembilan
Cap= sepuluh