(Opini)_RUMAH POHON

2014-04-13 / Arumi Olive / (Opini)_RUMAH POHON / Bahasa Indonesia /  Tidak ada

Artikel Opini_RUMAH POHON
Oleh_Arumi Olive

RUMAH POHON
Oleh Arumi Olive

Ketika kanak-kanak saya bermimpi ingin mempunyai sebuah rumah pohon. Apalagi semasa kecil memang menghabiskan waktu di perkebunan kopi milik Ayah. Bisa dibilang, hingga di usia 26 tahun ini kehidupan saya tidak bisa jauh dari pohon. Namun sayangnya mimpi itu belum terwujud. Ya, namanya saja mimpi mungkin jalan termudah untuk mendapatkannya adalah dengan tidur.


Namun itu tidak berlaku sekarang karena saat ini adalah kedatangan saya ke Taiwan untuk yang kedua kalinya sebagai buruh migran. Lebih tepatnya mengambil pekerjaan sebagai perawat orang tua. Di sini saya tidak lagi menggunakan kata 'mimpi' sebagai sebuah pencapai tujuan. Sebab dulu saya juga tidak pernah bermimpi bisa tinggal di Taiwan. Negeri kecil yang menyediakan 'rumah bagi setiap pohon'.

Saya menyebut Taiwan sebagai 'negeri rumah pohon' bukan hanya karena kekayaan alamnya tapi juga sebagai negeri yang mampu menyediakan pengharapan bagi kaum migran. Mengingat jumlah tenaga kerja asing yang terus bertambah setiap tahunnya. Dan itu juga diimbangi dengan upaya pemerintah Taiwan untuk memperbaiki kesejahteraan para pekerja asing.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pohon dan buruh migran memiliki keterkaitan tidak langsung yang berperan penting terhadap kelangsungan hajat hidup umat manusia di bumi. Pohon yang memegang kendali atas kelangsungan ekosistem makhluk hidup, sedangkan buruh migran sebagai penyeimbang siklus perekonomian. Seseorang tidak akan sampai ke puncak pohon tanpa ranting-ranting di bawahnya, dan di sinilah peran buruh migran itu akan terlihat.

Dewasa ini yang memprihatikan adalah ketika kedua peranan itu digantikan oleh pohon sintetis dan mesin-mesin besar yang masing-masing memiliki dampak positif dan negatifnya. Hal ini menyebabkan pohon-pohon kekurangan tempat untuk tumbuh dan berkembangbiak. Sebagaimana kita ketahui bahwa beberapa jenis pohon telah punah dan pengangguran menjadi masalah yang belum ditemukan solusinya.

Dalam istilah biologi Indonesia dan Taiwan membina sebuah hubungan simbiosis mutualisme, dimana kedua belah pihak saling mendapatkan keuntungan. Terutama bagi para pekerja migran yang kesulitan mendapatkan penghasilan guna memenuhi kelangsungan hidupnya di Indonesia. Sementara keuntungan lain di pihak masyarakat Taiwan adalah mereka dapat menjalankan siklus kehidupan dengan lebih baik.

Terutama di sini akan diulas mengenai para buruh migran yang bekerja di bidang informal (rumah tangga) karena jumlahnya lebih banyak daripada bidang formal (pabrik). Mengapa? Karena peranan mereka tidak terlihat nyata namun mempunyai efek yang luar biasa.

Suatu contoh misalnya. Seorang pekerja kantor yang memiliki orang tua lanjut usia dimana orang tersebut membutuhkan perawatan dan pengawasan. Mereka tidak mungkin berhenti dari pekerjaannya untuk menjaga orang tuanya. Sementara penghasilan mereka juga pas-pasan jika harus menyewa pekerja dari orang Taiwan sendiri. Di sini buruh migran berusaha menawarkan solusinya. Dan kelangsungan perekonomian dapat terus berlanjut.

Namun dewasa ini, hubungan yang dibina sepertinya mengalami pergeseran makna. Jika dahulu hubungan itu dimaknai sebagai hubungan yang 'saling membutuhkan' maka sekarang agak bergeser menjadi hubungan 'saling mengharapkan'. Hubungan ini terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk hubungan saling membutuhkan biasanya dipengaruhi oleh faktor primer ekonomis. Sedangkan hubungan saling mengharapkan dipengaruhi
oleh faktor sekunder ekonomis.

Faktor primer ekonomis seseorang memperkerjakan buruh migran karena pertimbangan biaya, waktu dan tenaga. Sebagai contoh seperti pembahasan sebelumnya mengenai seorang pekerja kantoran. Itu artinya jika kedua belah pihak tidak menjalin ikatan kerja maka akan terjadi permasalahan yang lebih besar.

Sedangkan faktor sekunder ekonomis seseorang memperkerjakan buruh migran karena pertimbangan yang kurang begitu penting. Jadi meskipun kedua pihak tidak melakukan ikatan kerja maka tidak akan menimbulkan efek yang signifikan.

Ada kisah yang mungkin ini sudah menjadi 'rahasia publik'. Sebuah keluarga yang memperkerjakan buruh migran hanya untuk merawat anjing piaraan. Bahkan biaya yang dikeluarkan untuk merawat anjing itu lebih besar daripada gaji yang mereka keluarkan untuk membayar pegawainya.

Berikut ini adalah sebuah kisah kegelisahan yang lahir dari kaum buruh Taiwan dan Indonesia. Dia adalah seorang buruh Taiwan yang bekerja dari rumah ke rumah. Setiap hari ia bertugas membersihkan rumah milik orang yang menyewa jasanya. Gajinya dihitung per-jam selama lima hari kerja. Ia mengkhawatirkan masa depan anaknya karena biaya hidup yang semakin tinggi. Dan kini tak banyak orang Taiwan yang mau bersusah payah bekerja sepertinya karena menyewa jasa buruh migran biayanya lebih murah. Selain itu, jika hal ini terus berlanjut ia khawatir akan banyak pengangguran di usia produktif. Kini banyak masyarakat yang memiliki pekerja asing di rumahnya membiarkan putra-putri mereka ketergantungan bantuan pada pekerja asing. Bahkan untuk mencuci baju sendiri mereka enggan karena sudah ada yang mengerjakannya.

Dan kegelisahan lain lahir dari buruh Indonesia. Kesuksesan yang diperoleh dari bekerja di luar negeri mempengaruhi pola pikir mereka. Kemudian tertanam menjadi sebuah cita-cita bahwa bekerja di luar negeri
adalah sebuah solusi. Mereka tidak harus bersusah payah membuka wira usaha. Cukup mengandalkan gaji bulanan dan mereka pikir kehidupan akan terus berjalan. Padahal jika ini berkelanjutan, maka masayarakat Indonesia akan menjadi ketergantungan dan tidak mampu mandiri. Jika sudah begini, maka esensi 'rumah pohon' pun akan turut bergeser.

Pada hakikatnya buruh migran itu ibarat akar pohon yang harus menyusup kedalam tanah guna menemukan sumber makanan untuk kelangsungan hidup seluruh bagian pohon. Yang mana setiap bagian pohon baik akar,ranting, dan daun memiliki keterikatan erat dan tidak bisa dipisahkan. Bila satu kesatuan tersebut mampu melaksanakan tugas dengan baik dan menjaga keseimbangan maka dapat menghasilkan buah yang baik pula. Ya itu berupa masa depan cerah.