SEKELUMIT KISAHKU DI TAIWAN

2014-04-19 / Irnelya Sari / SEKELUMIT KISAHKU DI TAIWAN / Bahasa Indonesia / Tidak ada


SEKELUMIT KISAHKU DI TAIWAN
Oleh, Irnelya Sari


Dengan berbekal bahasa dan keterampilan yang pas-pasan, aku mencoba keberuntungan merantau ke Taiwan. Negara kecil nan subur itu, menyambutku dengan ramah.

Tanggal 3 Mei 2001, untuk pertama kalinya aku menapakkan kaki di negara yang berjuluk Formosa ini. Perjalanan Jakarta-Taipei selanjutnya transit ke Kaoshiung aku rasakan dengan berdebar-debar. Betapa tidak dari 12 TKI yang diberangkatkan dari Jakarta, hanya aku yang transit ke kota terbesar ke-2 di Taiwan itu.

Bertanya, dan selalu tersenyumlah karena dengan bermodal keduanya jalan kita akan mudah. Begitu wejangan orangtua, mengingat anaknya yang pemurung.

Nawaitu!
Demi anak dan keluarga, aku sambut Taiwan dengan segala tantangannya. Bismillah ...

Langkah terasa ringan saat perwakilan agensi menjemputku kala itu. Gedung bertuliskan Do-Best berdiri dengan megah di depan mata. Bangunan tempat para agensi menjalankan rutinitas. Aku dipersilahkan istirahat setelah menandatangani beberapa dokumen yang hanya aku baca separuhnya. Itu lah faktanya, agensi tidak memberi keleluasaan kita mengerti isi perjanjian. Termasuk di dalamnya perjanjian sejumlah piutang kepada yayasan atau bank di Indonesia, yang dicicil berkala sebanyak NT$.9525 x 9 bulan. Dari besarnya pinjaman yang hanya Nt$.60.000. Sungguh sangat mencekik para TKI, karena tidak ada perubahan kurs dari tahun ke tahunnya. Tetap pada angka Nt$.280 saja. Aku mengerti itu sangat merugikan. Tetapi melawan agensi tidaklah cukup dengan pengetahuanku saat itu. Hanya perlawanan yang sia-sia. Aku juga memilih merelakan saja uang itu, mengingat di Indonesia sangat susah mencari pekerjaan.

Mandarin Taiwan sedikit berbeda dengan Cina daratan. Di lihat dari ejaan 'Pinyin' maupun pengucapannya. Dalam bahasa Mandarin ada yang disebut suara satu, dua, tiga, dan empat. Adanya pengelompokkan suara datar, rendah, melengkung, dan ditekan ini menyulitkan para BMI dalam mempelajari bahasa. Karena tidak belajar secara formal sebelumnya. Pelajaran yang kami cerna secara otodidak kadang memicu salah pengertian. Tetapi, tak jarang juga menjadi hiburan gratis buat para majikan, karena ucapan kami dianggap lucu. Seperti aku misalnya, pengucapan kata 'mei you chai' (tidak ada sayuran) yang salah, membuat majikanku hanya bisa melongo. Karena yang dia cerna adalah 'mei you chai' (tak ada di rumah) yang lain.

Jadi, karena hal ini pulalah pada rumah sakit atau instansi yang menangani masalah kesehatan tidak kita temui keterangan lantai 4 pada gedungnya. Itu dikarenakan kata 'sh' atau empat pengucapannya sama dengan 'sh' yang lain yang berarti mati. Yang berarti pula mendoakan kematian kepada pasiennya.

Ada alternatif bahasa bagi para TKI non formal, yang sebagian besar menjadi perawat para manula. Bahasa mereka dominan dengan bahasa 'min nan yi' atau min selatan.

Hari-hari kulalui dengan kakek saja. Terkait pekerjaan, sudah aku tekadkan untuk tidak menunggu perintah. Kakek yang ada kerusakan saraf motorik pada otaknya, membuat beberapa titik tubuhnya tidak berfungsi dengan baik, terlebih tangannya. Otomatis, menyuapi dan membantunya mandi sangat diharuskan. Bersyukur, majikan memberitahuku mana yang boleh dan dilarang untuk dikerjakan. Sehingga tak ada kendala dalam pekerjaan.

Kepulauan Taiwan terletak sekitar 180 kilometer di lepas pantai tenggara Cina daratan, berseberangan dengan selat Taiwan, dan memiliki luas wilayah 35.883 km persegi dengan jumlah penduduk kurang lebih 23 juta jiwa (sumber: Dari majalah Indosuara). Meski dengan kepadatan penduduk yang sedemikian rupa, tidak membuat Taiwan terpuruk. Struktur tata kota terealisasikan sesuai fungsinya. Ruang terbuka hijau, sarana olahraga, wahana bermain anak, pusat perbelanjaan, tempat-tempat ibadah, selokan, dan saluran pembuangan limbah, dikelola dengan sangat baik.

Serangkaian tagihan seperti: telepon, listrik, air, asuransi, dan lain-lainnya, sudah menjadi hal biasa. Beban biaya hidup yang berat membuat mereka harus pintar mensiasati. Bagi mereka yang berusia produktif akan memprioritaskan satu, atau dua pekerjaan. Semangat hidup yang patut diacungi jempol. Seperti halnya anak perempuan dari nyonyaku, dia menjadi guru private bahasa Mandarin bagi beberapa anak dari pengantin asing asal Amerika di sela kesibukannya, sebagai teller di Land Bank of Taiwan. Dari Nt$.500 per orang, selama 10 jam dibagi 5 kali pertemuan, merupakan penghasilan tambahan untuk membiayai pendidikan masternya yang sempat tertunda. Begitu seperti dituturkannya waktu itu.

Aku termasuk beruntung, majikan memberikan tempat tinggal, dan makan gratis. Hal ini dapat menghemat biaya sewa yang cukup mahal di Taiwan. Bayangkan, untuk ukuran kamar dengan fasilitas yang standard saja, dikenakan biaya sewa lumayan tinggi. Seperti dituturkan oleh majikanku, untuk rumah dengan satu kamar ukuran 3 x 3 meter, ruang tamu, dan kamar mandi saja harus merogoh kocek sebanyak Nt$ 7000-8000 sewa/bulannya. Dan sekitar Nt$.28.000-30.000 untuk rumah sekelas apartemen di daerah Taipei. Belum lagi biaya listrik, telepon dan air. Jadi, harus pandai-pandai mencari tambahan dari pekerjaan lain. Aku beruntung, majikanku cukup mengerti dengan keadaan ini. Jadi, mereka tidak mengizinkan aku menyewa kamar di luar.

Majikanku juga mengajarkan cara berhemat, karena banyak fasilitas gratis di Taiwan. Seperti di daerah tempat tinggalku misalnya. Pemerintah kota Taichung memberikan biaya bus gratis di setiap penumpang yang menggunakan bus kurang dari atau sama dengan 5 km. Fasilitas ini bisa digunakan bagi kita yang memiliki kartu yoyo card atau easy card. Mengakses wi-fi gratis juga disediakan oleh toko 24 jam yang berlogo 7-11. Sungguh sangat membantu.

Sebagai masyarakat awam, aku menganggap Taiwan kejam. Dulu. Karena kerja 24 jam non-stop. Pun, tak ada jatah libur. Tetapi lagi-lagi aku dihadapkan pada realita bahwa: begitulah hidup. Kerasnya hidup, menggembleng mereka menjadi masyarakat yang berkarakter. Cara berjalan mereka sangat cepat, serius, pekerja keras, dan cenderung cuek.

Banyak yang dapat kita petik dari kerasnya hidup di negara maju seperti Taiwan. Apakah kita akan menjadi seperti telor? Kentang? Atau kopi? Telor misalnya, sifat dasar telor yang rapuh dan mudah pecah ternyata menjadi keras setelah proses penggodokan. Lain telor lain pula dengan kentang dan kopi. Yang memiliki reaksi berbeda setelah melalui proses yang sama. Kentang yang melunak dan kopi yang mengubah warna air menjadi hitam tetapi menebarkan aroma yang khas pada sekitar. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Taiwan oh Taiwan. Negeri nan elok dan menawan. Yang membuat banyak hati tertawan. Negeri yang banyak memberi energi, pada kami para TKI. Dengan sumbangsihnya kepada pertiwi kami menamakanmu ibu peri.

Yah, inilah Taiwan. Negara dengan sejuta adat dan budayanya. Seperti kata pepatah, di mana tanah dipijak, di sana langit dijunjung. Terkadang, aku sangat rindu dengan tanah air tercinta. Rindu dengan keluarga saudara-saudara dan keluarga besarku. Inilah salah satu kerinduan yang paling menyesakkan dada. Bayangkan, kami terpisah oleh lautan beribu-ribu mil jauhnya.


Yang terpikirkan olehku, di saat masa-masa pemikiran kritis itu datang, bagaimana keadaan mereka? Cukupkah kasih-sayang dan pengorbanan ini bagi mereka? Seorang Ibu, seharusnya selalu berada dekat di sisi mereka. Aku sangat mengerti akan hal ini. Selayaknya aku di sini, sungguh, merasakan hal sepi yang luar biasa.


Dalam doa saat aku bermunajat di keheningan malam, aku katakan kepada Tuhan: "Wahai Tuhan yang Maha Penyayang, kuatkanlah diri ini. Kuatkanlah mereka yang sangat aku cintai. Tolonglah aku disaat kerinduan itu memasuki urat hati. Disaat beriak rindu ini menjadi gelombang. Yang akan menggulung dan menenggelamkan badan. Lindungi hamba-Mu, Ya, Robb... Aku hanyalah seorang wanita yang terpisah dari anak-anak. Anak-anak yang kucintai dan rindukan. Jika ini adalah ujian dan kehendak dari-Mu, aku ikhlas dan ridho, wahai Tuhanku yang Maha Agung. Mantapkanlah niatanku dalam perjuangan. Ijinkan aku berpeluk dengan mereka pada pekat malam-Mu ini."

Berpisah dengan anak dan orangtua tercinta bukan perkara mudah, ditukar dengan tetesan airmata, keringat, dan kesabaran. Sering hati ini bertanya, sanggupkah aku melaluinya?

Selembar kain pemberian ibu, obat pelipur disaat kesedihan. Rindu kepada anak tercinta membuncahkan luapan-luapan perasaan. Tak jarang kerinduan membuatku amarah. Amarah yang harus sesegera mungkin aku redam. Karena akan berpengaruh pada pekerjaan. Sering aku mengajaknya berbicara. Ya, kain 'ajaib' itu. Saat gumpalan rindu ini tak mampu kubendung. Berbicara tentang sebuah kerinduan, bercerita tentang kepahitan di perantauan. Kerinduan kepada mereka yang telah kutinggalkan. Aroma keringat ibu dalam kain itu, selalu memberi energi padaku dalam menemukan kepingan puzzle-puzzle impian.


Aku merasakan, doa adalah suatu kekuatan. Ini seperti kita memakan makanan yang bergizi. Apakah kita hanya cukup makan saja agar tubuh kita sehat dan kuat? Tentu tidak. Kita memerlukan olah-raga. Suatu kegiatan yang membuat metabolisme tubuh menjadi seimbang. Kita memerlukan suatu spirit/semangat dari kegiatan rohani itu. Aku rasakan banyak sekali manfaatnya.


Terkadang, di dalam keadaan ini, aku membutuhkan orang-orang lain sebagai bentuk penyemangat batin ini. Jika aku sumpek dan merasa resah, maka aku berkunjung ke sebuah taman besar. Di sana banyak berkumpul kawan-kawan senasib dan seperjuangan. Kami saling bertukar pikiran dan pengalaman. Banyak sekali informasi dan saran positif yang aku dapatkan. Bersyukur majikan memberi keleluasaan waktu padaku untuk hanya sekadar bercengkerama sejenak dengan teman-teman setanah air.


Yah, kesempitan ternyata dapat memberikan peluang. Suatu tekanan mental yang sangat kuat dan besar, mampu membuat diri ini menyelaraskannya. Kekuatan tersembunyi yang tersimpan di dalam suatu titik yang entah di mana ia akan keluar sebagai cahaya yang sejuk. Aku rasa, kesabaran dan doa. Itu dapat membuat kekuatan tersembunyi itu muncul tanpa kita sadari. Kekuatan yang merupakan milik anak-turunan Nabi Adam. Aku namakan ia, 'Adaptasi'.


Bagi teman-teman yang berniat mengikuti jejakku memilih menjadi TKI. Alangkah baiknya apabila diimbangi dengan keterampilan yang cukup. Percayalah dengan memperbanyak ilmu, kita tidak akan merugi. Dengan dibarengi sumber daya manusia yang cukup, semakin Taiwan bersahabat dengan kita. Dan peluang menaklukkan hati majikan akan semakin besar.

Pada saat cobaan datang, bertahanlah. Perbaiki kualitas pekerjaan, pelajari bahasa dengan mencari alternatif -cara mempelajarinya- lainnya. Jangan kabur! Beban hidup di Taiwan berat, lho. Tanpa fasilitas dari majikan segalanya harus kita pikirkan sendiri. Berapa gaji kita? Ingat! Anak dan keluarga menunggu kesuksesan kita, bukan kegagalan.

Cari solusi, pesatnya teknologi memudahkan kita terhubung dengan orang-orang penting. Mereka pasti membantu. Tetapi memang harus sabar, karena bukan hanya kita yang mereka tangani. Contohnya pada saat aku melaporkan agensi karena memungut uang tidak sesuai prosedur.

Saat itu, aku menginjakkan kaki di Taiwan yang ke-2 kalinya. Mendapat job di daerah New Taipei City. Sudah mulai pintar, dong, pastinya! Aku mendatangi konseling di daerah Banchiao, setelah sebelumnya bertanya ke saluran 1955 dan KDEI via telepon. Tidak hanya sekali, aku terombang-ambing selama dua bulan sampai kasusku ditangani. Alhamdulillah kesabaranku membuahkan hasil. Agensi mengembalikan uang yang sudah mereka terima, penuh.

Inilah ceritaku. Semua ini dapat tertulis, karena ia adalah kisah sejati. Aku bagikan ini untuk menjadi pengalaman. Sebuah pengalaman kecil, yang aku sangat bersyukur jika dapat memberikan manfaat. Pengalaman batin yang sungguh tidaklah mudah. Kesepian dapat membunuhmu secara perlahan, tetapi tidak untukku. Kesepian adalah mahluk hidup seperti kita. Dia datang, karena dia jugalah sepi di sana. Temani kesepian itu secara dewasa. Ajak ia bicara, maka kesepian akan menjadi teman baik. Jangan benci kesepian...

Dengan gaji yang besar berpotensi untuk bisa meningkatkan taraf hidup keluarga, jadi manfaatkan sebaik-baiknya. Memiliki rumah sendiri, menyekolahkan anak-anak kita ke jenjang yang lebih tinggi adalah mimpi dari sebagian besar BMI yang dibawa sampai ke negeri Formosa ini. Jadi, masih haruskah kita berleha-leha? Sementara 'laopan' dan 'laopaniang' kita saja makan sambil berlari. Ayo, semangat!


※※※THE END※※※


Biodata:
Penulis: Irnelya Sari
Nama: Neli
Tempat, tanggal lahir: Subang, 18-Mei-1978
Alamat: No. 72, Ln. 261, Zhongqing Rd., Shalu Dist., Taichung City 43346, Taiwan (R.O.C.)
No Tel: 0979428855
Email: irnelyasari1@gmail.com