Usaha Sampingan? Mengapa Tidak?

2014-04-18 / Asri Fara / Usaha Sampingan? Mengapa Tidak? / Bahasa Indonesia / Tidak ada

      Usaha Sampingan ? Kenapa Tidak?

Harga kebutuhan pokok semakin hari semakin mahal, sedang upah buruh tak pernah naik. Setiap orang dituntut untuk mencukupi, bagaimanapun caranya. Mungkin, bagi pedagang tidaklah sulit. Tapi bagi para pegawai atau buruh yang mengandalkan gaji perbulan, akan sangat kesulitan menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran tersebut.
Terlebih bagi kita para BMI di sektor nonformal. Karena kita telah terikat kontrak dengan segala peraturannya. Kita dilarang keras bekerja di luar rumah majikan yang mengontrak kita selama tiga tahun.
Eittss...tapi itu dulu, di saat para BMI masih belum melek teknologi informasi, seperti sekarang ini.
Dengan mengandalkan layanan internet itulah, sekarang banyak BMI yang menjalankan jual beli pakaian dan aksesorisnya, yang lebih sering disebut bisnis online. Bahkan tak hanya pakaian, bahkan alat rumah tangga dan obat-obatan pun ada.

Namun, ditengah menjamurnya bisnis online yang praktis dan efisien.sebagai usaha sampingan. Ternyata masih ada salah seorang BMI yang mengandalkan cara tradisional dan sederhana untuk menjalankan usaha sampingannya. Apakah itu?
Simak cerita saya berikut ini.

Sebut saja namanya Sarmi. BMI asal Subang-Jawa Barat. Wanita bersahaja, dengan pemikiran sederhana namun berdampak luar biasa bagi kelangsungan perekonomian keluarganya di Indonesia.

Tahun 2012 lalu, anak sulungnya mengalami kecelakaan dan harus menjalani operasi pada kakinya. Untuk itu dibutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dia pun menggadaikan kalung pada rentenir kenalannya dengan bunga yang besar tentunya. Memang, biaya operasi dapat terlunasi saat itu, tapi bagaimana menebus kalungnya kelak?. Itu yang membuatnya kelimpungan. Sedang gajinya setiap bulan, hanya pas-pasan untuk biaya makan dan sekilah ketiga anaknya.

Suatu hari, ketika Sarmi hendak liburan ke Taipe Main Station(TMS). Ada seorang teman yang minta tolong dibelikan tempe di TMS. Yaah...waktu itu memang hanya di toko Indonesia yang menjualnya. Dan untuk mrndapatkannya harus ke TMS dulu.
Nah, dari situlah tercetus ide untuk membuat tempe, yang nitabebe sudah dikuasainya sejak masih di kampung dulu.

Awalnya dia hanya membuat sebungkus, lalu digorengnya dan ditawarkan ke teman-temannya untuk dicicipi. Mereka yang sudah merasakan tempe buatan Sarmi pun memuji keenakan rasanya. Mereka lalu meminta Sarmi untuk membuatkannya.

Sarmi kemudian membeli sebungkus kacang kedelai seberat 600 gram (1 cin dalam istilah di Taiwan),seharga 20 NTD, sepitong ragi khusus tempe seharga 5 NTD, serta plastik pembungkus dan tusuk gigi baru.
I cin kedelai dijadikan 3 bungkus tempe, dengan masing-masing ukuran 15 cm x 25 cm. Dan dia menjualnya dengan harga 50 NTD per bungkus, lebih murah 30 NTD dari harga pasaran di toko-toko Indo. Dengan begitu, Sarmi mampu mengantongi keuntungan 100% kotor.
Wow...lumayankan?

Sejak itu, pesanan tempe Sarmi semakin hari semakin meningkat. Dia pun bertekad untuk lebih serius menekuni usahanya ini. Kemudian dia meminta ijin majikan terlebih dahulu. Kebetulan majikan mengijinkan, dengan syarat: dia jangan mengabaikan Ama yang dirawatnya juga pekerjaan rumahnya. Juga mau membantu membayar gas setengah tabung perbulan. Sarmi pun setuju, lalu mulailah dia menghitung semuanya, dan menggunakan sebagian uang gajinya untuk modal awal.

Berikut penghitungannya:
~Kacang kedelai, 40 cin x 20 NTD= 800 NTD
~ 1pack plastik pembungkus = 20 NTD
~Sebungkus Ragi Tempe= 200 NTD
I1 pack tusuk gigi
Gas = 400 NTD
Jumlah total modal awal= 1440 NTD.

Dalam satu hari dia hanya membuat 2 cin kacang kedelai= 6 bungkus tempe.
Lalu dia menjualnya dengan sistim "gehok tular"(dari mulut ke mulut:istilah dalam bahasa Jawa;red), atau door to door. Dalam sehari dia bisa mengantongi uang sebanyak 300 NTD.
Jadi: 300 NTD x 20 = 6000 NTD,
6000 NTD -1440 NTD = 4500 NTD.
Nah, berarti hanya dalam 20 hari modal awal telah kembali.
Fantastis bukan...?

Sarmi tak pernah merugi, karena dia membuat tempe hanya berdasarkan pesanan saja.

Semakin hari pesanan tempe Sarmi semakin banyak, sehingga dalam sebulan dia bisa memperoleh laba sebesar 10.000 NTD.

Berikut cara pembuatan tempe di Taiwan:
Rendam kacang kedelai selama satu malam. Lalu rebus keesokan paginya selama satu jam dengan api sedang. Kemudian taburi dengan ragi tempe bubuk. Masukkan kedalam plastik pembungkus dan rekatkan ujungnya dengan menggunakan tusuk gigi atau straples. Jangan biarkan udara masuk sedikitpun agar tempe terbentuk sempurna. Lalu simpanlah selama 24 jam di ruangan yang hangat.

Jadi, tunggu apalagi?
Bergeraklah untuk mendapatkan penghasilan tambahan di luar gaji tetap. Tapi.inga! Apapun usahamu, jangan pernah sekalipun menelantarkan atau mengabaikan pekerjaan utamamu.



Nangang 17 April 2014