Hidup Adalah Proses Pembelajaran

2014-05-26 / Penulis / Hidup Adalah Proses Pembelajaran / Indonesia 印尼 / tidak ada 

Pertama - tama ijinkan saya menjelaskan secara ringkas latar belakang dan bagaimana saya dapat berada di pulau Formosa ini. Saya datang ke pulau ini beberapa tahun yang lalu untuk belajar bahasa mandarin. Bermodalkan 3 kata kerja dasar berangkatlah saya didampingi beberapa kawan. Tiga kalimat tersebut adalah Chīfàn, Shuìjiào, dan tentu saja Wǒ ài nǐ. Pikirku, tiga kata kerja ini cukup untuk membantuku bertahan hidup di Negeri ini. Lapar, ya katakan saja Chīfàn di kedai - kedai terdekat, atau ketika mengantuk, ya katakan saja Shuìjiào ke penginapan, dan katakan saja Wǒ ài nǐ ke cewek di sini ketika uang sudah habis, siapa tahu mereka dapat membantu. Singkat cerita, setelah mendalami bahasa mandarin selama kurang lebih 1 tahun, sebuah tawaran kerja datang dari seorang kawan yang sudah cukup lama tidak berjumpa. Tanpa berpikir panjang saya menerima undangan wawancara di kantornya. Setelah lewat, maka bekerjalah saya di sebuah perusahaan agensi TKI (sebagai seorang penerjemah) yang membuat saya cukup dekat dengan lika - liku kehidupan mereka. Tidak hanya Tenaga Kerja dari Indonesia, perusahaan kami membantu Tenaga Kerja dari 3 Negara yang lain, seperti yang kita tahu, Thailand, Vietnam, serta Filipina. Nama perusahaan saya adalah.. ah, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya). Bermula dari sekedar coba - coba melakukan wawancara sampai akhirnya tercebur juga ke dalam bisnis ini, yang mungkin sebagian besar dari TKA yang mengadu nasib di tempat ini menganggap kami sebagai "Sekomplot Kambing Congek" yang hanya tahu menerima tanpa memberi. Ya, menerima uang dan tidak pernah memberikan pelayanan, itu yang sebagian besar dituduhkan kepada kami. Saya menggunakan kata "kami" karena sebagian dari orang - orang yang bekerja diperusahaan agensi merasakan hal yang sama, DITUDUH!

Sebelum saya membahas lebih dalam, saya ingin menceritakan dua hal menarik yang berhasil mendewasakan saya secara pribadi selama masa bakti saya di perusahaan ini.

Yang pertama,
Suatu kali, ada seorang TKI yang baru datang tidak lama di Taiwan dan merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya, sebuah kejadian yang sangat normal dan sering kami temukan, datang, tidak betah, dan akhirnya dengan segudang alasan meminta pindah ke tempat kerja baru. Adu argumen, debat opini, sampai pengadaan fakta tentang kontrak kerja tak dapat terhindarkan. Berdiri dan menjadi penengah diantara tiga pihak sama sekali bukanlah hal yang mudah. Majikan, pekerja, dan pihak agensi masing - masing memiliki idealisme-nya sendiri tentang bagaimana menyelesaikan setiap masalah. Dan ketiganya, tak dapat dipungkiri menggantungkan harapan besar terhadap "kami"-penerjemah
untuk menyimpulkan solusi penyelesaian terbaik. Saya mengibaratkan posisi kami sama halnya dengan sebutir telur yang menggelinding di atas seutas tali, dimana tiga tanduk di bawah tali sudah siap meremukkan kami andai saja kami tidak hati - hati menggelindingkan setiap ucapan kami. Masih terbesit jelas bagaimana TKI tersebut melepas jaketnya, memukulkan tangan kanan kebenda di depannya, serta mengancam dengan kata - kata.. ah, sebut saja Kucing (bukan makian sebenarnya). Sampai di situ? Tidak! Dengan mata merah menyala, suara keras menggelegar, tak seorangpun di sana yang berani bergerak ataupun mengarahkan pandangan kepadanya. Saya tahu, beliau bukanlah orang yang demikian, hari pertama kami bertemu, beliau merupakan salah satu orang berhati lembut yang pernah saya temui. Lantas
apa yang membuat beliau berperilaku sedemikian rupa? Usut punya usut, sebenarnya kebanyakan dari mereka hanya mencari sebuah kata (bagi mereka yang bekerja di area sektoral pabrik), yaitu Lembur. Saat dimana lembur menjadi makanan sehari - hari, serta uang bukan lagi topik masalah bulanan, dengungan negatif akan tempat mereka bekerja perlahan tapi pasti menjadi seperti embun dipagi hari, tak terlihat - tak terlihat hingga pada akhirnya, slap, lenyap! Apa yang terjadi dengan beliau berikutnya? Banyak orang bilang, hidup memang tak semudah ucapan M*rio Teguh, lembur yang dinanti-nantikan tak juga tiba, ijin pindah pabrik pun tak kunjung turun, determinasi akan pekerjaan yang ada sudahlah sirna, pulang menjadi pilihan terakhir. Layaknya keping mata uang, dua sisi yang tak terpisahkan muncul ke permukaan tatkala seorang TKA memutuskan pulang ke Negara asal. Yaitu, kebenaran dan kebohongan. Ya dan benar, ketika TKA pulang "beban" kami
"berkurang". Tidak dan bohong, kalau kami senang dengan kepulangan TKA. Jujur, kami pihak agensi khususnya saya, sama sekali tidak menyukai jalan terakhir ini. Pertanyaannya, bila kami saja tidak menginginkan TKA mempercepat pemutusan kontrak kerja dan pulang ke Negara asal, lantas mengapa saudara/i-ku TKA dengan begitu mudahnya menyerah dengan keadaan? Bukankah kita adalah Bangsa pejuang yang lepas dari penjajahan dengan senjata bernama keberanian? Bukankah kita memegang sumpah nenek moyang kita yakni pantang menyerah? Bagaimana dengan peribahasa yang sudah kita kenal sedari dini, guru kencing berdiri, murid kencing berlari? Sebagai murid dari pejuang terdahulu tidakkah kita seharusnya berjuang lebih keras bahkan berlari dan melompat bila diperlukan?

Saya selalu terkesima tiap kali mengobrol dengan TKA yang menghormati dan menyelesaikan kontraknya. Dengan berani dan jujur mereka mengakui bahwa Negeri kita masih tertinggal jauh dari pulau kecil nan indah ini, Taiwan. Tak sedikit dari mereka yang menyinggung identitas Bangsa kita yakni ramah tamah dan gotong royong, kenyataannya? Seberapa banyak dari kita yang melotot sambil mengeluarkan makian seperti.. ah, sebut saja Alismu! (bukan makian sebenarnya) saat orang lain menyalip kita dijalanan dengan ugal - ugalan? Seberapa banyak dari kita yang melakukan penghakiman masa saat seorang pengendara motor jatuh dan butuh pertolongan meski dia memang bersalah? Negeri ini mengajarkan kita apa itu ramah tamah dan gotong royong! Saya angkat topi ketika melihat tersangka dan korban kecelakaan lalu lintas bisa duduk bersama dan mengobrol santai di pinggir jalan sambil menunggu polisi datang. Tidak ada pula orang sekitar yang mendekat berkerumun, karena toh, itu bukan urusan mereka. Semuanya berjalan begitu teratur dan bersih dengan menghargai serta menjunjung hak dan kewajiban masing - masing pihak. Sungguh disayangkan memang, Sumpah Palapa yang pernah didengungkan oleh Mahapati Gajahmada tinggalah sebuah cerita rakyat. Semangat persatuan yang diusung didalamnya tinggalah sebuah dongeng. Sedangkan egoisme dan anarkis "seolah-olah" menjadi tren terkini Bangsa kita. Tentu tidak setiap orang berperilaku seperti itu, tapi fakta membuktikan rasa frustasi kita lebih banyak dari prestasi di lapangan. Ironis!

Yang kedua,
Seperti yang kita tahu, semua imigran asing di Taiwan harus melakukan tes kesehatan sebanyak 4 kali selama 3 tahun masa kerjanya. Sebuah kisah menarik yang mungkin akan kukenang sampai akhir hayat terjadi, saya menyebutnya : ¨Ada transaksi di balik pintu¨. Sampai kisah ini ditulis, saya telah melakukan tes 3 kali di Taiwan, 2 pertama berjalan mulus - mulus saja dan yang terakhir, Mulus juga! Tapi berhasil membuat jantungku berdetak lebih kencang selama satu minggu kemudian. Pagi itu, cuaca sungguh cerah, suhu diakhir tahun itu seperti musim gugur saja,
sejuk. Saya mengendarai motor kesayangan saya yang sudah kenyang akan surat merah dari pemerintah, perjalanan dan proses medical berjalan begitu lancar sampai suatu tahap yaitu pemeriksaan BAB - pemeriksaan BAB dilakukan setelah pemeriksaan dokter, akan tetapi karena saat itu pagi hari, saya memilih untuk memeriksa BAB terlebih dahulu, kata gampangnya : ¨Sudah tidak kuat!¨. Setelah menuntaskan ketidakkuatan tersebut, kisah hebatpun dimulai! Barang yang kusisihkan ternyata tidak mencukupi permintaan pasar, saya masih membutuhkan setengah lebih banyak, sedangkan bahan mentah untuk produksi sudah habis untuk hari itu. "Shénme?!!¨, tanyaku ketika mendengar masih dibutuhkan setengah lagi, wanita muda nan jutek ini menyahut:¨Zhè huán nǐ zài qù lǐmiàn jiā yīdiǎn ba!¨, sembari memberiku sebuah alat yang harus dimasukkan ke dalam yang dapat merangsang kita untuk BAB kembali. Saya tidak terbiasa dengan segala sesuatu yang menurut saya dapat membuat bulu kuduk berjoget.
Salah satu prinsip hidup yang terus kupertahankan adalah menjadi kreatif dalam segala hal. Dan, kreatif itu murah, tapi tidak murahan, ya tidak murahan! Saya memutuskan memutar otak dan mencari cara tercepat, terefektif, dan terefisien mungkin yang dapat membantu saya keluar dari masalah dipagi ini. Saya menyandarkan kepala ke tembok sambil berpikir sejenak, sepintas terpikir olehku, dengan gestur seperti ini saya tak ubahnya seorang detektif profesional. Belum sempat berpikir jauh, keluarlah dari balik pintu
toilet 2 orang TKW yang hari itu juga melakukan tes kesehatan, saya tidak mengenal mereka sebelumnya, setelah memberikan hasil produksi mereka hari itu, wanita muda nan jutek yang menyuruhku memproduksi lagi memanggil ke-2 orang TKW tersebut sembari mengatakan produk mereka hari itu terlalu banyak dan butuh dibuang sedikit. Maka sesuatu yang besar dan saya sebut sebagai "Transaksi di Balik Pintu" itu terjadilah (Saya memberikan ruang imajinasi bagi pembaca apa yang sebenarnya terjadi).
Sebelumnya saya memastikan terlebih dahulu, apakah mereka pernah mengalami penyakit tertentu, setelah semuanya bersih, saya memberanikan mengalami pengalaman yang tak terlupakan ini! Singkat cerita, seminggu setelahnya laporan hasil pemeriksaan telah keluar dan saya dinyatakan lolos. Wow!

Dari 2 cerita singkat di atas, saya hanya ingin mengatakan ke teman - teman bahwa hidup itu menarik. Mungkin apa yang saya alami tidak sebanding dengan apa yang kawan alami selama mengarungi hidup di Taiwan. Tidak juga se-ekstrim kisah hidup banyak imigran di sini. Akan tetapi sekali lagi ijinkan saya mengajak kita memiliki cara pandang yang baru tentang bagaimana menghadapi keadaan. Disetiap hujan badai, selalu ada pelangi
setelahnya, setiap gelap malam, selalu ada fajar yang menyongsong kemudian. Setiap masalah, selalu ada jalan keluar yang lebih baik. Kisah pertama mengajarku melihat
sebuah langkah mundur ketika hasrat keinginan terbentur tembok kebijakan. Kisah kedua membawaku belajar secara langsung bahwa selama kita masih mau berharap, jalan keluar yang terkemas apik bak parcel PASTI datang dengan sendirinya melewati cerobong asap rumah kita. Lebih luar biasanya, parcel tersebut masih membawa sebuah bingkisan kecil bernama Pengalaman. Seberapa banyak dari kita yang menempatkan uang sebagai tujuan utama datang kemari? Misi utama yang diusung sebelum memutuskan datang ke Negeri ini amatlah penting. Alangkah indahnya bila kita menempatkan pembelajaran sebagai alasan utama kita datang kemari. Uang dan materi memang penting, akan tetapi mereka datang dan pergi, sedangkan ilmu dan pengalaman tetap tinggal selamanya bahkan berguna besar bagi generasi berikutnya. Layaknya pergi studi banding, Negeri ini mengajariku beranekaragam budaya dan pelajaran hidup, saya belajar bekerja taktis dan skillfull dari orang - orang Thailand, bertindak pantang menyerah dari sekelompok Vietnam, berani menyuarakan dan memperjuangkan hak dari Pinoy, serta segudang ilmu sosial dari penduduk lokal. Oh, betapa indahnya Negeri ini. Mulai sekarang, berhentilah mengeluh dan menghitung angka di buku rekeningmu, mari bersama - sama kita melihat kebelakang dan menghitung berapa banyak pengalaman yang telah kita dapat. Berapa banyak ilmu yang kelak bisa kita wariskan kepada anak cucu kita.

Artikel ini dibuat bukan untuk membenarkan diri kami, kami melakukan apa yang "kami" bisa lakukan, membantu apa yang kami bisa bantu. Apabila masih ada kekurangan, maklumkanlah kami yang mungkin masih dalam proses pembelajaran dan pendewasaan ini. Apabila ada kelebihan, simpanlah dalam hati dan kami akan berbangga apabila sobat TKA mendapatkan sesuatu dari kami. Akhir kata, sebelum menemukan Benua Amerika, Columbus mengawalinya dengan satu langkah awal, dayungan kecil di atas kapal. Sudahi membaca artikel ini, apapun latar belakang dan profesi kita di Taiwan, mari ikat tali sepatu kita, langkahkan kaki kita mengarungi hidup ini dengan semangat baru, karena, Hidup Adalah Proses Pembelajaran. Semoga memberkati.

Penulis