Kehidupan Menikah-ku di Taiwan

2014-05-15 / 陳鳳玲 / Kehidupan Menikah-ku di Taiwan / Indonesia 印尼 / tidak ada

Kisahku mungkin tidak ada bedanya dengan kebanyakan Warga Negara Asing yang datang menikah ke Taiwan. Mungkin bisa dikatakan ini adalah jodoh. Pada bulan April 2000, istri teman suamiku sedang mengandung 9 bulan anak pertamanya, sehingga untuk mempersiapkan kelahiran anak pertamanya ia datang ke Indonesia untuk menjemput mertua perempuannya. Ia mengajak suamiku untuk ikut ke Indonesia untuk jalan-jalan. Karena belum mempunyai calon istri, maka teman suamiku menyarankan suamiku untuk melihat-lihat wanita Indonesia.
Begitu pertama kali kami bertemu, ia sudah merasa cocok pada pandangan pertama. Maka hanya dalam waktu 1 minggu setelah kami bertemu, kami sepakat untuk menikah. Selanjutnya proses pernikahankupun berlangsung, sebulan kemudian aku berangkat ke Taiwan ditemani oleh mamaku dan kakak perempuanku.
Aku tiba di Taiwan pada malam hari, sehingga saat pertama sampai di sana aku tidak banyak memperhatikan keadaan kota Taipei karena hari sudah gelap. Yang pertama kali kulihat adalah mobil yang menjemputku. Begitu aku duduk di dalam mobil, yang pertama kuperhatikan adalah tempat setir mobilnya berbeda. Di Indonesia, tempat setir mobil di sebelah kanan, sedangkan di Taiwan tempat setir nya di sebelah kiri. Itulah perbedaan yang pertama kali kuingat.
Setelah dua minggu di Taiwan, mama dan kakak perempuanku kembali ke Indonesia, suamiku juga kembali bekerja dan aku diajak oleh adik iparku ke tempat kerjanya di pabrik. Pabrik itu adalah kepunyaan sepupu suamiku. Adik iparku membawaku kesana karena takut aku ditinggal sendirian di rumah. Waktu pertama kali aku datang ke Taiwan, aku sama sekali tidak bisa berbicara bahasa Mandarin. Oleh karena itu, ia mengajakku ke tempat kerjanya untuk belajar Mandarin.
Waktu cepat berlalu, empat bulan kemudian aku mengandung anak pertama. Karena hamil, aku tidak bekerja dan hanya di rumah saja. Selama menunggu anak pertamaku lahir, aku setiap hari kesepian karena tidak ada teman yang bisa diajak bicara. Di rumah hanya seorang diri di rumah yang kosong melompong.Sanggat membosankan sekali bagiku karena aku tidak biasa sendirian. Di Indonesia aku memiliki 8 saudara sehingga kehidupanku di sana selalu ramai, tidak seperti disini. Saat yang paling kutunggu adalah akhir minggu karena suamiku libur dan bisa menemaniku jalan-jalan keluar rumah.Kami tinggal bertiga dengan adik iparku, aku tidak punya mertua karena sebelum kami menikah, kedua orang tua suamiku sudah meninggal dunia.
Tidak terasa waktu cepat berlalu dan perutku semakin hari semakin membesar. Kelahiran anak pertama yang kami nanti-nantikan tiba juga. Bulan Juni 2001 aku melahirkan anak perempuanku dengan selamat melalui cara caesar. Setelah itu setiap hari kehidupanku berubah karena disibukkan oleh putriku. Setiap hari merawatnya, memberikan susu, menggantikan popok, memandikannya, dan sebagainya. Semua kesibukan itu sangat menyenangkan bagiku karena dapat menghapus semua kesepian dan kebosananku di Taiwan. Akupun merasa bahagia karena hari-hari yang sangat membosankan dan sepi sirnah sudah karena kehadiran anak pertamaku. Kehidupanku sangat bahagia dan tidak ada permasalahan apapun.
Setelah anakku beranjak 1 tahun, aku mulai belajar bahasa Mandarin di sekolah malam di sekolah dasar dekat rumahku. Ketika anak pertamaku berusia 2 tahun lebih, aku mengandung anak keduaku. Akan tetapi kebahagian dan kegembiraan yang kualami tidak selamanya menyertai kehidupanku.Begitu usia kehamilanku mencapai 6 bulan, suamiku terserang stroke yang sangat berat karena darah tinggi. Ia dibawa ke rumah sakit terdekat dan tinggal di rumah sakit selama kurang lebih 2 bulan karena dia tidak bisa berjalan.
Sejak itu aku merasa ketakutan karena aku masih kurang mengerti banyak bahasa Mandarin, sedangkan aku sedang menggandung anak keduaku yang berusia 6 bulan sementara anak pertamaku baru berusia 2 tahun lebih. Setiap hari aku harus menjaga suamiku di rumah sakit. Pada saat itulah aku merasakan kesulitan yang sangat luar biasa. Akupun syok berat dan stress karena merasa ketakutan. Aku takut dengan keadaan yang dialami oleh suamiku. Yang lebih menyedihkan lagi bagiku adalah kecurigaan dari pihak saudara suamiku. Mereka tidak percaya padaku, mereka menganggap bila sampai semua uang & harta suamiku dipegang olehku, maka aku bisa kabur. Ya Tuhan, aku sedang hamil 6 bulan dan anak pertanaku baru berusia 2 tahun, malah dicurigai kalau kemungkinan aku bisa kabur. Inilah kehidupan yang kualami, manis-pahitnya kehidupan harus kujalani sendiri, walaupun sementara aku sendiri tidak bisa menggerti banyak bahasa Mandarin, aku harus tabah menjalaninya.
Hari demi hari perutku semakin membesar, aku melahirkan anak keduaku saat usia kehamilanku belum genap 9 bulan. Setahun berlalu keadaan suamiku mulai membaik karena setiap hari ia melakukan terapi (co fucien), membuatnya kembali normal dan bisa berjalan lagi. Akupun merasa bahagia dan berterima kasih pada adik iparku karena sangat membantu kami. Setelah putri keduaku genap berusia 1 tahun, aku kembali bersekolah lagi dan terus melanjutkannya sampai lulus SMP.
Semua kejadian yang kualami membuatku menjadi lebih tegar untuk bangkit dari kebiasaan yang selama ini membuatku begitu santai. Setiap hari tidur, bangun, makan dan menjaga anak saja – itulah kehidupan memjadi seorang ibu rumah tangga.Akan tetapi aku mulai berpikir, bila seandainya suami yang kucintai pergi dari kehidupanku, apa yang akan terjadi akupun tidak sanggup membayangkannya. Karena aku tidak mau masalah ini terjadi lagi, akupun mulai berusaha merubah kehidupanku. Aku mulai giat belajar bahasa Mandarin dan pergi keluar rumah untuk belajar dan mengikuti berbagai macam kegiatan, seperti belajar memasak dan belajar bahasa tayi ( Taiwan ).
Aku juga banyak mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pemerintahan Taiwan. Dengan mengikuti kegiatan sebagai tenaga sukarelawan, kehidupanku menjadi begitu berarti karena dapat banyak membantu teman-teman yang datang dari Indonesia ke Taiwan. Pertama kali mereka datang Taiwan, sama seperti yang kualami saat pertama kali datang ke Taiwan, tidak bisa bicara bahasa Mandarin .
Selain itu, dari kegiatan-kegiatan tersebut aku juga sangat bangga dan bahagia karena bisa punya teman dari berbagai negara lain seperti Vietnam, Myanmar, Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang dan Rusia. Selain teman dari Indonesia, mereka adalah sahabat-sahabatku yang sangat baik, karena mereka juga sama denganku mempunyai suami orang Taiwan. Bila aku tidak menikah dan datang Taiwan, mungkin aku tidak akan mempunyai pengalaman seperti ini, memiliki teman dari berbagai negara.
Banyak lagi pengalaman-pengalaman menarik yang kualami, seperti waktu pertama kali aku diwawancarai oleh wartawan Taiwan dan masuk ke koran, karena aku adalah Warga Negara Asing yang bersedia menjadi tenaga sukarelawan di Taipei Flora Expo Internasional yang diadakan oleh pemerintahan Taiwan. Aku juga pernah menjadi tenaga sukarelawan di kantor imigrasi kota Taipei dan kantor Depnaker yang sering membantu tenaga kerja Indonesia yang mengalami kesulitan. Banyak lagi kegiatan-kegiatan yang sering kujalani. Kebahagiaan kembali menyertai kehidupanku beserta suami dan kedua putriku, kami selalu rukun dan bahagia. Harapanku semoga kebahagian ini tidak akan pernah berakhir selamanya.
Demikianlah kisahku ini, dan kuharap semoga teman-teman yang menikah di Taiwan dapat menghadapi segala cobaan, kesulitan dan masalah dalam kehidupan keluarga masing-masing dengan tabah. Doaku, semoga kebahagian dan kedamaian selalu menyertai kita semua.Terima kasih banyak bagi yang telah membaca cerita kehidupanku ini, semoga dapat menjadi inspirasi bagi kalian semua.