Menilik Kriteria Agensi yang Baik

2014-05-05 / Adella Susan Marian / Menilik Kriteria Agensi yang Baik / Indonesia 印尼 / Tidak ada

”Duh enak ya, punya Agensi baik,” celoteh salah satu kawan saya, yang juga kebetulan eks-Taiwan, ketika mencicipi 太陽餅 (Kue Matahari) yang saya bawa dari Taiwan beberapa waktu lalu.


Sehari sebelum pulang ke Indonesia, saya sempat diajak oleh Agensi beserta istri dan anaknya menyambangi sebuah toko kue ternama di kota Taichung. Alhasil, dua kotak kue matahari pun saya tenteng pulang sebagai tanda mata dari Taiwan.


Bagi saya, yang memang sering sekali mendapat hadiah-hadiah kecil dari Agensi, rasanya biasa-biasa saja. Tapi bagi kawan saya ini, agaknya sedikit luar biasa. Mengingat dulu, Agensi yang merekrutnya tidak pernah memberikannya ini dan itu. Terlebih ketika saya kembali berceloteh tentang surprise di hari ulang tahun, mulutnya langsung komat-kamit tak beraturan. ”Agensi saya sih dulu boro-boro. Nengok tiga bulan sekali itu juga sudah untung-untungan.“


Saya jadi paham. Ternyata baik dan buruknya kualitas seorang Agensi itu sangat diperhitungkan oleh setiap TKI. Namun saya tegaskan di sini, bahwa bukan karena hadiah-hadiah yang kerap saya peroleh, lalu membuat saya sering berkoar-koar tentang kebaikan Agensi saya. Bukan! Tetapi karena etos kerja dan tanggung jawab yang maksimal lah, yang menjadikan saya berani memberikan nilai plus kepada beliau.


Saya ini termasuk tipe-tipe yang ’keemak-emakkan’ alias super duper bawelnya. Ada masalah sedikit, saya langsung telepon Agensi. Ngoceh sana, ngoceh sini, yang intinya ngedumel soal apa saja yang menjadi ganjalan dalam urusan pekerjaan. Kadang saya juga suka nyeletuk, ”Kalau Pak Agensi nggak datang, nanti yang 1500 NT itu nggak bakal saya transfer loh!”


Nah, kalau sudah begitu, Agensi bisa apa? Paling-paling cuma bisa nyengir hamster doang. Hehehe...


Lagian kan yang namanya kerja sama itu, selalu ada parameter yang harus diperhatikan dan dilakukan antara kedua belah pihak. Coba bayangin! TKI saja baru akan mendapatkan upah sebesar 17.716 NT per bulan, setelah mereka pontang-panting, banting tulang mengerjakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya. Lalu, bagaimana dengan Agensi? Apakah upah sebesar 1500 NT yang diperolehnya itu bisa didapatkan secara cuma-cuma?


Oh, tentu tidak!


Dalam kondisi apa pun, diharapkan Agensi mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada seluruh TKI. Ya, setidaknya sebulan sekali Agensi itu harus memantau langsung keberadaan TKI di lokasi kerja masing-masing. Memastikan bahwa TKI baik-baik saja, mempunyai waktu istirahat dan tidur yang cukup, makan terjamin, dan bekerja sesuai dengan job yang tertera di dalam surat kontrak kerja yang telah ditandatanganinya. Bahkan ketika ada TKI yang bermasalah sekali pun, di luar benar atau tidaknya, tetap Agensi harus selalu mendampingi dan mensuport TKI tersebut. Jadi jangan coba-coba sok cuek deh, kalau tidak mau digerebek pihak KDEI. Karena pada saat Agensi dirasa tidak mampu membantu, TKI akan langsung menekan angka 1955.

Sejatinya, tugas utama dari seorang Agensi adalah memprioritaskan kenyamanan setiap TKI yang direkrutnya. Mereka juga harus mampu menempatkan posisinya sebagai seorang sahabat, dan dengan senang hati mau mendengarkan curcol alias curhatan colongan para TKI yang hobinya bergalau-galau ria. Yang katanya tidak betah kerja di situ lah, yang majikannya bawel lah, Akong Amanya njengkelin lah, atau yang ngerengek minta ganti majikan dan bla... bla... bla... Dan Agensi harus selalu siap menampung semua itu.


Saya pribadi selalu beranggapan bahwa Agensi itu merupakan sahabat sekaligus orangtua asuh bagi seorang TKI. Setelah lepas dari karantina PJTKI, nama pertama yang diingat oleh seorang TKI adalah nama Agensi masing-masing. Karena begitu tiba di Taiwan, bukan lagi PJTKI, melainkan Agensi lah yang akan bertanggung jawab sepenuhnya atas semua-mua yang bersangkutan dengan TKI. Jadi, kalau bukan kepada Agensi, kepada siapa lagi para TKI itu akan mengadu dan meminta bantuan?


Namun sayangnya, tak sedikit Agensi yang masih bersikap acuh tak acuh. Setelah TKI ditempatkan di lokasi kerjaan masing-masing, Agensi seolah lepas tangan begitu saja. Seringnya, ketika TKI terbentur satu masalah yang menyangkut soal pekerjaan atau pun soal gaji, Agensi malah asyik dengan gaya cuek bebeknya. Maka jangan heran jika suatu hari TKI tersebut akan berbalik menyerang dan berkata, ”Elu, gue, end!” Ya, mereka lebih memilih untuk kabur ketimbang bertahan dan menyelesaikan kontrak kerjanya.


Beberapa waktu lalu, sebelum saya memposting tulisan ini, saya sempat melakukan diskusi dengan beberapa teman seperjuangan melalui akun Facebook pribadi saya, Adella Susan M Rouf. Lewat inbox, kami membahas mengenai kriteria Agensi yang baik itu seperti apa. Dan dari keseluruhan, saya dapat menyimpulkan bahwa Agensi yang baik itu adalah agensi yang enerjik, yang tidak mau tinggal diam jika TKInya terbelit suatu masalah, selalu berusaha menjadi perantara yang baik bagi TKI dan Majikan, daaan... tidak ada istilah intimidasi kepada pihak yang berkuasa tentunya.


Berbicara mengenai adanya unsur-unsur intimidasi kepada pihak yang berkuasa, membuat rasa penasaran saya semakin memuncak. Apa sih yang menjadi landasan Agensi, sehingga mereka lebih memihak kepada majikan ketimbang kepada TKInya sendiri? Majikan bilang A, mulut Agensi langsung menganga ‘Ya’. Majikan bilang B, jari Agensi langsung melingkar ’oke’. Tapi ketika TKI bilang ’What?’, Agensi langsung menunjukkan gestur tubuh ‘apa boleh buat’.


Sempat sih ada selentingan yang mengatakan bahwa semua itu karena Agensi takut dicoret namanya jika dirinya tidak satu arah dengan Majikan. Karena kan kalau begitu, sudah pasti Majikan akan berpindah ke lain hati. Nah loh, Agensi mana sih yang mau frustasi gara-gara rugi materi? Kalaupun ada yang membela TKI, itu juga perbandingannya satu banding sepuluh. Agensi saya, contohnya. Masalah uang cuti tahunan, jujur di awal kedatangan saya ke Taiwan, saya tidak tahu menahu soal itu. Tapi beliau sendiri yang memperjuangkannya untuk saya, dan akhirnya saya pun mendapatkan uang pengganti cuti tahunan selama dua minggu. Ada yang bilang kalau TKI tidak berani meminta, Agensi pun pura-pura bungkam. Sedangkan Majikan jelas-jelas bakalan plungah-plungoh kalau ditanya soal itu, meski faktanya poin-poin yang membahas soal pengganti uang cuti tahunan itu sudah tertulis jelas di surat perjanjian kontrak kerja.


Sejauh ini memang belum ada seminar khusus yang ditujukan untuk para Majikan. Jadi wajar saja, jika masih ada satu dua Majikan yang bertingkah semau sendiri. Mereka akan bilang ’No’ ketika TKI berusaha meminta haknya untuk libur, untuk uang cuti tahunan, dan untuk beribadah menurut kepercayaannya masing-masing. Ah ya, parahnya lagi, mereka juga melarang TKI menggunakan Handphone. Hellooow... ini jaman apa gitu ya, kok dilarang pegang Handphone? Secara sekarang kan kita hidup berinternet ria. Ada banyak aplikasi, seperti Facebook, Whatsapp, juga Line, yang memudahkan segalanya. Yang membuat seseorang jauh di sana jadi serasa sangat dekat di hati.


Kadang saya suka berandai-andai, harusnya pemerintah Indonesia mau bekerja sama dengan pemerintah Taiwan, untuk mengerahkan seluruh calon Majikan supaya megikuti seminar wajib yang membahas poin-poin penting yang harus diperhatikan sebelum mereka memutuskan untuk mengambil jasa TKI. Dengan begitu, majikan tahu apa saja yang menjadi hak-hak pekerjanya. Dan diharapkan juga nantinya tidak ada lagi kendala-kendala yang akan menghambat hubungan kinerja antara TKI, Agensi, dan Majikan.


Anyway, saya beruntung memiliki Agensi yang baik, Agensi yang enerjik. Karena beliau selalu mensuport saya ketika saya terbelit suatu masalah, ataupun ketika saya tengah dirundung rasa homesickness.


Dan tulisan ini, sengaja saya dedikasikan untuk beliau. Semoga beliau terus bersikap melindungi anak bangsa Indonesia yang merantau di negeri Formosa. Terimakasih Pak Agensi!


Indonesia, 05 Mei 2014


Catatan:

~Nyengir hamster : istilah untuk nyengir yang sedikit agak terpaksa

~Ngedumel : Menggerutu

~Nyeletuk : Berceloteh

~Plungah-plungoh : bingung karena merasa tidak tahu

~Njengkelin : Menjengkelkan, menyebalkan

~Homesikcness : rindu kampung halaman