Negeri Kedua

2014-05-25 / 莉莉 / Negeri Kedua / Indonesia 印尼 / Tidak ada 

Negeri Kedua


Ini bukan sebuah keinginan, tapi sebuah mimpi yang terwujud delapan tahun kemudian

Mendengar nama Taiwan, mungkin yang terlintas pertama di dalam pikiran adalah serial drama meteor garden, yang begitu populer di tahun 2001 silam. Atau mungkin gedung yang menjulang tinggi di kota Taipei dengan 101 lantai yang menjadi salah satu trandmark Taiwan. Sebenarnya tidak hanya itu saja, tetapi di Taiwan lebih dari ratusan ribu warga Indonesia mengadu nasib di sini, yang biasa orang sebut TKI.

Datang ke Taiwan adalah impian kecil saya, menyaksikan drama meteor garden setiap kali tayang selalu menghantui pikiran untuk menciptakan mimpi “kelak saya akan datang ke Taiwan menemui mereka(Vic zhou, Vanness Wu, Jerry Yan, Ken Zu). Dan mimpi itu terwujud delapan tahun kemudian. Datang sebagai TKI bukan hal yang saya inginkan, tapi ternyata ini adalah jalan yang harus saya tempuh untuk mewujudkan mimpi delapan tahun lalu untuk datang ke Negara yang berbentuk ubi ini.

Adaptasi
Beradaptasi dengan kehidupan di Taiwan bukanlah hal yang mudah. Budaya dan adat istiadat yang jauh berbeda dengan Indonesia. Berbekal bahasa mandarin yang serba pas-pasan membuat TKI yang datang diwajibkan untuk belajar lebih keras lagi. Ya bahasa salah satu modal utama untuk bekerja di sini. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman karena bisa berakibat fatal.
Perubahan cuaca juga menjadi salah satu kendala untuk beradaptasi. Di Taiwan sama halnya dengan Jepang ataupun Korea, Negara ini juga mempunyai empat musim. Musim dingin yang bisa mencapai suhu di bawah sepuluh derajat selsius biasanya menjadi pemicu lahirnya penyakit karena perubahan suhu yang begitu drastis. Menjaga kesehatan pribadi salah satu kunci untuk menghindari beberapa penyakit seperti influenza dan kulit pecah-pecah.
Di samping cuaca kita juga harus beradaptasi dengan makanan di sini. Mayoritas orang Taiwan tidak menyukai masakan yang pedas seperti orang Indonesia, Di sinilah TKI juga dituntut untuk beradaptasi dengan makanan dari majikan, tetapi kita juga berhak untuk menolak makanan yang tidak halal. Tidak semua TKI beruntung memiliki Majikan yang baik dan pengertian, TKI diharuskan untuk lebih pintar menyiasati keadaan. Asal tidak melanggar hukum dan tidak merugikan semua pihak apapun bisa diperbuat.

Pekerjaan
Di sektor informal, pekerjaan merawat orangtua ataupun anak-anak adalah pekerjaan yang besar tanggungjawabnya. Lengah sedikit saja bisa berakibat hal-hal yang tidak diinginkan. Di sinilah TKI dituntut untuk lebih bertanggungjawab dengan apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya. Menghadapi pasien atau anak kecil yang rewel bisa dianggap makanan sehari-hari tapi lebih dari itu, di sinilah kesabaran itu diuji. Seberapa tinggi tingkat kesabaran seseorang.
Sementara untuk pekerjaan rumah tangga seperti bersih-bersih adalah pekerjaan sampingan selain merawat orangtua atau anak-anak, sehingga bukan kewajiban mutlak untuk dikerjakan. Jika bersih-bersih adalah pekerjaan utama, seberat apapun itu tidak seharusnya dikeluhkan setiap saat karena pekerjaan itu sudah resiko menjadi TKI di sini. Tapi ketika majikan sudah berani melukai fisik kita, melapor kepada pihak yang berwajib adalah hak kita.
Di sektor Formal, berbeda dengan sektor informal. Di sektor ini jam kerja sudah ada aturannya, tapi bukan berarti tanpa adanya masalah, faktor internal seperti perselisihan antar pekerja atau dengan atasan adalah hal yang lumrah tapi kadang hal-hal seperti itu mempengaruhi konsentrasi pekerjaan mereka, dan tidak jarang hal ini bisa mengakibatkan kecelakaan kerja. Di sektor formal inilah konsentrasi tinggi sangat dibutuhkan.

Libur
Masih terus menjadi perjuangan pekerja informal untuk mendapatkan waktu istirahat yang panjang ini. Tidak semua majikan memberikan ijin, tidak semua TKI di sektor informal bisa mendapatkan libur. Seperti kedatangan pertama saya, selama dua tahun tidak mendapatkan ijin libur. Tapi Alhamdulillah pada kedatangan kedua ini majikan memberi libur. Beruntung bagi yang mendapat kesempatan untuk libur, bertemu dengan teman-teman dan pergi ke tempat-tempat wisata yang menjadi kebanggaan Taiwan. Meski kadang ada yang justru memanfaatkan libur untuk hal-hal “negatife” tapi tidak jarang banyak yang memanfaatkannya untuk hal-hal positif seperti mengikuti pengajian, ataupun seminar-seminar yang diadakan untuk para TKI.
Sementara untuk yang tidak mendapat libur, seperti saya dulu hanya bisa “gigit jari”. Memandang iri kepada teman-teman yang bisa libur, melihat foto-foto mereka bertebaran di sosial media. Di sinilah mental juga diuji. Di balik tidak adanya libur, sebenarnya banyak hal yang harus disyukuri. Bisa lebih berkonsentrasi bekerja dan bisa menabung lebih banyak adalah salah satu keuntungan dengan tidak adanya libur. Menghilangkan kejenuhan bekerja bukankah juga tidak harus dengan berlibur. Mendengarkan musik atau menuliskan pengalaman-pengalaman kita bekerja juga suatu hiburan dan bisa melemaskan ketegangan otak. Mendapat libur atau tidak itu sebenarnya bukan masalah besar.

Tentang Taiwan
Sebenarnya tidak beda jauh dengan penduduk Indonesia, penduduk Taiwan juga termasuk orang yang ramah, tapi kadang lebih tertutup dengan orang lain. Dari mereka bisa banyak belajar untuk lebih giat bekerja. Dari para orangtua di sinipun banyak pelajaran hidup yang bisa dijadikan pedoman sepulangnya dari Taiwan nanti. Bahkan setiap gerak merekapun bisa diambil sesuatu yang positif untuk ditiru. Meski tidak semua orang baik dan tidak sedikit yang memandang TKI rendah, tapi masih banyak pula hati-hati mulia yang selalu memberikan keramahannya untuk TKI, bahkan tidak jarang yang menganggap seperti keluarga.
Beralih dari penduduknya, di Taiwan juga banyak terdapat tempat wisata yang sering dikunjungi TKI untuk mengisi liburan. Bahkan untuk mencapai tempat-tempat terpencil pun tidak akan menemui kesulitan karena fasilitas di Taiwan sangat memadai. Tanshui adalah salah satu wisata yang biasa menjadi tujuan berlibur. Wisata laut yang menawarkan pemandangan yang mampu menyegarkan penat pekerjaan yang membelenggu kepala selama bekerja. Selain berjalan kaki mengelilingi pesisir, alternative lain yang ditawarkan adalah menyewa sepeda. Karena di tempat ini juga tersedia persewaan sepeda yang tidak akan merogeh kocek terlalu dalam. Jika sudah puas memanjakan mata dengan pemandangan di sepanjang pesisir juga banyak kedai-kedai yang akan memanjakan perut kita dengan aroma-aroma yang akan membuat ketagihan.
Tidak hanya Tanshui tetapi masih banyak tempat wisata yang ditawarkan di Taiwan. Seperti Yamingshan, gedung 101, museum-museum dan Chiang Kai Shek memorial hall serta masih banyak lagi. Di samping itu, di Taiwan juga ada atraksi permainan yoyo yang menakjubkan, yang mampu membuat mata kita berputar mengikuti arah kemana yoyo berputar. Permainan dari seorang mahasiswa duapuluh tiga tahun itu bisa disaksikan di hari-hari tertentu dan di tempat tertentu pula, tapi kebanyakan akan digelar di akhir pekan di taman-taman atau tempat yang biasa menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang menggermari permainan ini.
Jhou toufu atau tahu busuk adalah salah satu makanan khas Taiwan yang harus dicoba, meski baunya yang menyengat tapi rasanya tidak perlu diragukan lagi, akan membuat ketagihan. Meski tidak jarang banyak orang yang tidak menyukainya. Selain itu di Taiwan juga terkenal dengan niu rou mien daging sapi bercampur dengan mie dengan kuah khusus yang mampu memanjakan perut lapar juga termasuk salah satu makanan khas Taiwan yang sayang jika dilewatkan. Jika haus masih ada cenchu naicha minuman perpaduan dari bola-bola mutiara dengan teh susu. Soal harga, makanan di Taiwan juga tidak akan menguras isi dompet.

Taiwan, Negeri kedua
Tidak bisa dipungkiri jika Taiwan sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Suka duka di kontrak pertama maupun kedua sebagai TKI saya rasakan sebagai kekuatan untuk terus bertahan. Di hati saya sudah tertanam kuat jika Taiwan adalah Negeri kedua saya, setelah Indonesia. Tidak bisa terlepas begitu saja, begitu banyak hal yang yang sudah Tawian berikan kepada saya. Ini bukan sekedar meningkatnya ekonomi keluarga di Indonesia, tapi lebih kepada ilmu dan pelajaran hidup yang luar biasa.
Mulai dari bahasa mandarin yang “belepotan” menjadi lebih fasih. Dari yang tidak bisa membaca tulisan mandarin, kini sedikit demi sedikit sudah bisa membaca ataupun menuliskannya. Sesuatu yang yang sangat berharga itu saya dapatkan di sini, di Taiwan.
Meski akhir-akhir ini di Taiwan sering terjadi hal-hal yang cukup mengerikan, seperti pembacokan yang terjadi di dalam kereta MRT. Namun semua itu tidak sedikitpun membuat saya takut untuk tetap bertahan dan tinggal di Taiwan. Ya karena saya memang sudah benar-benar terlanjur jatuh cinta dengan Negara ini.
Dua belas tahun adalah batas yang diberikan Taiwan untuk pekerja asing mengais rejeki di sini. Ya hanya duabelas tahun, bagi saya itu waktu yang sangat singkat. Begitu sedih setiap kali mengingat kontrak kerja yang akan segera habis. Karena hati ini sudah terlanjur jatuh cinta pada negeri yang semula asing.
Satu demi satu kisah perjalanan saya di Taiwan tidak akan pernah bisa hilang, meski kelak raga ini sudah tidak lagi ada di sini. Taiwan, Negeri kedua saya. Negeri yang tidak akan pernah terhapus dari perjalanan hidup saya. Kelak jika saya sudah tidak ada lagi di sini, di Negara yang penuh pesona ini. Saya hanya ingin keturunan saya juga bisa datang ke sini, tapi bukan menjadi TKI seperti saya melainkan menjadi pelajar atau bahkan seorang turis.

Tidak perlu menjadi sebuah penyesalan datang ke Taiwan sebagai TKI. Ini jalan yang diberikan Tuhan untuk mewujudkan impian itu. Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan pandangan sinis orang, karena tidak semua orang bisa menginjakkkan kaki di Negara yang indah ini. Bersyukur adalah cara menjawab pandangan sinis mereka. TKI bukanlah pekerjaan hina. Tidak semua berkesempatan mendapatkan ilmu gratis, tidak semua orang bisa membaca dan menulis mandarin.

Taiwan, Negeri kedua ijinkan saya terus mencintaimu. Meski tidak saya pungkiri hati saya juga masih tetap mencintai tanah kelahiran saya, Indonesia.
***
Negeri Kedua

Tiga belas tahun silam
Mimpiku tertanam di setiap episode “meteor garden”
Tiga belas tahun silam
Aku berjanji akan datang ke Negeri ini
Semua terjawab
Mimpiku kini nyata
Tiga tahun lalu
Mimpi itu kuraih, masuk dalam genggamanku
Taiwan
Negeri sejuta pesona
Ajarkan segudang ilmu
Berikan segala yang kumau
Aku jatuh cinta padamu
Taiwan, Negeri kedua


Banchiao, 25 Mei 2014