Jejak Langkah BMI

2015-3-4 / Jassy Ae  / Jejak Langkah BMI  / Indonesia 印尼 / tidak ada /


Judul: Jejak Langkah BMI
Oleh: Jassy Ae

Lahir di tengah-tengah keluarga yang hidup pas-pas an kadang justru memacu semangatku dalam menjalani garis hidup. Aku selalu ingat kata-kata ibuku, ""Kita memang orang miskin, tapi jangan sampai miskin semangat dan menyerah"". Kata-kata itu selalu menjadi mantra sakti di kala aku mulai tidak ada semangat menghadapi terjalnya jalan hidupku. Masih selalu terngiang nasehat ayah, jika tiap musibah pasti ada hikmah.

November 2005, aku nekad pergi merantau ke negri beton, Hongkong. Ini adalah langkah awalku memerangi terjal jalan kehidupan tanpa orang tua, di usiaku yang masih remaja 17 tahun dan aku harus berani. Berat, sedih, takut dan bahagia yang kurasakan. Sejarah hidup itupun berawal dari sini.

Sampai di negri beton aku disambut agency dengan sangat ramah, alhamdulilah dan esok hari nya, aku diantar ke rumah majikan. Aku masih ingat, majikanku bermarga Fong, ya Allah anaknya ada 4. Detik pertama datang, hatiku tidak betah rasanya, ingin aku pulang ke pangkuan ibu, ya Allah berat sekali rasanya, merawat mereka, dan crewet sekali.
Majikan lelaki dan perempuan bekerja, 1 minggu sekali pulang, dan aku harus menjaga anak-anaknya, bingung, dan benar-benar ingin pulang, teman tidak ada, beli HP pun tidak boleh.

Malam takbir lebaran ditahun 2006, anak majikan yang paling besar marah besar padaku karena aku lupa mencuci jaketnya. Hongkong sepertinya tak berpihak padaku. Semua yang terjadi hanya membuatku menangis. Meskipun berat dan tidak betah aku berusaha melawan rasa sedihku. Di negri beton aku mampu bertahan kurang lebih enam tahun. Kejadian demi kejadian membuatku semakin kebal dan kuat menjalani hidup. Aku harus jadi wanita kuat, aku harus jadi wanita yang siap hadapi pahit manisnya hidup, siap menyambut kenyataan apapun itu, karena aku yakin semua indah pada waktunya, dan aku harus bisa membahagiakan ayah dan ibu, bagaimanapun caranya, mereka harus bahagia.

Maret 2011, aku pulang ke Indonesia setelah kurang lebih enam tahun jatuh bangun di negri beton itu. Tiba di bumi pertiwi rasanya tidak karuan, bertemu dengan ayah, ibu dan orang-orang yang aku sayang. Tapi sepertinya aku kurang puas dengan hasil yang aku dapat selama di negri beton. Dengan keraguan dan keyakinan aku minta ijin pada ayah dan ibu kalau aku ingin pergi ke Taiwan, entah kenapa aku yakin nasibku akan jauh lebih baik di negri yang terkenal dengan sebutan Formosa itu, yang aku tahu Formosa memiliki arti Pulau yang indah. Dengan berat hati, ayah dan ibu mengijinkan walaupun aku tahu beliau pasti kesepian. April 2011, aku masuk PJTKI di Malang, Jawa Timur. Entah ini nasib atau mungkin sudah rejeki, belum genap dua bulan, aku berangkat ke Taiwan. Senang tentu, sedih itu pasti, tapi aku yakin di Taiwan nasibku lebih baik.

Juni 2011, aku tiba di Taiwan, takut sekali, dalam hati selalu berdo'a semoga majikanku tidak jahat. Akhirnya, aku diantar ke rumah majikan, tepatnya di New Taipei City, Tamshui. Sambutan yang benar-benar luar biasa, majikanku sangat ramah, baik sekali, dia menjelaskan tentang bagaimana aku harus merawat ayahnya, yang aku sebut Akong. Hari demi hari, bulan pun berganti, rasanya seperti mimpi, kerja di Taiwan sangat nyantai, atau mungkin memang aku yang mendapat majikan seperti ini, kerja utama hanya jaga Akong, menemani dia lihat TV dan ajak dia jalan-jalan di taman belakang rumah. Majikan selalu menyuruhku supaya aku setiap hari tidur siang. Sangat berbeda dengan Hongkong, yang setiap hari aku cuma dimarahi, atau mungkin memang benar Taiwan adalah rejekiku.
""Kenapa aku gak dari dulu aja ke Taiwan ya?"" gumamku.
Tapi aku tahu, inilah perjalanan dan pengalaman hidup, semua butuh proses dan pengalaman adalah guru yang terbaik.

Sedihnya, di Taiwan aku tidak mendapatkan hak libur, hanya internet dan majalah hiburanku. Satu tahun di Taiwan aku sedikit paham tentang seluk beluk TKI di Taiwan. Benci dan juga ingin marah jika di sosmed selalu ada berita, jika TKI di Taiwan identik dengan perselingkuhan, pacaran dan sebagainya. Lihatlah, banyak di luar sana yang mereka tidak mendapatkan hak libur seperti yang diberitakan. Satu berbuat, mungkin imbasnya pada keseluruhan TKI.
""Laopan niang wo kheyi fangcia ma?  (nyonya aku boleh libur tidak). Hanya itu yang aku tanyakan setiap aku terima gaji.
""Pu yao fangcia lah, mei yo ren cauku Akong (jangan libur, tidak ada orang yang jaga Akong). Aku diam, dan mengalah.

Setiap hari hanya youtube, FB hiburanku. Di FB, aku mengenal sosok lelaki yang enak diajak ngobrol, di mataku dia lelaki yang sopan, ramah dan sholeh. Dia bekerja di pabrik daerah Shulin. Kurang lebih satu tahun aku berteman hanya lewat udara. Tidak dapat dipungkiri kalau kami saling mencintai, mulai saat itu keindahan Formosa menjadi berlipat-lipat bagiku. Kami memutuskan untuk bertemu dan liburan. Aku berusaha jujur pada majikan jika aku punya pacar di sini, anehnya majikanku senang, bahkan dia ingin ketemu dan kenalan dengan lelaki pujaanku itu.

Namanya Panji, waktu itu dia segalanya bagiku, bersamanya aku bahagia. Dia lelaki impian, yang walaupun kami di negri orang, tetapi dia tidak lupa selalu mengingatkanku untuk sholat. Tapi majikanku tetap tidak mengijinkan aku liburan, dia tetap minta pacarku datang ke rumah kapanpun dia mau. Mas Panji datang setiap sabtu malam, ketemu majikan bercanda di ruang tamu bersama majikanku. Kadang juga kami diijinkan keluar sebentar jalan-jalan di taman belakang rumah yang terkenal dengan keindahan Pantai Tamshui. Hari-hari semakin indah, Taiwan benar-benar berpihak padaku. Semua berjalan tanpa hambatan. Hingga pada Januari 2014, tiga bulan aku dan mas panji menjalin hubungan, dan akhirnya semua terbongkar, dia ternyata sudah bertunangan. Perih, sakit hatiku tak dapat aku lukiskan, ketulusan yang aku berikan hanya terbalas dusta.
""Kenapa gak bilang dari awal mas, kalau memang sudah ada yang punya?"" tanyaku malam itu.
""Aku sayang kamu dhek"", jawabnya.
""Sayang dalam hal apa, sayang lalu memberi harapan besar, setelah aku benar-benar percaya, kamu mendustai!!"", jeritku diiringi isak tangisku di pinggir Pantai Tamshui malam itu.
Hening, sepi, hanya Pantai Tamshui saksi bisu tentang perihnya hatiku saat itu. Malam itu tanpa banyak kata aku pulang, dia pun pulang ke tempat dia bekerja.

Aku yang dari kecil sudah terlatih hidup susah, penuh duka tapi kini aku benar-benar lemah. Hanya airmata temanku saat itu, sampai majikan ku bingung tentang tingkahku, makan pun jarang, nangis yang rajin. Apa mungkin karena aku terlalu mencintai?, bodohnya aku selalu berharap lebih. Mas Panji pun masih menghubungi ku walau cuma maaf dan menanyakan kabar, aku harus jadi wanita tegar, aku tidak boleh membenci dia. Aku jawab tiap sms yang datang darinya, aku selalu jawab aku baik-baik saja. Walaupun airmata yang mengiringi tiap sms itu terkirim.

Tiga bulan lagi aku finish kontrak, majikan menginginkan untuk kembali kerja di sini, dia memberi waktu aku satu minggu untuk berfikir. Aku bingung, antara ingin dan tidak mau. Aku tidak mau jika nanti setiap hari kenanganku dengan mas Panji menghantui dan mengganggu kerjaku. Tapi aku ingin sekali di sini, karena majikanku sangat baik. Aku tidak mau menyiksa batinku sendiri, akhirnya aku putuskan pulang dan tidak kembali ke Tamshui.
""Aku gak jadi kembali ke sini kok mas"", kataku pada mas Panji waktu dia telp aku siang itu.
""Kenapa, nanti susah masuk PT lagi, mulai dari awal lagi"", katanya.
""Aku tidak ingin di Tamshui lagi, kamu tidak tahu bagaimana hatiku berjuang melupakan dan memaafkan atas semua yang telah kita lewati dan Tamshui tetap menyimpan sejarah kita"", jawabku agak sinis.
""Ya sudah, maafkan aku ya dhek, hati-hati, nanti jangan lupa kabari aku kalau sudah ke Taiwan lagi"", katanya.

Mudah sekali dia bilang seperti itu, tapi ya sudahlah aku tidak boleh membenci dia, aku harus tetap jadi wanita tegar yang tetap tenang apapun yang terjadi. Mungkin dari tiap kejadian adalah langkah menuju kebaikan, bukankah hidup adalah perjalanan. Aku selalu mendo'akan yang terbaik untuk mas Panji, walaupun kadang rasa tidak ikhlas itu muncul di pikiran. Taiwan, negara yang menyenangkan, tempat-tempat yang indah dan penuh sejarah, negara yang membantuku melukis kanvas dunia dalam hidupku.

Juni 2014, aku pulang dengan sejuta pengalaman. Pulang juga membawa kekecewaan, kecewa ku pada mas Panji dan rinduku pada keluarga. Lebih bahagia lagi aku bisa merayakan lebaran bersama keluarga setelah 10 tahun tidak bisa merayakan di kampung halaman.
Dua bulan di Indonesia aku daftar lagi ke PJTKI ku dulu untuk carikan majikan. Kali ini agak lama, sekitar 4 bulan aku baru bisa berangkat lagi ke Taiwan. Aku dan mas Panji masih berteman baik, meskipun cinta di hati belum sepenuhnya aku mampu padamkan, tapi mungkin dia sudah terbiasa dengan kisah seperti ini.

November 2014, aku tiba di Taiwan ke dua kalinya. Sialnya aku mendapat majikan daerah Taoyuan, yang secara tidak langsung justru berdekatan dengan tempat mas Panji di Shulin. Majikanku sekarang jauh lebih baik, kerjaku ringan dan aku sangat betah, di sini aku diwajibkan satu bulan satu kali libur. Sungguh Taiwan benar-benar negri impianku, nasib baik selalu berpihak padaku. Hanya mampu bersyukur atas apa yang Allah berikan selama ini.
""Kamu boleh libur kapan saja kamu mau, kalau di rumah jenuh kamu juga boleh jalan-jalan ke mana kamu suka"", kata majikanku pagi itu.
""Terimakasih nyonya, anda baik sekali"", jawabku tersenyum.
Nyonya pun tersenyum ramah.

Di Taoyuan aku akan berusaha membuka lembaran baru, tanpa mas Panji tentunya. Kabar yang aku terima dia tidak jadi menikah dengan tunangannya dulu, tapi di sini dia sudah punya cewek lagi, hemmm..., ya sudah lah, aku tidak boleh cengeng, mungkin bukan jodoh. Biarkan semua adalah langkah ku menuju tingkatan jalan hidup selanjutnya. Aku tidak boleh menyalahkan siapa-siapa, apapun yang terjadi hidup harus dijalani.

Aku berharap, ini adalah terakhir kalinya aku menjadi BMI, susah senang semua aku kantongi, kujadikan pengalaman hidup dan kuambil hikmahnya. Walau kadang BMI identik dengan berita negatifnya saja, tapi tak jadi masalah, selama aku bisa jaga diri aku yakin semua baik-baik saja. Aku harap Taoyuan adalah tempat terakhir aku di Taiwan, negri indah penuh kenangan.

Taoyuan, 04 Maret 2015 (13:16)