INDAH PADA WAKTUNYA

2015/4/23 / HERPIYANTI TOGATOROP / INDAH PADA WAKTUNYA / Indonesia 印尼 / tidak ada

INDAH PADA WAKTUNYA
Siang itu aku memilih duduk di bangku paling sudut ruangan kelasku. Keadaan kelas hari ini begitu gaduh, teman-teman pada sibuk dengan kegiatan masing-masing. Situasi kelas seperti ini bukan yang pertama kali, hampir setiap kesempatan pada saat dosen yang akan memberikan mata kuliah berhalangan hadir. Sambil memperhatikan tingkah laku teman-temanku, ku layangkan pandanganku ke dari sela-sela kaca ruanganku, dan melihat begitu indahnya taman di sekitar kampusku. Tak terasa sudah 3 tahun lebih belajar di kampus ini. Banyak suka dan duka yang kualami, apa lagi saat masa ospek dulu. Ah…. aku hampir saja terlarut dalam lamunanku.

         ""Vii sudah dapat judul belum??"" seruan dari salah satu temanku, “agak sedikit keras” dan menyadarkan ku dari hayalanku. Oh ya
aku ada seorang mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Medan. Dimana saat itu waktu nya untuk nyusun skripsi, suasana ruanganku yang begitu ribut ternyata pada sibuk membicarakan judul yang akan diajukan.

""Belum"" jawabku dengan suara sedikit lemas.
""Ihh tu kan asyik melamun aja, tu judul di pikirin dong"" seru temanku yang paling bawel ini. Benar pada saat teman-temanku sibuk memikirkan judul untuk skripsi, aku sama sekali tidak tertarik untuk itu. Aku malah memikirkan gimana cara supaya punya uang banyak. Karena dengan keadaan orang tuaku yang pas-pasan aku seakan menyerah dengan skripsi ini. Bagaimana aku bisa beli buku-buku dan lain-lain keperluan wisudaku, sedangkan untuk bayar kuliah selama ini saja sudah orang tua ku sudah pontang- panting. Dan yang terpikir olehku kalau aku sudah wisuda belum tentu langsung kerja, dan lain lagi di akhir perkuliahanku aku merasa tidak suka dengan jurusanku.
Benar jurusan ku ini dulu karena dorongan dari kakak ku, dimana aku seperti membalas budi. Pikiranku di penuhi pertanyaan-pertanyaan mau kemana kah aku ini??.

Hari itu tepatnya hari minggu aku baru pulang dari gereja, aku bertemu dengan seseorang yang mengaku pernah bekerja di Hongkong. Dan dia juga cerita kalau dia lagi pulang cuti. ""Wow hebat bangat"" itulah yang terlintas di pikiranku pada saat dia bercerita kalau dia bekerja di Hongkong.
        Maklum saja dulu yang ku tau kalau TKW itu hanya ke Malasya, dan maaf kata di daerah tinggal ku jarang ada yang menjadi TKW. Ada beberapa orang yang menjadi TKW ke Malaysia tapi berita yang sering kita dengar simpang siur ada yang tidak di gaji bahkan kadang meihat di TV banyak yang di siksa. Jadi tidak heran kalau daerahku begitu takut kalau sudah dengar bekerja ke Luar Negeri.
        Satu hal lagi, di daerah tempat saya tinggal kalau dengar yang namanya TKW pikiran itu langsung mengarah kepada wanita ""tidak baik"". Tu bisa ku maklumi karena minim nya orang yang jadi TKW dari daerahku. Dan lagi media massa seperti hanya memberitakan berita TKW yang jelek saja. Seperti yang di siksa majikan ato pulang ke tanah air bawa anak. Jadi tak bisa ku salahkan orang berpikir buruk dengan TKW karena aku juga berpikir sama dengan mereka..
       Tapi kali ini yang ku dengar sangat berbeda, jadi TKW di hongkong. Dan photo-photo yang kulihat sangat membuat ku tertarik untuk mencoba. Benar dari kecil aku bercita-cita jadi perawat di panti atau di rehabilitasi. Hanya ini pekerjaan yang merebut hatiku. Di tambah dari cerita yang ku dengar ini, kerja di hongkong gajinya besar, hari minggu ada libur jadi bisa ke gereja. Dan jika mau,bisa kuliah atau kursus. Oh sungguh keadaan yang sangat ku inginkan. Bekerja dan sambil kuliah menjadi harapan ku yang sangat lama tak terpenuhi karena jadwal kuliahku yang tak menentu. Tapi kali ini seakan semua di depan mata.
         Tak perlu mikir lama-lama langsung saja ku utarakan niat ku untuk bekerja ke Hongkong. Tapi aku tidak kaget karena semua keluarga tidak setuju dengan keputusanku. Dari 10 bersaudara yang ku punya aku adalah putri bungsu dari kedua orangtuaku. Jadi maklum saja keluarga ku berat melepasku. Dengan berbagai alasan mereka tidak mengijinkan keinginan ku untuk bekerja ke luar negeri. Dan lagi karena kuliahku sudah tinggal satu langkah.
        Tapi tentu saja itu semua tidak menggoyahkan keputusanku. Aku pun dengan segera menemui orang yang akan mengurusi keberangkatanku. Benar saja ""pucuk di cinta ulam pun tiba"" begitu peribahasa yang cocok untuk ungkapan perasaanku saat itu. Karena ternyata biaya tiket pesawat dari medan ke Jakarta di biayai oleh sponsor. Tentu saja itu membuatku semakin semangat untuk berangkat. Senang bercampur grogi membayangkan bagaimana tinggal di negara Hongkong.
    Tiba lah waktu nya berangkat ke Jakarta, aku semakin grogi. Maklum saja ini kali pertama aku naik pesawat. Sebelumnya hanya dengar orang bercerita pengalaman naik pesawat. Kali ini aku benar-benar mengalami. Singkat cerita, setelah sampe di Jakarta pihak dari PT pun menjemput ke bandara. Malam itu juga langsung di bawa ke PT tempat penampungan.
     Kira-kira jam 20.00 WIB waktu itu ku tiba di penampungan, oh my God.. Ku kaget nya bukan kepayang, melihat begitu banyak orang di penampungan. Suasana hatiku semakin berubah drastis, yang tadinya grogi sekarang jadi bingung. Ku beranikan bertanya dengan salah seorang yang berada di ruangan itu.
""Mengapa di sini begitu banyak orang, apakah ini mau ke Hongkong semua??"" Oh bukan, disini banyak yang mau ke singapura, Hongkong dan Taiwan. Dan aku sendiri mau ke Taiwan"". Dengan wajah agak sedikit senyum dia menjawabku.Tu lah awal dari perkenalan kami, dan akhirnya dia pun menceritakan bagaimana kehidupan di penampungan. Dan apa saja yang harus di lalui jika mau berangkat kerja ke luar negeri. Dan baru lah ku mengerti apa pekerjaan yang akan ku lakukan di luar negri. Benar-benar aku terkejut dengan apa yang ku dengar saat ini.
      Aku semakin bingung dengan situasi ini, terlebih ketika ku lihat keadaan di sekitarku. Tidur rame-rame, dan tidurnya di lantai hanya beralaskan tikar kecil. Dalam hati aku menyesal, sedih, tapi apa mau di kata ku hanya bisa pasrah.
      Karena hatiku masi di penuhi rasa penasaran, aku mencoba mencari tahu tentang negara Taiwan, aku teringat dengan ""Meteor Garden"". Aku akhirnya tertarik ingin ke Taiwan, berharap ketemu To ming she atau Sang cai. Yang paling penting pikiranku begitu bahagia nya jika aku bisa kuliah di universitas tempat Sang cai kuliah dulu. Hayalan tingkat tinggiku ""kambuh"" lagi.
     Hari berganti hari, bahkan minggu ke minggu telah ku lewati di tempat penampungan ini, sedikit demi sedikit aku bisa menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarku. Bahkan bulan berganti bulan, aku setia mengikuti kegiatan di tempat baru ku ini. Tapi sudah beberapa bulan terlewati keberangkatanku belum juga jelas, orang tua dan keluarga sudah bolak balik bertanya kapan berangkat.
     Hatiku jadi gunda gulana, bagaimana tidak? Aku mau meninggalkan keluarga ku, meninggalkan kuliahku. Ku bulatkan langkaku  maksud hati mau cari uang. Alhasil di tempat ini aku malah mengeluarkan uang, aku berpikir sejenak berapa lama lagi aku di tempat ini oh Tuhan dan berapa banyak lagi uang yang akan ku habiskan di tempat ini? Benar aku jenuh dengan keadaan ini, aku kesal. Tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah terlanjur nasi jadi bubur. Aku hanya pasrah dengan keadaan..
   Tapi ada satu hal yang membuat ku tetap ingin berangkat ke Taiwan, karena mendengar cerita dari teman-teman yang sebelumnya pernah ke Taiwan. Mereka bisa membeli sawah, tanah, membangun rumah, buka usaha dan ada juga yang untuk bayar utang.
     Benar kini ku teringat dengan keadaan orang tuaku, mungkin aku tidak perlu beli sawah atau rumah. Tidak juga untuk bangun rumah, tapi aku tahu betul orang tua ku punya utang yang sudah sangat lama dan jumlahnya sangat banyak. Tekat untuk melunasi utang orang tua ku jadi alasan untukku untuk tetap semangat dan ingin bekerja di Taiwan. Aku ingin sekali melihat senyum lepas kedua orang tuaku tampa di bebani utang. Aku ingin sekali melihat mereka menikmati masa tua nya tampa memikirkan utang. Aku ingin melihat orang tua tidak dipandang sebelah mata oleh tetangga. Walau aku kadang kesal dengan ayahku, karena sikap semasa muda nya yang suka main judi. Dan itulah yang mengakibatkan ibuku di lilit utang dari masa muda nya sampe kini utang itu semakin banyak menumpuk. Jangan untuk bayar pokoknya, bayar bunga utang nya saja seakan tak sanggup . Aku benar-benar tidak tega melihat orangtua ku tiap hari bekerja keras, tidak mengenal siang dan malam. Di bawah hujan dan terik matahari, tapi hasilnya seakan tidak pernah kelihatan hanya karena membayar bunga utang.
Aku sudah berjanji dalam hatiku, apapun tantangan dan bagaimanapun nanti susah nya bekerja di Taiwan aku tidak akan pulang sebelum utang orangtua ku bisa ku lunasi.
    Yang kutunggu-tunggu akhirnya sampe juga, 07 Februari 2011 adalah tanggal keberangkatan ku ke Taiwan yang mana ini menjadi hadiah ulang tahun ku yang ke 22 tahun. Tepat di usia ku 22 tahun ini adalah hari keberangkatanku. Malam sebelumnya keluarga ku datang ke penampungan bawa hadiah dan kue Ulang Tahun. Sekaligus melihat aku sebelum berangkat ke Taiwan.
    Paginya akhirnya kami siap-siap mau ke bandara, waktu itu kami ada 3 orang yang berangkat. Tepat jam 9 pagi kamipun meninggalkan penampungan. Sedih karena harus harus berpisah sama orang-orang yang ku sayangi. Senang karena hari yang kutunggu telah tiba. Dan grogi bila memikirkan bagaimana yang akan kuhadapi ke depannya. Semua itu bercampur dalam hatiku.
     Setibanya di bandara Sukarno Hatta, aku dan kedua temanku mulai cek in, oh my Good. Tiba-tiba utusan dari kantor dari luar ruangan itu teriak-teriak memanggil namaku, ternyata dokumen BANK yang ada di amplop bertuliskan namaku ternyata punya orang lain. Salah satu staff kantorku tak sengaja membuat kesalahan fatal. Syukur mereka cek kembali di kantor sebelum aku di timpa masalah. Aku hanya bisa diam setelah orang kantor mengatakan bahwa dokumen BANK ku bisa menyusul nantinya.
    Selesai masalah dokumen, tiba-tiba pada saat giliran temanku cek in. Dia tiba-tiba menangis, aku bingung kenapa. Setelah di tanya, oh ternyata tiket nya ada yang kurang. Dia harus transit ke Khaoshiung, sedangkan tiket yang di pegang cuma sampe Taipe. Lagi lagi staff kantor melakukan kesalahan. Karena dia harus menunggu proses tiket lanjutan, akhirnya aku dan teman ku yang lain lebih dulu untuk proses Imigrasi. Setelah urusan tiket transit selesai akhirnya kami agak sedikit lega. Mungkin akibat terlalu grogi akhirnya kamipun mencari toilet terdekat, dan setelah keluar beberapa meter dari toilet masalah baru muncul lagi. Aku baru tersadar kalau kartu ktkln (kartu tenaga kerja luar negri) tidak ada di tanganku. Kami lari sana sini untuk mencari, kembali lagi ke toilet pemikiran terjatuh di sana. Tapi hasilnya tetap tidak ada. Karena sudah lelah akhirnya ku pasrah duduk di kursi dekat toilet itu sambil ku buka-buka pasporku. Oh yes ternyata KTKLN ku terselip di dalam paspor. Ahhh benar-benar deh akibat terlalu grogi.
     Setelah melewati semua urusan di bandara akhirnya kami pun masuk pesawat. Pada saat pesawatnya take off, tak terasa air mataku mengalir. Aku baru tersadar bahwa aku akan benar-benar jauh dari keluarga dan orang-orang yang ku cintai. Oh Tuhan semua ku pasrahkan kepadaMu.
     Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya sampe juga di Taiwan. Semua urusan dari bandara di Taiwan sampe CEK-UP selesai. Agen pun mengantarkan aku ke rumah majikan. Tepatnya di kota Taichung.
     Pertama sampe di rumah majikan, aku menjumpai seorang kakek yang rambutnya sudah putih semua, badan tinggi tegap. Gak bisa di sangkal kalau waktu muda nya dia begitu gagah. Dan ada seorang pria berumur 17-an tahun yang saat itu lagi sibuk beres-beres koper mau liburan ke Malasya. Dan lagi seorang wanita kira-kira berumur 40-an tahun. Aku berpikir bahwa dia adalah orang yang akan menjadi majikanku. Tapi setelah bercerita dan dia memperkenalkan diri, ternyata dia adalah perawat yang menjaga nenek yang akan ku jaga nantinya.
     Setelah beberapa menit kemudian, aku melihat seorang nenek yang belum terlalu tua. Dengan muka senyum dia duduk di depanku. Kakek yang tadi memperkernalkan kalau dia adalah nenek yang akan ku jaga. Dan benar saja aku kaget, mereka memberitahu ku kalau nenek yang akan ku jaga.
Rupanya sakit jiwa. Dan sebelum aku datang, dia di rawat di rumah sakit jiwa kurang lebih 9 bulan. Aku seakan tak ingin mengambil pekerjaan ini, karena membayangkan saja aku takut. Tapi karena teringat utang orangtuaku tadi akhirnya ku terima juga. Jadi teringat sejak masa kecilku, aku ingin sekali bekerja di panti asuhan atau di rehabitasi. Tapi setelah kini aku benar-benar mendapatkan tanggung jawab untuk merawat orang sakit jiwa, aku baru tersadar ternyata gak segampang yang aku bayangkan selama ini.
   Ku bersyukur sekali nenek yang ku jaga bisa dengan senang hati menerimaku. Terlebih kakek yang begitu baik terhadapku. Sampai-sampai karena kebaikan kakek itu membuat perawat yang satu nya tidak suka terhadapku. Dia mulai suka cari gara-gara denganku. Dan bilang ke aku supaya tidak terlalu dekat dengan kakek, karena katanya kakek jatuh cinta denganku. Selalu mencari-cari kesalahanku. Menceritakan yang tidak baik tentang aku kepada tetangga-tetanggaku. Yang bilang aku datang ke Taiwan cuma nonton TV saja, yang bilang aku suka godain kakek. Kadang juga bilang aku gak bisa kerja apa-apa, semua dia yang kerjakan.        
Sampe suatu hari puncaknya, nenek yang kami jaga ""bertingkah"". Dan itu membuat dia marah sekali. Dan sama seperti hari-hari sebelumnya jika nenek lagi ""bertingkah"" tidak akan diperbolehkan makan oleh dia. Hari itu dia marah sekali karena nenek bilang kalau dia ""tidur"" ma kakek. Dari pagi sampe siang nenek tidak di perbolehkan makan, siang hari nya nenek pergi dari rumah gak tau kemana. Dan aku tidak diperbolehkan mencari nenek. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tapi dalam hati aku begitu sedih. Seakan aku gak terima dengan apa yang kurasakan. Ku begitu kawatir terjadi apa-apa sama nenek.
   Ketika hari menjelang sore, akhirnya nenek kembali ke rumah. Ku sungguh bersyukur tidak terjadi apa-apa dengannya. Sore itu juga aku tetap tidak diperbolehkan masak untuk makan malam. Perawat nya hanya bilang kalau makan malam ini nenek tetap tidak di kasih makan. Oh Tuhan aku semakin gak tahan, hatiku begitu merasa bersalah, masa aku makan tiga kali sehari sedangkan nenek yang ku jaga tidak makan sama sekali. Padahal yang menggaji aku adalah putri dari nenek.
Tiba waktunya makan, perawat itu pun mengajak aku pergi makan ke rumah makan dekat rumah. Dengan senang hati si nenek pun bersiap-siap hendak ikut, tapi perawat ini marah besar kepada nenek. Akhirnya dengan memberanikan diri aku tidak mau di ajak perawat tersebut. Dia sangat marah, bahkan memaki-maki aku. Dan dia pun tidak jadi pergi makan, akhirnya satu rumahpun tidak ada yang makan malam hari itu.
Malam harinya pekerjaan sudah selesai. Aku menemani nenek di kamar, tiba-tiba perawat itu teriak-teriak memanggil aku. Dengan sedikit berlari, aku bergegas ke bawah dari kamarku yang berada di lantai dua. Dengan nada sedikit kasar dia memberikan telepon kepadaku, dan bilang kalau agenku dari Taipe mencariku dan ingin bicara denganku. Dengan penasaran ku angkat telepon itu. Ku dengar suara agenku di seberang sedikit marah. Dia hanya berkata, Evi hari ini kamu kenapa?? Kamu bertingkah ya? Saya terkejut sekali, saya bertanya bertingkah bagaimana. Saya ingin menjelaskan apa yang terjadi, tapi agen tidak memberikan sedikit pun kesempatan untuk ku untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi.
Dengan hati-hati aku mencoba bertanya kepada agen, ada apa sebenarnya? Dengan penuh penasaran aku mendengar penjelasan dari agenku. Ternyata perawat itu mengatakan kepada agen kalau tadi sore saya di rumah marah-marah. Tidak mau bawa nenek ke rumah makan, tidak mau masak untuk makan malam karena menu makan malam nya ada daging babi . Dan yang lebih parahnya aku tidak mau makan karena tidak di belikan ""Niurou mien"" mi daging sapi.
Hatiku benar-benar terpukul mendengar penjelasan dari agenku. Karena sebenarnya aku belum pernah mendengar mi daging sapi. Dan jika alasan tidak mau masak karena daging babi sangatlah tidak masuk akal. Karena aku sendiri makan daging babi. Aku hanya bisa terdiam.
Tapi ku sungguh bersyukur, ternyata agen ku tidak percaya begitu saja dengan ucapan perawat itu. Karena  agen ku sendiri tau kalau aku kristen jadi otomatis tidak masalah jika berhadapan dengan daging babi. Dan alasan yang di katakan perawat itu menurutnya tidak masuk akal, karena bagaimanapun kita tidak mungkin berani marah-marah di rumah majikan karena masalah makanan, karena kita hanya seorang pembantu.
Dengan nada lembut agenku menasehati aku agar lebih berhati-hati. Agen berpesan kepadaku agar aku mengikuti semua kemauan perawat itu. Kecuali jika di suruh berbohong, mencuri atau membunuh. Hanya ketiga ini yang tidak akan kuturuti perkataannya. Aku juga tau kalau dia sudah hampir 9 bulan merawat nenekku sejak nenekku keluar dari rumah sakit jiwa. Dan majikan ku begitu mendengar setiap perkataan perawat itu. Itulah yang membuatku terkadang bingung, karena majikan selalu mendengar dan menuruti perintah perawat. Aku hampir gak tau siapa majikan dan siapa yang perawat.
Setelah mendengar nasehat dari agenku, telepon aku berikan kepada perawat itu. Aku melihat wajah nya yang masi kesal dengan aku. Dan terpancar benar bahwa dia serasa puas karena dia berpikir bahwa aku di marahi oleh agenku. Aku memilih langsung beranjak ke kamar tampa mengucapkan sepatah katapun kepada dia. Tapi setelah sampe di kamar, tak terasa air mataku mengalir deras. Hatiku begitu sakit. Karena aku sadar bahwa aku di fitnah oleh perawat itu. Aku seakan menyesal mengapa aku sampe berada di Taiwan ini. Ingin bercerita menuangkan sesak nya hati tapi tidak tau sama siapa. Karena waktu itu aku belum punya hp, karena ARC belum selesai. Jadi belum bisa beli kartu telepon. Begitulah keseharian ku berlalu, perasaan campur aduk. Perawat ini tak henti-henti nya cari masalah denganku.
Sampai suatu hari kira-kira 2 minggu berlalu. Sore hari nya aku pergi buang sampah. Nenek yang kami jaga waktu itu lagi sakit. Jadi tidak bisa jalan. Karena mobil sampah sudah datang, aku pergi terburu-buru sampai gak memberitahu ke perawat dan kakekku kalau aku mau buang sampah. Karena kebetulan kakek dan perawat itu lagi tidur siang. Setelah pulang dari buang sampah, aku begitu terkejut, nenek ku sudah di lantai. Ternyata dia jatuh dari tempat tidur pada saat mau bangun. Dan di lihat oleh kakek. Kakekpun teriak panggil aku untuk bantu nenek berdiri.
Karena kejadian ini, aku semakin kwatir majikan dan agen akan marah denganku. Aku sudah berpikir, bahwa ini kesempatan yang bagus buat untuk perawat ini mengusir aku dari rumah ini. Karena pada saat itu aku belum begitu bisa bahasa mandarin. Setiap malam, aku belajar bahasa biar bisa menjelaskan kejadian sebenarnya kepada majikanku. Karena ku dengar dari kakekku hari minggu itu majikan ku akan datang dari Taipe. Dan itu merupakan pertama kalinya aku bertemu mereka. Aku menulis di buku diary ku kejadian yang sebenarnya, dan aku merusaha untuk mengartikan dalam bahasa mandarin. Tiap malam tidur larut malam hanya karena mempelajari bahasa mandarin. Karena dalam hatiku tumbuh sebuah prinsip selama bukan karena kesalahan ku aku tidak akan keluar dari rumah ini. Ku mau keluar dari rumah ini dengan cara yang baik bukan dengan cara yang tidak baik atau karena fitnah yang sama sekali bukan kesalahanku.
Hari yang di tunggu pun akhirnya tiba juga, menjelang siang di hari itu majikanku datang dari Taipe. Aku begitu terkejut melihat penampilan majikan ku. Tak ada beda nya dengan orang ""pasaran"". Ngomongnya juga begitu, aku semakin deg deg-an. Semua yang telah ku pelajari selama ini hilang dengan tiba-tiba dari otakku. Aku hanya berpikir bahwa mungkin inilah waktunya aku keluar dari rumah ini. Benar saja mereka semua menasehati aku, tapi sungguh ku terkejut tidak ada yang marah. Mereka malah sebaliknya, menasehatiku lembut sekali tidak sesuai dengan penampilannya. Tapi sekarang ku baru mengerti dengan kata-kata agenku kemaren, kenapa aku disuruh menuruti semua perkataan perawat ini. Ternyata majikanku sungguh mendengar semua kata perawat ini karena antara dia dan majikanku sepertinya
ada bisnis membungakan uang. Semua uang si perawat ini di tangan majikan ku untuk di buat modal bisnis karaokenya. Inilah yang membuat majikanku begitu mendengar setiap kata-kata perawat ini. Kini aku mengerti dengan keadaan yang akan ku hadapi. Aku tidak bisa berkata apa, hanya pasrah dengan apa selanjutnya yang akan ku hadapi.
Setelah sebulan lebih aku berada di rumah ini akhirnya yang kutunggu-tunggu tiba juga. ARC dan askesku di kirim agensiku. Aku begitu senang sekali, dan saat itu juga perawat ini membawa ku untuk  membuatkan kartu telepon. Aku begitu tidak sabar mrnunggu malam hari tiba. Karena aku sudah tidak sabar menghubungi keluargaku. Terlebih seseorang yang begitu istimewa di hatiku. Tidak sabar untuk mengetahui keadaan mereka, perjalananku sampai di Taiwan dan rumah majikan. Ingin sekali mencurahkan perasaan yang sudah begitu sesak di dadaku. Aku yakin, seharian ini aku sudah senyum-senyum sendiri karena senang nya hati.
Malam hari yang ku tunggu pun tiba juga, setelah pekerjaan ku selesai aku cepat-cepat mandi. Dan selesai mandi ku  raih handphone yang ku simpan di laci meja  kamarku. Dengan muka berseri-seri ku tekan nomor yang akan ku hubungi. Ku putuskan untuk menghubungi pujaan hatiku, karena maklum saja aku begitu ingin tahu keadaan dia. Karena sewaktu aku berangkat ke Taiwan dia lagi di rawat di rumah sakit. Akibat penyakit kelebihan cairan persendian.
Dengan sedikit gemetar akibat grogi ku tidak sabar menunggu teleponnya di angkat. Benar saja, suara yang sudah melekat di telingaku terdengar dari sebrang.
""Halooo... Haloooo"" ku dengar dengan jelas suara itu. Kini aku semakin grogi sampai aku tidak bisa berkata apa-apa. Syukur saja dia langsung bisa menebak kalau aku yang telepon. ""Ini adek ya??""
""ya. Abang apa kabar??"" jawabku lirih..
""aku baik-baik saja. Aku udah lama sekali nunggu kabarmu. Kamu di sana baik-baik saja kan?? Oh ya ada sesuatu yang mau aku kasih tahu sama adek"" begitulah yang ku dengarkan waktu itu.
Aku begitu penasaran. Dengan suara yang begitu semangat aku langsung gak sabar menunggu apa yang akan di katakan padaku. ""Ya silahkan"" ku persilahkan dia bicara duluan.
""adek... Abang mau kasi tau, sekarang abang udah sehat. Dan sekarang aku terpilih jadi pengurus KMK(Komunitas Mahasiswa Kristen) dan yang paling pentingnya aku terpilih menjadi bendahara. Dan yang ingin aku bilang sama adek, aku ingin hubungan kita sampe di sini dulu. Karena syarat jadi pengurus KMK itu salah satunya tidak bisa pacaran. Aku harap adek mengerti karena aku sudah memutuskan untuk memilih ini. Dan tolong jangan sampe ada yang tau kalau kita sudah putus. Terlebih keluargaku.. Bla... Bla... Bla.."" begitulah yang terdengar di telingaku. Sampai aku gak tahu lagi apa yang di bilang selanjutnya. Aku begitu terkejut, hatiku benar-benar terpukul. Tampa mikir panjang ku matikan telepon nya. Dan aku terduduk lemas di tempat tidurku. Tak terasa air mata ku mengalir begitu deras. Aku belum percaya dengan apa yang barusan ku dengar. Kini aku hanya menyesal, mungkin lebih baik kalau tadinya aku tidak menghubunginya. Paling tidak aku masi tetap merasa kalau dia masi milikku.
Sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali setiap hari aku merenungi nasibku. Terkadang tak terasa air mataku mengalir. Sampai kini hampir 2 minggu lebih berlalu aku masi sering menangis. Hampir setiap malam menangisi nasibku di dalam selimut. Sampai suatu hari aku naik ke lantai 3 rumah majikanku, aku melihat jelas jalan raya di depan mataku. Sejenak aku berpikir ingin menjatuhkan diriku ke bawah. Agar aku tidak merasakan lagi betapa perihnya hatiku saat ini.
Aku terduduk, dan tiba-tiba aku teringat dengan ibuku. Aku teringat keinginan utamaku. Aku teringat utang orang tua ku yang mana aku ingin melunasinya. Aku teringat keinginanku melihat senyum puas ibuku yang telah terkubur selama hampir 40 tahun.
Aku membenamkan niatku yang hampir saja membuatku gelap mata dan pikiran. Kini tumbuh sebuah prinsip di hatiku. Aku akan bekerja dengan baik. Aku akan lebih baik dari sebelumnya tampa dia yang telah mengecewakan aku.
Ku tanam erat di hatiku, tampamu aku akan semakin fokus dengan pekerjaanku. Dan akan kutunjukkan kalau aku akan berhasil.
Kini beberapa bulan sudah kulewati tampa dia. Pekerjaanku semakin ku senangi. Perawat ini pun sudah lelah ""cari masalah"" denganku. Aku udah begitu dekat dengan majikanku. Dan nenek yang ku jaga semakin baik kepadaku. Terlebih kakekku yang selalu memanjakanku. Aku seakan sudah lupa dengan dia yang pernah memberikan kebahagiaan dan semangat selama 4 tahun masa pacaran kami. Dan aku bisa melupakan ucapan menyakitkan yang ku dengar dari dia. Kini aku hanya fokus dengan keinganan dan kerjaanku.
Sampai 11 bulan aku telah berada di tengah keluarga majikanku. Keceriaan dan kedekatan yang kualami terasa hancur hari itu. Majikanku bertengkar dengan perawat yang di rumahku. Majikan mengusir perawat dari rumah. Tiba-tiba rumah majikanku penuh preman dan polisi. Bahkan begitu rame tetangga berdatangan yang ingin tau apa yang sedang terjadi saat itu. Aku dan nenekku di kurung di kamar oleh majikanku. Aku tidak tau pasti nya apa yang sedang terjadi saat itu. Kecuali suara teriak-teriak dan suara tangisan dari perawat itu.
Jika aku bayangkan dengan sakit hati yang telah ku terima dari perawat itu hari itu seakan menjadi hari kemenanganku. Tapi ternyata tidak, aku tetap merasa kasihan dengan dia.
Akibat dari pertengkaran mereka, akhirnya majikanku pindah rumah. Dan kini semua anak-anak nenekku tinggal bersama. Tapi dengan rame nya aku tetap saja tidak merasa kewalahan. Karena mereka semakin baik denganku. Dan majikanku selalu membantu pekerjaanku. Aku di perlakukan seperti anak kandung, mungkin aku betah di rumah ini. Dan tak jarang kakekku menambah gajiku setiap bulan. Dan kini aku bisa libur tampa di potong gaji.
Tapi di samping kebaikan yang ku terima, nenekku semakin parah. Tiap hari tidak pernah tidur, tiap malam teriak-teriak memanggil anak-anaknya. Siang hari sering pergi dari rumah. Dan kalau ku pergi dengan nya dia akan teriak-teriak minta tolong dengan orang-orang yang di tempat itu. Jika ku bawa jalan-jalan dia akan teriak-teriak minta pulang ke rumah. Bila sedang berada di rumah dia ingin pergi ke mana-mana. Tak jarang nenekku pergi dari rumah, dan sorenya polisi mengantarnya pulang. Walau setelah itu aku dapat ""omelan"" dari polisi itu. Tapi majikanku menyuruhku membiarkan nenek, aku malah di suruh bantu-bantu di rumah makan majikanku. Dan hampir tiap hari masak untuk orang-orang yang main judi di rumahku. Benar setelah bangkrut usaha karaoke majikanku mereka membuka warung makan kecil-kecilan dan rumah kami di jadikan tempat berjudi.
Kini aku merasa jenuh di rumah ini, aku tidak terima dengan apa yang di depan mataku. Udah siang nya bantu di warung makan malamnya tidak bisa tidur. Karena ributnya suara orang-rang yang main judi ini. Lain lagi nenek ku yang tiap hari ""bertingkah"" membuat ku merasa lelah. Dan sering nya aku di pukul sama nenek apabila dia tidak ku bukakan pintu malam-malam untuk pergi keluar.
Akhirnya kesehatanku ngedrop juga, berkali-kali aku ke dokter semua dokter menyuruhku harus banyak istirahat. Benar saja penyakit lever yang hampir merenggut nyawaku semasa SMA kambuh lagi. Dan akibat penyakit ini berat badanku bertambah drastis. Dari 50 kilo menjadi 70 kilo. Akhirnya dengan berat hati ku utarakan niatku untuk keluar dari rumah itu. Tapi seperti yang ku tau majikanku tidak memberi ijin. Dan mereka menawarkan untuk menambah gajiku setiap bulan NT$5.000. Tapi aku menolak, aku tetap meminta untuk istirahat karena kesehatanku saat ini benar-benar yang paling utama buatku. Dan bisa kupastikan jika tetap bekerja di rumah ini aku akan semakin ngedrop.
Akhirnya setelah hampir 2 tahun di rumah itu mereka mengijinkan aku pulang ke indonesia tapi tidak mau tanda tangan jika aku pindah majikan. Walau waktu itu belum selesai kontrak aku putuskan untuk pulang ke Indonesia. Walau tidak mempunyai tabungan yang banyak tapi aku sudah berhasil melunasi semua utang-utang orang tuaku. Dan aku kini melihat senyum puas orangtua ku lepas dari utangnya. Ini merupakan keinginanku selama ini.
Aku begitu bahagia, mungkin aku tidak seperti Thomas Alpa Edison yang berhasil menemukan bola lampu. Atau seperti mereka yang berhasil menemukan obat dari sebuah penyakit. Atau bukan juga seperti artis yang terkrnal dan sering-sering muncul di TV. Tapi aku sangat bangga karena aku sudah menemukan senyum yang terpendam dari orangtuaku. Dan tak sedikit orang di daerahku memujiku. Dan aku tak menduga kalau itu membuat jadi buah bibir di daerah ku. Ahhh seperti bunga desa, yang kemana aku pergi seakan banyak mata yang memandangiku.
Setelah kepergian ku ke Taiwan, warga kampungku jadi tertarik mengikuti langkahku. Sekarang sudah ada beberapa orang dari kampungku yang bekerja di Taiwan, Hongkong dan juga Malasya. Dan orangtua mereka juga begitu bangga dengan mereka.
Kini setelah kesehatanku pulih kembali, aku kembali lagi bekerja di Taiwan. Walau dengan majikan yang berbeda. Yang lebih bahagianya majikanku sekarang lebih baik lagi dari yang dulu. Dan pekerjaanku sekarang sangat-sangat ringan. Karena nenek yang ku jaga masi sehat jadi tugasku hanya bersih-bersih rumah. Setiap bulan aku bisa libur. Dan waktu liburku kujadikan kesempatan untuk mengikuti kursus bahasa mandarin seperti yang kuinginkan di masa aku kuliah dulu. Bekerja sambil belajar itulah menjadi angan-anganku. Dan hampir 2 tahun aku bekerja di tempatku sekarang ini. Tak jarang ku dengar majikanku untuk mrmintaku setelah habis kontrak kembali lagi ke rumah ini. Walau belum ku putuskan tapi aku juga berencana. Jika memang mereka ingin aku tetap bekerja di rumah ini aku akan terima. Dan yang pastinya aku akan mengusulkan aku mau tetap bekerja apabila mereka mengijinkan ku sambil kuliah. Dan dari keseharian majikanku aku ada keyakinan bahwa mereka akan mendukung setiap rencana yang baik ku.
Kini aku merasa ku benar-benar telah jatuh hati dengan Taiwan. Karena walau di negeri orang tapi aku merasa nyaman berada di sini. Aku merasa punya keluarga yang baru. Walau aku belum pernah menginjakkan kaki dan melihat langsung megahnya bangunan Taipe 101 atau menikmati indahnya bunga di Yangminshan. Tapi Taiwan sudah menjadi bagian terbesar dari kisahku. Taiwan merupakan jalanku menuju keinginanku dan cita-citaku. Taiwan telah merubah pola pikirku.
Dulu aku sering merasa iri dengan teman-temanku yang dulu di dalam kelas mereka tidak sama sekali sainganku belajar. Tapi ku lihat sekarang mereka ada yang jadi perawat, polisi, guru, ahli terapis dan yang lainnya. Dulu ku merasa bahwa kehidupan ini tidak adil. Tapi sekarang ku mengerti, bahwa benar kata orang 1000 jalan menuju Roma. 1000 cara untuk berhasil. Mungkin jalan dan caraku tidak ada di antara yang 1000 itu. Tapi kini Taiwan menjadi jalan yang ke 1001 yang bisa membuatku mendapatkan keinginan terbesarku. Dan ku yakin keberhasilan yang masi banyak ku angan-angankan akan tercapai juga. Walau mungkin jalan ku sekarang tidak membuat semua tercapai berarti masi ada jalan berikutnya. Dan kemauanku akan menjadi jalan yang tidak akan pernah habis untuk menggapai semua cita-citaku..

                   ----- HORAS----