JALAN CITA CINTA DITAIPEI

2015/5/19 / Arina Widiyanti / JALAN CITA CINTA DITAIPEI / Indonesia 印尼 / tidak ada

JALAN CITA CINTA DITAIPEI
Oleh Arina Widiyanti
“Aku tidak akan pernah melupakan seseorang yang pernah memberikanku kebahagiaan didunia ini.” Itu pesan singkat terakhir yang aku baca dari Gabriel.
Sesungguhnya akupun belum siap untuk kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Gabriel atau akrab dipanggil Biel adalah sosok pemuda hitam manis yang berhasil memikat hatiku pada saat itu. Aku mengenal Biel dua tahun yang lalu, pemuda yang mewarnai hari-hariku sekaligus menjadi motivator hidupku. Usianya selisih satu tahun diatas usiaku.
Hari yang dinanti pun telah tiba, hari ini aku dinyatakan resmi lulus dari salah satu SMA (Sekolah Menengah Atas) di Kota Udang. Rasa senang sedih campur bahagia berpadu jadi satu, akhirnya perjalananku selama tiga tahun duduk di bangku SMA akan segera berakhir. Senangnya aku bisa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan, namun kesedihan itu muncul ketika sahabat baikku melontarkan sebuah pertanyaan

“Kamu mau lanjut ke fakultas mana Na?”tanya Fella
“Hmm, enggak tau Fel! Aku binggung antara lanjut kuliah atau kerja.”sahutku dengan nada galau

Kebanyakan dari teman-temanku mereka 70% melanjutkan ke perguruan tinggi favoritnya, dan sebagianya lagi ada yang memilih bekerja keluar kota. Sangat kecil kemungkinan aku bisa melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi, padahal dalam hati kecilku mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang guru. Tapi aku pendam impian itu, mengingat aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Adik-adikku lebih butuh pendidikan itu dari pada aku. Aku tidak boleh egois dalam hal ini, kasihan orangtuaku. Ini saatnya aku harus membantu dan mengurangi sedikit beban mereka. Aku hanya seorang gadis mungil berasal dari keluarga sederhana, namaku Arina.
Sebulan setelah lulus sekolah aku kerja disebuah resto italian. Disitulah pengalaman pertamuku bekerja. Meski terasa sangat lelah, jika waktu pulang tiba rasa itupun hilang ketika Biel datang menjemputku. Yah, disela-sela kesibukannya Biel selalu meluangkankan waktu untuk menemuiku. Walaupun Biel belum bekerja, tapi dia sangat sibuk dengan daftar tes kemiliterannya. Sering kali kegagalan menghampirinya, namun tak ada kata menyerah untuk selalu mencoba, mencoba dan terus mencobanya. Sampai pernah aku melarangnya untuk melanjutkan cita-citanya itu.

Bolehkan kak coba ikut daftar tes lagi?”tanya Biel
Udahlah, apa enggak sebaiknya coba cari pekerjaan lain dulu kak? Bukannya Na enggak mendukung kakak, tapi jujur Na takut kalau setelah lulus nanti kak bakalan dinas jauh dari kota ini.”celetukku

Itu alasannya  kenapa aku tidak suka Biel masuk kedunia militer. Aku takut Biel bakal ninggalin dan lupain aku. Terkadang jarak dan waktu bisa merubah segalanya.
Setelah kejadian itu aku tidak mendengar lagi Biel bicara tentang tes-tes itu lagi. Dan Biel pun mencoba ikut kerja bersama ayahnya. Hmm.., lega rasanya sekarang Biel sudah punya pekerjaan ya walaupun pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, tapi dia dengan ikhlas melakukannya.
Tak terasa sudah memasuki bulan ke empat aku kerja direstoran ini, aku sudah merasa sedikit bosan dengan suasana ini. Rasanya ingin mencoba cari suasana baru dengan mencari pekerjaan lain. Tapi aku binggung, mau melamar kerja kemana?”bisikku dalam hati
Dengan modal ijazah SMA kemungkinan mendapat pekerjaan enak itu rasanya tidak mungkin, bahkan yang lulusan kuliah pun masih banyak yang menunggu panggilan dirumah. Sering juga  biel membantu aku mencari loker dan dia juga pernah nawarin aku kerja bareng kakaknya, tapi aku menolaknya. Sampai pada suatu hari ada sahabatku yang dari Jakarta menelepon dan mengajakku untuk keluar negeri. Tanpa pikir panjang akupun menerima tawaran itu, tak ada pilihan lain. Mungkin itu adalah jalan yang terbaik kedepannya untuk masa depanku. Tepat menginjak bulan keempat aku resign dari resto italian itu. Tanpa ada seorangpun tahu apa alasanku resign dari pekerjaan itu.

“Kak, Na mau keluar dari resto itu?”tukasku
“kenapa Na? Ada masalah apa? Ngomong sama kakak?”Biel menyanggah
“Gak apa-apa kak, bosen aja!”aku menerangkan
“Terus mau kerja dimana lagi?”Biel menanyakan
“Ya, liat nanti deh kak, doain aja yah.”sahutku
“Iya, kakak selalu doain yang terbaik buat Na.”sambil mengelus kepalaku

Padahal dalam hatiku sedih rasanya, aku bakalan ninggalin biel. Seandainya Biel tau maksud dan tujuanku, pasti dia tidak akan mengijinkanku pergi ke luar negeri. Tapi aku rahasiakan ini semuanya dari Biel, menunggu waktu yang tepat buat cerita semuanya ke Biel. Yang pertamaku beritahu adalah pihak keluargaku, awalnya orangtuaku tidak mengijinkanku kerja jauh-jauh apalagi sampai keluar negeri OH NO! Terutama ibu, dia berusaha keras melarangku. Tapi pelan-pelan aku jelasin maksud dan tujuanku sampai akhirnya ibu meridhoinya. Padahal aku juga tau betapa khawatirnya ibu jika aku harus jauh dari keluarga.
Seminggu tlah berlalu, sahabatku yang dari jakarta datang untuk menemuiku.

“Na, elu udah dapat ijin dari nyokap lu?”tanya Yushi
“Udah beres Yus, lu gimana?”tanya balik
“I’m ready mbak bro.”gurau Yushi

Dalam waktu satu bulan kami mengurus surat, menyiapkan peralatan serta uang itu yang nomor satu. Yah, semuanya tidak lepas dari campur tangan orangtuaku mereka yang menyiapkan segalanya. Dan sampai detik itu pun Biel tidak pernah tahu, akan keberangkatanku. Hubungan kami berjalan seperti biasanya, Biel pun tak pernah bertanya macam-macam. Paling juga bilang aku sekarang jauh lebih sibuk dari biasanya, tapi Biel mengira mungkin aku lagi sibuk melamar-lamar pekerjaan.
Sulit rasanya jika kita harus memilih antara cita dan cinta. Namun apalah daya meraih impian adalah hak semua orang, bukan hanya dia tapi juga aku. Sebelum Biel lebih dulu meninggalkanku, ternyata aku lebih dulu pergi meninggalkan dia dan kota ini.

***
Waktu senja mengantarkan langkah Biel menuju istana kecilku. Pada saat itu aku sedang asik santai didepan rumah melihat keramaian anak-anak kecil yang sedang bermain dihalaman rumah sebelah.

“titttt....!!!”suara klakson motor mengiang kencang ditelingaku, dan nampak sosok pemuda gagah berhenti didepan rumahku.
“Hah! Kok sore-sore sudah kesini kak? Serontak aku kaget dengan melirik kebawah dan menyadari aku masih memakai baju tidur. Aku langsung lari masuk kedalam rumah tanpa menyuruh Biel masuk terlebih dahulu, karena aku tahu dia paling tidak suka jika melihatku memakai pakaian pendek. Aku masuk kamar dan berganti pakaian yang lebih sopan.
“Maaf lama yah? Ayo sini masuk, maaf tadi Na lupa mempersilahkan kakak masuk. Habis udah kayak jalangkung aja datang tak diundang, enggak bilang-bilang lagi”ledekku
“Ngpain juga bilang-bilang dulu, kan surprise. Tadi kak habis dari kota nganter mbak Ika, terus enggak sengaja kak lihat Na lagi duduk didepan jadi ya udah sekalian mampir.”Biel menerangkan
“Oh gitu. Mau minum apa kak?”aku menawarkan
“Enggak usah repot-repot Na. Keluar yuk?”ajaknya
“Kemana, hari udah sore hampir mau magrib kak.”tanyaku
“Bentar ko, ayolah.”sambil menarik tanganku
“Yah bentar, ijin sama ibu dulu sana.”suruhku
“Bu.., boleh kami pergi keluar sebentar?”tanya Biel kepada ibu
“Iya, boleh.Tapi... ada syaratnya yah.”sahut ibu

Dan ibu mengijinkan kami pergi dengan syarat tidak boleh sampai magrib. Kamipun berangkat dan Biel membawaku kesebuah pantai yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Kami duduk dipinggir pantai melihat sang senja turun dan langitpun mulai nampak kemerahan. Udara dingin pun mulai menyapa bulu romaku, itu bertanda malam akan datang.

“Aku sudah tidak punya banyak waktu, secepatnya aku harus beritahu Biel tentang rencanaku. Tapi aku takut pasti akan menjadi tamparan berat terlebih jikaku tidak menceritakan ini, lebih baik dia sakit sekarang dari pada nanti.”hatiku mulai gundah
“Kenapa sih, kayaknya gelisah banget Na?”tanya Biel seolah dia baca dari raut wajahku
“Enggak apa-apa kak, tapi ada sesuatu yang ingin Na sampaikan. “lirihku sambil menarik nafas
“Ngomong coba, ada apa?”dengan nada penuh kesal campur rasa penasaran juga kekhawatiran nampak dari wajah Biel
“Doakan Na yah kak, Na ingin bekerja ke luar negeri. Na ingin membangun istana kecil untuk ibu. Na ingin membahagiakan mereka, mungkin dengan bekerja disana Na bisa mewujudkan impian ibu yang selama ini terpendam dan belum tercapai untuk membangun rumah. Minggu depan Na akan berangkat ke Jakarta, maafin Na yah kak kalau selama ini Na belum bisa membahagiakanmu dan tidak sedikitpun maksud untuk mengecewakanmu.”aku pegang erat tangannya sambil memalingkan wajah.
Biel terus menatapku, dia sangat terpukul dengan keputusanku. Tak banyak hal yang bisa Biel lakukan saat itu, apalagi ini semua menyangkut masalah keluarga. Dan dia hanya berpesan kepadaku” Jika itu memang yang terbaik lakukankan lah, jangan hiraukan kakak masa depan kita masih panjang bahagiakan lah dulu kedua orangtuamu. Kamu hebat, kakak salut kamu punya pemikiran seperti itu Na. Yah, begitu juga dengan kakak, ingin membahagiakan kedua orangtua kakak dulu, doakan kak juga yah alhamdulillah daftar tes bulan kemarin kak dinyatakan lulus, akhir bulan ini juga kak akan pergi ke Bandung untuk pendidikan disana. Kamu baik-baik yah disana, jagadiri dan fokus sama cita-cita Na. Kita akan bertemu lagi ditempat ini ketika kita sudah sukses nanti. Jika kelak kita dipertemukan dan kita masih saling sendiri kemungkinan kita masih bisa berjodoh.”hanya kata-kata itu yang terlontar dari bibirnya sambil memelukku dan tak sengaja butiran bening menetes di pipiku.

Haripun sudah mulai gelap, suara adzan magrib sebentar lagi akan berkumandang. Biel mengajakku pulang, sesampainya dirumah dia menyuruhku mandi dan sholat magrib sementara dia pulang kerumahnya.

***seminggu kemudian
Malam ini adalah malam terakhirku merasakan kehangatan keluarga dirumah ini. Kebersamaan ini mungkin suatu saat akan aku rindukan. Jauh dari orang-orang tersayang itu bagian  tersulit yang harusku lawan. Beberapa sahabat dekat, saudara dan keluarga semuanya berkumpul pada malam ini namun sepertinya ada yang kurang? Kemana Biel?”harapku cemas
“Padahal dia tahu besok aku akan pergi, tapi kenapa dia tak datang kerumah menemuiku?”hatiku bertanya-tanya
“Tak mungkin dia lupa akan keberangkatanku, jelas-jelas dia sudah tahu.”sambil melirik  kontak nama Biel di Hp yang ku genggam
Aku coba menelponnya, berharap dia sekarang datang kerumah untuk menemuiku malam ini. Tapi yang aku dapat hanya kekecewaan, Biel tidak menjawab teleponku. Kakak Biel yang mengangkatnya dan dia bilang Biel sudah tidur pulas.

Keesokkan harinya sebuah bis membawaku ke Jakarta. Dengan modal niat dan tekad, pada akhir tahun 2010 aku dan Yushi masuk ke sebuah PT terbesar di Jakarta. Bis itu berhenti didepan gerbang tinggi yang didalamnya terdapat bangunan besar, kami turun dan masuk kedalam. Didalam situ aku melihat ribuan orang dengan potongan rambut ala gaya Dora seperti dalam film kartun. Di PT itu kami diajarkan bahasa, keterampilan sebagai perawat orang sakit, memasak dan kebersihan. Disini aku banyak menemukan teman baru dari berbagai penjuru. Ternyata bukan hanya aku, tapi banyak ribuan orang juga yang mengaduh nasib untuk mengubah kehidupan yang lebih baik dengan menjadi seorang BMI(Buruh Migran Indonesia). Jadi jangan pernah memandang sebelah mata tentang seorang BMI, dibalik itu semua mereka mempunyai cita-cita yang mulia untuk membahagiakan orang-orang yang mereka sayangi. Namun terkadang dimata umum menjadi seorang BMI adalah pekerjaan rendah.
Proses demi proses aku jalanin, sampai akhirnya yushi lebih dahulu terbang meninggalkanku.
“Jagadiri di PT ya rin, besok gua terbang maaf gua enggak bisa nunggu lu disini, job gua udah turun. Lu cepat nyusul ya, kita ketemu diTaiwan.”sambil memeluk dan menyemangatiku.

Akhirnya akupun harus kehilangan salah satu teman baikku disini. Seminggu berlalu setelah kepergiaan Yushi akupun terlihat seperti pupus harapan. Melihat keadaanku yang seperti itu seorang guru kelas membawaku kekantor.
“Arin, ayo ikut louse!” louse berdiri dan mengajakku keluar
“Kemana louse?”akupun berjalan mengikutinya.
“Ci, ini anakku kok engga dipanggil-panggil? Jobnya apa ci? Perasaan Arin udah lama kepilih Agency.”louse menjelaskan
“Sini aku lihat likanya?”Ci Ahong mengambil likaku
“Wah ini udah engga ada jobnya louse, nanti aku carikan lagi yah!Ci menegaskan.
“Iya makasih Ci.”jawabku melemas
Kemudian aku dan louse kembali kekelas. Dari situ semuanya terungkap ternyata jobku hangus. Rasa sedih dan kecewa menyelimuti seluruh ruang hatiku, namun apa daya aku tak boleh menyalahkan takdir. Mungkin ini sudah nasib dan itu belum rezekiku. Semenjak kejadian itu membuatku hilang arang, melihat teman-temanku yang dulu sudah pada terbang. Ada rasanya aku ingin menyerah dan menghentikan langkahku untuk maju. Tapi aku kembali teringat keluarga dirumah, bagaiamana nanti kalau aku menyerah sebelum berperang?Sudah banyak yang mereka korbankan untukku selama proses ini. Biaya, tenaga serta pikiran mereka selalu tertuju padaku. Bahkan doa-doa kebaikan pun mereka selalu terbangkan untukku, terutama doa ayah dan ibuku. Ah..aku tidak mau membuat mereka kecewa, aku harus teruskan langkah ini.”aku terus memotivasi diri

Kehadiran Mia mengurangi sedikit kesedihanku, aku mengenalnya di PT ini. Namun kedekatan ini berdampak negatif pada diriku. Akupun mulai berubah yang dulu pendiam sekarang sedikit usil dan suka menganggu teman-temanku. Mulai dari suka ngumpetin handuk teman yang sedang mandi, bahkan hampir masuk kantor gara-gara ulah Mia.
“Ngpain sih kamu ngumpetin makan Kasih?”tanyaku penasaran
“Kamu engga nyadar apa bray, setiap kali dia dapat kiriman makanan dia engga pernah bagi-bagi ke kita. Dia enak makan sendiri diatas ranjang. Tapi giliran kita yang dapat kiriman makanan, dia langsung menyerah membawa mangkok dan sendok. Aku gemes banget liatnya, aku engga rela sebenarnya kalau makanan aku dimakan dia.”Mia terus mengeluarkan kekesalannya.
Serta banyak lagi kegaduhan yang kami buat selama disitu, tak heran jika orang-orang hafal dengan namaku.
Namun kesedihanku kembali muncul Biel sudah tak pernah mengabariku, selama di PT aku hilang kontak dengan biel, kadang aku juga sering memikirkannya dan ingin tahu bagaimana kabarnya sekarang. Cita dan cintaku seakan mengambang, seolah berujung pada keputusasaan. Aku terus bersabar menunggu waktu sampai akhirnya negara Taiwan itu memanggilku. Dan proses itu berlangsung selama enam bulan, aku baru bisa terbang ke negeri formosa. “Welcome to Taiwan, Goodbye to Indonesian”
***
Ternyata doa dan harapan tak sejalan, perjalanan ini membawaku ke kota Taipei. Salah seorang penerjemah agency membawaku kerumah majikan baruku. Sekitar satu  jam perjalanan dari kantor menuju sebuah aparteman. Aku dipertemukan dengan seorang ama yang usianya sekitar 80 tahun keatas. Bertubuh besar, bersuara lantang dan dia masih sehat. Sehat disini dalam artian masih bisa berjalan, cuma bantu memapahnya. Tapi kalau keluar rumah aku mendorongnya dengan kursi roda. Di Aparteman ini aku tinggal bersama ama dan satu anak laki-lakinya yang sudah paruh baya. Awal kedatanganku disambut dengan baik, namun beberapa hari kemudian aku mulai merasakan keganjalan dirumah ini. Dilihat dari hubungan ama dan sang anaknya saja sering terjadi keributan. Nah, dari situ tergambar bahwa ama itu cerewet. Sampai akhirnya ama mengajakku pindah kerumah yang di Taichung.
“Arin beresin semua barang-barang kamu dan ama juga ya?! Minggu depan kamu dan ama pindah ke Taichung. Tolong jaga dan rawat ama baik-baik disana ya?!”tukas laopan
Ternyata menikmati indahnya kota Taipei itu hanya berlangsung dua bulan, lalu aku pindah ke Taichung. Entah apa yang terjadi pada waktu itu, aku masih belum pandai bahasa sampai pada akhirnya kami pergi dari rumah itu.
*Di Kota Taichung...
Dikota inilah awal mula kepahitan, kesedihan, kesengsaraan, dimana hari-hariku dipenuhi dengan airmata. Ini bagai mimpi buruk dalam hidupku.
“Kenapa seperti ini jadinya, akankah karena terlalu banyak dosa yang aku buat hingga aku dipertemukan dengan orang seperti ini, cobaan apa yang sedang aku dapat sekarang? Penantiaan aku selama enam bulan di PT seperti ini.”hatiku terus bertanya-tanya
“Nasinya keras! sayurannya ini-ini aja! aku engga ada selera makan !” ama berteriak dengan lantangnya sambil menumpahkan makanan itu
“aku hanya bisa diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.”sambil menelan airmata dalam perut.
Bagaimana aku bisa masak nasi empuk, kalau sebelum alat penanak nasinya berbunyi ama matikan. Bagaimana aku bisa masak makanan enak, kalau sedang masak sayur belum matang ama matikan kompor gasnya. Semuanya harus serba irit.
Berbagai konflik dan masalah datang menghampiriku dari mulai kekerasan hingga tertekan batin. Ama yang ringan tangan membuatku tidak nyaman dan ingin rasanya lari dari rumah ini. Kala itu tidak ada satu orangpun yang dapat aku mintai bantuan. Dan ama selalu mengancam akan memulangkanku ke Indonesia. Aku tidak mau hal itu terjadi, aku tak mau pulang dengan tangan kosong. Bagaimana dengan impianku, aku tak mau gugur disini. Makanya aku takut dan tidak berani menceritakan keadaanku kepada siapapun termasuk pihak agency.

Hari demi hari, bulan berganti bulan hingga akhirnya Allah mendengar doa-doaku, saat-saat inilah aku sedang dilanda banyak masalah dimana semua penderitaanku selama 16 bulan disini terungkap. Aku tak sanggup mehanannya sendiri, hingga aku memutuskan untuk menceritakan keadaanku yang sebenarnya kepada pihak agency. Lalu agency datang mengunjungiku, begitu banyak perdebatan antara kami. Hari ini 2 orang agency datang kerumah ama, dirumah sudah aku, ama, dan anak ama yang dari Taipei.
“Ada masalah apa Arin?”tanya agency
“Aku sudah engga sanggup lagi kerja disini, amaku cerewet dan ringan tangan. Kemarin ama memukulku pakai tongkat.”aku melihatkan luka memar dibetisku dan mataku mulai berkaca-kaca
“Mana mungkin ama mukul kamu?”laopan langsung memotong pembicaraanku
Lalu laopan berdiri dan menyuruhku untuk mempraktekkan bagaimana ama memukulku. Bagaimana mungkin aku mukul laopanku sendiri, aku hanya bisa terdiam pada saat itu. Ama melirikku dengan sangat tajam, sambil mengepal-ngepalkan jari tangannya. Seolah dia geram atas semua pengaduanku kepada pihak agency dan anaknya. Suasana pun mulai panas, ama menuduhku berbohong dan mengambing hitamkan aku. Selama 3 jam kejadiaan itu berlangsung, dengan adanya bukti agency berhasil mengeluarkan aku dari rumah itu. Akhirnya aku bisa bebas dan bernafas lega selepas keluar dari rumah itu. Aku bertahan dirumah itu selama 16 bulan, selama itu pula aku kehilangan senyumku. “Semoga penggantiku nanti dirumah itu bukan berasal dari Indonesia, kasihan dia bakal mengalami nasib yang sama seperti aku.”harapku
Setelah itu aku pindah ke majikan baru, aku dapat didaerah Taipei. Disini aku merawat ama, alhamdullilah ama dan keluarganya baik semua.
“Ni hao-hao cauku ama.”kata seorang menantunya
“Hao, Tacie.”jawabku dengan penuh semangat
Dirumah ini mulai terakit lagi senyumku, mendapat majikan yang begitu perhatiaan terhadapku. Namun belum sempat kebahagiaanku terkumpul badai asmara datang menghampiriku, tentang sosok Biel dalam kehidupanku. Dari jaringan sosial tak sengaja aku menemukan akun facebooknya. Eh, tapi setelah aku tahu facebooknya itu justru membuatku jauh lebih sakit, karena ku melihat Biel kini sudah mempunyai kekasih baru. Mana kata-kata yang dia janjikan dulu, kini telah hilang sama halnya hilangnya diriku darinya. Kekecewaan ku rangkul, tapi aku menyadari posisi sekarang. Dengan melihat cita-citanya kini tergapai itu menjadi bagian kado terindah bagiku, ya walaupun kini Biel bukan lagi milikku. Sekarang dia sudah sukses menjadi prajurit bangsa, aku ikut bahagia melihatnya. Dan akupun kembali fokus pada kerjaan aku disini. Majikan aku disini menginjinkan aku untuk libur sebulan sekali. Pintu hatiku mulai terbuka, bahwa disini tidak semuanya orang jahat. Bahkan majikan aku mengijinkan aku untuk melanjutkan cita-citaku yang tertunda. Dan sekarang aku menjaga ama serta menjadi seorang mahasiswa di Universitas Terbuka Taiwan. Inilah jalan cita cintaku di Taipei.

THE END